Lihat ke Halaman Asli

Yang Telah Kalah?

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hitam mulai melingkupiku,

Sayap keengganan menari-nari menyambut Sang Kelam yang kini berdiam penuh kemenangan akanku.

Aku tak bergerak kemanapun,

Aku tahu tak ada sudah setelah ini.

Yang ada adalah titian dan itu hanya akan terhenti karena aku menghela nafas barang sedetik.

Bintang gemintang telah lelah dan menangkupkan tangan memohon maaf bahwa pintu Langit sudah tersegel malam ini.

Aku tak mungkin pulang lagi.

Maka kubenamkan wajahku diantara awan hitam yang saling kejar mengejar karena jadwal ketat pergantian Hari adalah sebuah keajekan tanpa alpa.

Diam….

Hingga mampu kudengar denyut lembut jatungku yang perlahan-lahan bergemuruh serupa penanda badai yang sedia meremukkan tubuhku hingga ke tulang belulang.

Cahya benar-benar melenyap.

Aku tak lagi mampu melayang antara keraguan dan kepercayaan.

Lelah menopangkan jiwa pada kegamangan namun terlalu enggan pula untuk bersujud pada mula.

Bukankah tinggal sejengkal lagi aku mencapai semua?

Mengapa aku jadi begitu cengeng?

Citaku tak muluk, aku hanya mau Cinta.

Bahkan untuk yang satu ini, aku pun tak mampu menggapai sesempurna Rembulan yang bisa Purnama.

Aku harus menepi, melayari, dan sekarang melayangkan diri diantara berjuta galaksi dan rasi yang berputar menikmati kebingunganku.

Ya, aku telah takluk dan putaran keterasinganku akan jalan menuju Cinta,

Tapi benarkah, aku telah menjadi seorang pecundang?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline