Lihat ke Halaman Asli

Kita Sedekat Matahari dan Bumi

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hey kamu! Sudah berapa lama kita tidak bertemu? Sudah berapa lama kita tidak saling berbincang? Cukup lama sepertinya. Bahkan obrolan ringan “apa kabar?” atau pertanyaan standar “lagi ngapain?” pun lama tak terdengar.lama tak muncul di inbox-ku, juga di inbox-mu. Tapi aku tidak berpikir akan menanyakan itu lagi padamu. Aku juga tidak berharap kamu menanyakannya lagi padaku. Meski ingin. Sangat ingin.

Aku tidak pernah lagi betah mengetik pesan seperti kemarin2. Aku tidak pernah lagi menunggu pesanmu muncul di inbox-ku. Apalagi berharap menemuimu seperti yang sudah2. Aku berusaha melenyapkanmu dari kepalaku. Aku tak pernah lagi menghitung kapan terakhir kali kita ‘berbincang’. aku tak mau lagi mendengar cerita apalagi yang akan kamu bagi padaku, meski ingin. aku tak mau lagi mengetikkan namamu secara lengkap di sms-ku tanpa embel kata2 yang lain seperti yg sering ku lakukan, lalu mengirimnya ke inboxmu saat aku rindu, meski ingin. aku juga menghentikan kebiasaanku mencet2 hape saat jenuh atau kesepian lalu mengirim sms gak jelas ke nomormu, walaupun hanya berisi titik2 saja atau kata "hey!" saja, sekedar iseng. (sebenarnya itu tidak sepenuhnya iseng, aku hanya ingin tau apa yang sedang kamu lakukan...). Kemarin2 aku sering melakukannya. Hampir selalu. Sampai seperti sebuah kebiasaan. Ya, kemarin2. Makanya ketika kebiasaan itu ‘diubah’, rasanya seperti ada sesuatu yg ganjil.

Kamu tahu? Kalau diibaratkan kita tuh sedekat matahari dan bumi. Saling melihat, suka berbincang. Tapi tidak bisa lebih dekat lagi karena akan menghancurkan salah satunya. Siapapun yang menjadi bumi, aku atau kamu. Karena itu mungkin diciptakan planet merkurius dan venus. Ohya, juga revolusi bumi. Agar matahari dan bumi tidak saling mendekat. Apapun yang menjadi merkurius, venus dan revolusi bumi itu. Mungkin orang tua, mungkin ‘aturan2’, mungkin prinsip, mungkin jarak, mungkin orang lain, atau apa saja yang perumpamaannya seperti itu.

Tapi aku selalu menikmati perbincangan denganmu. Mungkin kamu juga. Meski aku kadang lebih banyak diam waktu itu. Menikmati kebersamaan dan diam2 mengagumi (ternyata) betapa asiknya kamu ketika bercerita dengan ekspresi dan gerakan tangan yang melengkapi ceritamu. Aku suka membacamu dari caramu bercerita. Aku mencoba membaca karaktermu. diam2....

Well, but it’s over now. Maksudku sebaiknya saling menjaga................. ya, saling menjaga. kamu lebih paham soal itu. Seperti halnya matahari dan bumi yang menjaga jarak diantara merkurius dan venus, juga revolusi bumi.

Tahukah? Sekarang aku sedang diruanganku. Dengan secangkir kopi hangat yg dibubuhi banyak creamer dan sebatang silverqueen. Oiya,… aku ingat. Kamu tidak suka kopi. Perpaduan kontras inilah yang membuatku mengingatmu.

Aku tahu, one day aku akan mengingatmu. Tidak selalu dan tidak setiap hari (mudah2an…). Tapi akan selalu ada moment ketika kita melihat dan mendengar sesuatu………. Dan………………. ABRAKADABRA! Seperti de javu. Kita ditarik oleh kekuatan tak terlihat dan menjelajahi masa lalu.

Dan kini, aku mengingatmu. Sedang mengingatmu… sebentar saja. Mudah2an.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline