Era agenda 2030 mengenai pembangunan berkelanjutan (the 2030 Agenda for Sustainable Development) telah dimulai seiring dengan diakhirinya Millennium Development Goals(MDGs) tahun 2015 lalu. Kesepakatan pembangunan baru yang tercetak dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau secara singkat disebut SDGs mendorong pergeseran paradigma ke arah pembangunan yang berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan sesuai asas berkelanjutan (pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup). "No One Left Behind" atau jargon baru yang dijunjung SDGs merupakan sebuah representasi jaminan tidak ada satupun yang tertinggal dibelakang.
Indonesia termasuk dalam negara yang tanggap dalam mengkonvergensi konsep SDGs dalam peraturan-peraturan nasional. Hal ini terlihat setelah satu bulan penetapan SDGs telah terbit dokumen dari UNDP Indonesia mengenai konvergensi antara Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Nawa Cita, dan Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Nasional dalam dokumen.
Selanjutnya, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ini mulai dibahas dalam berbagai agenda pembangunan nasional di berbagai kementrian, seperti kementrian PPN/Bappenas hingga kementrian kesehatan. Substansi yang dibahas berupa Rencana Kerja Persiapan Pembangunan Berkelanjutan ditingkat Nasional, dimana didalamnya berupa pemetaan tujuan, target, dan indikator SDGs; penyusunan legal aspek SDGs; dan rangkaian rapat koordinasi.
Pada tahun 2017 ini, telah memasuki dua tahun sejak SDGs terbentuk sebagai tujuan pembangunan global yakni tanggal 25 Nopember 2015. SDGs yang terdiri dari 17 Tujuan dan 169 target telah dituangkan dalam metadata indikator sebagai pedoman dalam penyusunan Peta Jalan TPB/SDGs Indonesia, Rencana Aksi Nasional (RAN) TPB/SDGs, Rencana Aksi Daerah (RAD) TPB/SDGs yang membutuhkan persamaan persepsi tentang Tujuan, Target dan Indikator TPB/SDGs di Indonesia; acuan dalam mengukur ketercapaian setiap tujuan dan target; serta acuan dalam monitoring, evaluasi dan pelaporan, serta keterbandingan pencapaian TPB/SDGs antarnegara dan antardaerah di Indonesia. Selain itu, SDGs telah diadaptasi dalam regulasi di Indonesia dengan diberlakukannya Peraturan Presiden No 59 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pengembangan Berkelanjutan. Peraturan Presiden tersebut memuat mengenai tujuan dan sasaran global yang telah disinergikan dalam sasaran nasional RPJMN 2015-2019 dan instansi pelaksananya.
Indonesia menerapkan dua jenis perencanaan, yakni perencanaan sektoral yang memuat berbagai instrumen program, seperti dokumen RPJP, RPJM, dan Rencana Kerja; serta perencanaan Spasial yang memiliki muatan spasial seperti dokumen RTRW, RDTR, RTBL, maupun RZWP3K. Seperti yang diuraikan sebelumnya, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SDGs telah diadaptasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang tergolong dalam perencanaan sektoral.
Sebaliknya, pertanyaan yang muncul adalah apakah dengan perencanaan spasial, SDGs juga telah diadaptasi sedemikian rupa? Perlu adanya harmonisasi antara Rencana Tata Ruang/Spasial dan Rencana Sektoral, meski saat ini tak jarang terdapat permasalahan integrasi perencanaan sektoral dan perencanaan spasial. Hal ini dapat dilihat dari persoalan integrasi substansi, persoalan integrasi sektoral, dan persoalan integrasi sistem perwilayahan. Selain itu, permasalahan dari segi legalitas hukum perencanaan spasial terhadap penyusunan perencanaan sektoral juga masih terlihat dalam kondisi yang berbeda-beda.
Kondisi saat ini, SDGs telah diadaptasi terlebih dahulu dalam perencanaan sektoral, yakni RPJMN tahun 2015-2019. Beberapa Dinas dan Badan mulai mengimplementasikan dalam program-program yang diatur dalam dokumen perencanaan sektoral tersebut. Meski terlihat hanya beberapa daerah yang telah mensosialisasikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dalam tingkat daerah, namun adanya pedoman dan regulasi mengenai SDGs di Indonesia telah menjadi alasan yang jelas untuk mengimplementasikannya dalam skala regional maupun kabupaten/kota. Meninjau dari perencanaan sektoral yang telah berhasil mengadaptasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, sebaliknya terdapat dalam perencanaan spasial. Berdasarkan tingkat kedetilan muatan, SDGs belum dapat dikaitkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dengan muatan/substansi yang berbeda. Indikator dan kewenangan daerah yang terdapat didalam SDGs, apabila diimplementasikan dalam perencanaan spasial masih menggantungkan pada kewenangan provinsi, kabupaten, dan kota. Sedangkan saat ini, kapasitas kesiapan pemerintah terhadap SDGs antardaerah masing berbeda-beda menimbulkan perlu adanya sosialisasi SDGs ditiap pemerintahan secara merata.
Sumber:
Metadata Indikator SDGs Indonesia (diakses Desember 2017)
Rencana Aksi Nasional (diakses Desember 2017)
UNDP. 2015. Konvergensi Agenda Pembangunan Nawacita, RPJMN, dan SDG's