Lihat ke Halaman Asli

Koruptor yang Dipelihara

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Otak manusia sebenarnya hanya memprogram dua hal, yaitu mencari kenikmatan dan menghindari sengsara. Jika ada kenikmatan maka manusia akan mengejar, jika ada kesengsaraan maka manusia akan menghindari.

Misal, seorang perokok akan terus merokok menghabiskan berbungkus-bungkus rokok setiap hari. Baginya merokok adalah sebuah kenikmatan. Sebaliknya perokok akan merasa sengsara jika ia tidak merokok, sebab kenikmatannya terusik dan ia menjadi sengsara jika tidak merokok.

Teman saya yang perokok pernah mengatakan kepada saya, “Saya tidak bisa berpikir jika tidak menghisap rokok, bagi saya rokok pemberi inspirasi, dengan merokok semua pekerjaan saya akan berjalan lancar” Meskipun rokok itu membahayakannya dirinya dan orang disekitarnya, tapi baginya itu adalah kenikmatan.

Hari ini tanggal 9 Desember 2013, banyak orang yang memperingatinya sebagai hari anti korupsi internasional, orang-orang memperingatinya dengan berbagai cara, ada yang melakukan aksi di jalanan, ceramah umum, dan seterusnya.

Korupsi saat ini menjadi topik hangat di Indonesia, mediapun sering menayangkan dan menuliskan keberhasilan sebuah lembaga besar di negeri ini menangkap para koruptor di Negeri ini.

Saya jadi penasaran, kok para koruptor makin banyak ya? Seperti halnya para perokok tadi, di dalam otak para koruptor “Eunaknya korupsi” Bagi para koruptor korupsi adalah kenikmatan. Malah, para koruptor merasa ada kenikmatan yang hilang jika tidak melakukan korupsi.

Mereka terus akan berusaha mencari sumber-sumber kenikmatan itu, seakan-akan dosa yang dikumpulkannya, hukuman Tuhan di Akhirat nanti, dan akibat hukum yang akan ditimpakan kepada mereka tidak ditakuti sama sekali. Bagi mereka, itu adalah hal biasa atu bahkan sangat kecil, semua bisa di atur.

Izinkan saya memberikan contoh lain yang berkenaan dengan rokok, seorang perokok divonis dokter terkena kanker paru-paru stadium empat. Pada bagian dadanya dokter memasangkan selang yang terhubung ke paru-parunya untuk membuang kotoran akibat rokok, tubuhnya hanya tinggal kulit pembalut tulang, rambut rontok dan hampir gundul. Ia terkulai lemah tak berdaya di sebuah rumah sakit bermingu-mingu lamanya

Dalam kondisi ketidakberdyaan ia memaksakan dirinya untuk bicara dengan adik lelakinya yang bukan perokok, “Jika kamu sayang pada dirimu dan keluargamu, jangan pernah dekati rokok, apalagi menghisapnya, kamu akan mati dengan cara seperti ini karena penyakit yang mematikan ini” Selang dua hari kemudian ia meninggal dunia. Setelah peristiwa tersebut beberapa teman-temanya berhenti merokok secara total.

Ada efek jera yang terjadi pada perokok tersebut yang membuatnya jera dan sadar, meskipun sudah terlambat. Ia berusaha keras dalam keadaan tidak berdaya menceritakan betapa menderitanya ia, dan menghimbau orang lain untuk tidak melakukan hal yang sama. Ia juga menjadi sebuah pelajaran bagi orang lain akibat merokok tersebut.

Kata orang, “Pengalaman adalah guru yang terbaik” Namun akan lebih baik jika kita mau belajar dari pengalaman orang lain.

Saat ini, hukuman untuk para koruptor di Negeri ini, masih dalam bentuk hukuman penjara sepuluh tahun, dua puluh tahun, atau seumur hidup dan seterusnya.

Saya ingin bertanya pada Anda, “Adakah hukuman seperti itu menimbulkan efek jera bagi para koruptor? Apapun jawabannya pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa makin banyak para koruptor yang ditangkap? Apakah KPK salah menangkap orang?

Pandangan masyarakat mengenai hukuman terhadap para koruptor ini sangat beragam, ada yang seumur hidup, disuruh kembalikan uang hasil korupsinya, dipermalukan, bahkan ada juga yang hukuman mati seperti di China. Apa yang ada di benak Anda jika ada satu saja koruptor di hukum mati di negeri ini?

Nah, karena manusia kecenderungannya adalah mencari kenikmatan dan menghindari kesengsaraan, Anda tentu sudah tentukan kesengsaraan seperti apa yang layak diperoleh oleh para koruptor agar korupsi di Negeri ini bisa di atasi. Karena efek yang menimbulkan kesengsaraan dan jera itu belum diterapkan oleh para peminpin Negeri ini, maka para koruptor terus akan berkembang biak. Artinya, sama dengan memelihara para koruptor, mereka akan terus hidup meski terus di buru, apalagi jika yang diburu itu adalah orang yang salah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline