Lihat ke Halaman Asli

#Misi21: D-1 Manage Personal Expenditure & Rebalance Portfolio

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Ada untungnya jadi orang yang ngga bisa tidur malam sebelum membaca, yaitu setelah ritual membaca maka ide-ide liar melintas. Nah dua malam lalu, bacaan yang saya pilih adalah majalah gratisan kiriman suatu perusahaan asuransi ternama. Ada artikel menarik yaitu Passion Check, Find Out Your Happiness Quadrant oleh @ReneCC. Beliau ini sohor dengan kalimat “your job is not your career” yang langsung saya imani sejak follow twitter-nya.  Buku terbaru beliau “UltimateU” begitu menginspirasi. So, mata yang sudah sayup ini langsung melebar dan mencoba menjawab pertanyaan agar bisa meletakkan diri diantara sumbu X (meaning) dan sumbu Y (pleasure). Tiap kuadran menyisakan pesan, apa yang harus anda lakukan selanjutnya.  

Penasaran, ada di kuadran manakah saya?  

Ternyata saya terdampar di kuadran B terluar. Terjemahan adalah, saya perlu melakukan #Misi21 untuk keluar dari penjara pikiran dan melakukan hal baru selama 21 hari tanpa terputus. Selain itu juga perlu beraksi #Donate 4H/W atau mendonasikan waktu saya 4 jam per minggu untuk kontribusi bagi sesama.  

Nah hari ini adalah hari pertama saya melakukan #Misi21.  

Lalu karena @ReneCC selalu menyebut @mrshananto di bukunya dan sebaliknya. Maka jadilah hari 1/21 ini saya gunakan untuk menyegarkan ingatan akan buku @mrshananto yang udah saya baca dan entah saat ini ngumpet dimana. Buat yang belum tahu, @mrshananto itu pendiri QMFinancial, nulis buku kondang “Untuk Indonesia Yang Kuat: 100 Langkah Untuk Tidak Miskin”.

Salah satu alasan kenapa buku @mrshananto ngga lama di genggaman saya adalah karena pada waktu dulu itu dan sampai 12 jam yang lalu saya ngerasa udah jago sama yang namanya ngatur keuangan dan investasi. Salah duanya adalah karena saya lebih demen berkecimpung di investasi riil. Ide berinvestasi di pasar keuangan bagi kalangan menengah agar tidak miskin, seperti dianjurkan di buku tersebut, berasa absurd.

Ngapain nabung di bank, kalo trus uangnya malah dibelikan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) oleh bank?. Ngapain beli reksadana, kalo ujung-ujungnya ada sebagian yang dibelikan SBI? Ngapain beli saham perusahaan, enak langsung produksi.

Kenapa ngga investasi sawah aja agar lahan tanam terjaga ngga dibikin bangunan. Impor beras bisa ditekan, devisa digunakan untuk impor barang produktif, dan penduduk sekitar bisa ikut menikmati bagi hasil. Atau mending, tanam kayu sengon/jabon saat ini permintaannya lagi tinggi untuk konsumsi lokal&global. Tanam kayu juga berarti penghijauan, menghidupi lahan gundul dan penduduk lokal plus....sedekah oksigen buat bumi.

Itu sampai dengan 12 jam yang lalu.

Sampai saya memberondongi diri dengan pertanyaan. Yakin udah jago? Apa iya punya keuangan yang berkelanjutan untuk nyekolahin anak di sekolah terbaik di dunia? Apa bener saya udah konsisten bergerak ngumpulin aset ketimbang kewajiban?

Sehingga jadilah “Manage Personal Expenditure&Rebalance Portfolio” sebagai agenda hari pertama. Judulnya keren, berasa loro jonggrang banget untuk diselesaikan dalam sehari. Tentunya ini cuma kick-off, harus ada upaya reguler untuk menjaga kesehatan keuangan.

So, berbekal notes, pen, dan komputer mulailah saya memetakan data-data keuangan pribadi dan keluarga yang selama ini terlenakan atas nama kemalasan. Jadilah saya buka excel, bikin 3 sheet yaitu ‘pengambilan uang’, ‘pengeluaran rutin dan lifestyle’serta ‘investasi’. Yah ngga terlalu simpel amat sih ternyata *lap jidat.

Ternyata oh ternyata, apa yang selama ini saya lakukan dan saya anggap sebagai investasi ternyata belum memadai untuk tujuan investasi kami sekeluarga (yaitu memupuk dana kuliah anak di 4 dan 6 tahun yang akan datang). Gap-nya bikin tujuh keliling. Investasi riil saya belum tentu bisa menghasilkan sebagaimana diimpikan. Meski gitu juga dengan investasi di pasar keuangan.

Yaiya lah...mana ada sih investasi yang bebas risiko? Atau ada? SBI kali ya? Ah ngga tahu deh. Yang pasti saya tersadar kalau investasi saya selama ini kurang proporsional, terkonsentrasi di sektor riil. Saya berpotensi terekspose risiko likuiditas!. Eh, sadar dong sadar...!

Karnanya, harus ada strategi untuk mencapai kesetimbangan optimal antara tujuan, risk/return, nilai yang  ditargetkan, dimensi waktu dan jenis investasi. Trus, gimana cara supaya investasi jadi lebih proporsional?

Nah, berhubung bukan certified financial planner dan sejenisnya, yang saya lakukan adalah manajemen keuangan a la moi. Diluar urusan asuransi, saya taruh tujuan dan target nilai investasi di masa 4 tahun lagi sebagai bonggolnya, lalu saya turunkan ke dalam jenis investasi yang sudah saya lakukan berikut proyeksi return-nya. Lalu akankah saya tiba di tujuan tepat waktu dan mencapai target?.

Nah, kayaknya nih....untuk mengakselerasi investasi, saya harus melakukan investasi baru secara reguler dari penabungan rutin gaji dan reinvestasi return sebelumnya di instrumen jangka 4-6 tahun yang sesuai.

Sadarnya telat yak.

So, hari ini, saya sudah siap dengan strategi pengungkit investasi berisikan beberapa opsi instrumen pasar keuangan. Hitung-hitung menyukseskan gerakan financial inclusion (ayo menabung hehe...) dan financial deepening dengan keikut sertaan memperluas basis investor di pasar Surat Berharga Negara via reksadana.

Lah kok mendadak reksadana? Apa ngga kuatir kejadian 2005, saat industri reksadana tersungkur, terjadi lagi?

Makanya, calon investor perlu belajar dulu. It’s about me, my money! So saya kerjakan pekerjaan rumahnya: cari informasi banyak-banyak. Belajar lagi deh, tapi no worry lah, sumber bertebaran kok. Syukurnya sebelum saya terjebak dalam googling tiada akhir, saya diinfo seorang teman, kangbro YC untuk main ke www.portalreksadana.com Wow, ini situs, asli sesuatu banget.

Berangkat dari menu ‘quick start’ lalu mengembaralah saya di hutan belantara reksadana. Hal yang sering saya baca sekilas, bahkan pernah saya tuliskan nun dulu di masa lalu ternyata telah mengalami perkembangan yang sedemikian pesat (cekidot http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/BBDE60DE-FFC5-4806-B585-E5B8F71E396F/2997/BEMPSept2003.pdf).

Eh, sadarnya telat lagi yak. Mending telat sadar daripada ngga sadar-sadar toh? Ngeles aja.

Ya sudah, begitulah hasil #Misi21 di D-1. Menjaring tiga episode penyadaran. Memang sadar itu syarat perlu, tapi ngga cukup. Harus segera take action. Baiklah, bismillah, let’s do it. Doain ya, semoga bener nih pilihannya hiks.

Catatan akhir: ini pencapaian saya di D-1. Insya Allah akan saya tuliskan lanjutannya hingga ke D-21. Semoga apa yang saya tuliskan bermanfaat dan ‘menggoda’ anda pula untuk eksyen menata keuangan, mumpung masih di awal tahun. Yuk yuk....

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline