Lihat ke Halaman Asli

Langit Quinn

Ghost writer, Jokower, Ahoker...

Istri Nakal: Elenna (10)

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

138293802079193189

***

Sebelumnya : 1, 2,   3,   4,   5, 6, 7,   8, 9

Cacian pertama, Elenna tidak menghiraukan. Dan kali ini mereka benar-benar telah berada di dalam ruangan bersekat empat! Lelaki ini adalah Ferian, ia yang barusan saja membukakan pintu untuknya, dan menggiringnya masuk ke dalam.

——————

Ruangan yang lebih besar dari kamat hotel biasanya. Lebih besar dari tipe studio. Terdapat ruang tamu kecil dengan seperangkat sofa, seperangkat kamar tidur berukuran besar, seperangkat meja rias, almari besar, kulkas, lemari yang berisi bermacam wine dan meja kerja. Nuansa kamarnya sangat nyaman. Barangkali Ferian merancangnya untuk dirinnya sendiri. Kamar khusus yang ia rancang untuk ia tempati ketika ia sedang penat dan tak ingin pulang ke rumah seperti yang tadi ia katakan.

Ferian menuju jendela, ia membuka gorden, dari sana terlihat seluruh pemandangan di luar. Elenna menaruh tasnya di atas meja rias, dan menyusul Ferian berdiri dibalik jendela. Baru ia sadari langit Jakarta di malam hari jika dilihat dari sini memang seperti New York! Namun demikian, meski matanya menatap lurus ke luar, pikirannya masih belum mampu mengikuti arah matanya. Kosong. Melompong.

Ia berada di kamar hotel bersama seorang pria yang nota bene suami orang! Tak dapat disangkali, faktanya memang demikian. Meski ia tak melakukan hal tak senonoh sekalipun, jika ada wartawan infotaiment di depan dan mendobrak pintunya, maka penilainnya sudah berbeda tentu saja! Seorang istri pengusaha sedang berada di kamar hotel dengan pria lain. Tak perlu berpikir lama, dengan otak kosongpun tebakan orang akan mengarah ke hubungan seksual. Selingkuh. ML!

“Nikmati saja malam ini dengan santai” Ferian menyadarkan lamunan. Akibatnya suara Ferian yang merdu, efeknya sama dengan suara mercon di malam lebaran.

Nalarnya yang sejak tadi beku, kini perlahan mulai kembali ke batok kepalanya. Selamat tinggal harga diri!

Untuk apa meributkan harga diri? Bukankah melukis di atas kanvas yang ternoda jauh lebih indah ketimbang susah payah menghapus noda itu? Dalam kata lain kepalang tanggung, sudah basah ya nyebur aja sekalian!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline