Lihat ke Halaman Asli

"Dan Allah Menyatukan Hati Mereka"

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Abu Dzar pernah mencela Bilal berkenaan dengan ibunya, lalu Bilal mengadukan hal itu kepada Nabi saw. Abu Dzar pun akhirnya menyesali perkataan yang telah diucapkannya kepada Bilal. Ia pun meletakkah pipinya di atas tanah, kemudian berkata kepada Bilal, “Demi Allah, aku tidak akan mengangkat pipiku sehingga engkau mau menginjaknya dengan telapak kakimu!” Akhirnya, keduanya pun saling berpelukan dan berjabat tangan.
Kita sering dan sangat mengenal kata ‘ukhuwah’. Kita pun meyakininya sebagai salah satu pilar dalam amal jama’i untuk tercapainya kemenangan da’wah. Tak hanya itu, kita juga mengaku menjadi orang-orang yang meninggikan ukhuwah.
Kadang, ukhuwah mudah terucap dari lisan kita. Tapi kadang, kita lupa melihat lebih dekat, apakah kita telah betul-betul menyatukan hati dengan saudara-saudara satu tekad dan se-perjuangan? Ada untaian yang lebih menjelaskan alasan kenapa ukhuwah menjadi salah satu rukun dalam arkanul baiat. Bukan sekedar mendefinisikannya sebagai persaudaraan, atau memanggil dengan sebutan ‘ikhwah’ atau ‘akhi’ dan ‘ukhti’. Untaian itu adalah berhimpunnya hati para da’i karena Allah dan untuk Allah. Hati yang berhimpun jauh lebih dalam makna persatuannya ketimbang tubuh-tubuh yang berkumpul dalam lingkaran atau bola pejal. Hati yang berhimpun jauh lebih besar efeknya ketimbang tangan-tangan yang berjabat tapi sekedar sebagai ‘adat’. Hati yang berhimpun karena Allah menjadi buah ketaatan yang mengantarkan pada kemenangan meninggikan kalimah-Nya.
“Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak (Alloh) Yang Maha Pengasih akan menanamkan rasa kasih sayang (dalam hati mereka).”[Q.S. Maryam:96]
Betul, harus ada upaya untuk menyatukan hati. Sebab, tidak akan ada gunanya kalau menyatukan hati menjadi sekedar jargon atau bahan diskusi semata. Berikut adalah unsur-unsur dalam seni menyatukan hati menurut DR.‘Aidh al Qarni, M.A. :
☺Menahan amarah
“Orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang, Alloh menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” [Q.S. Ali ‘Imron : 134]
Ulama menjelaskan bahwa terdapat tiga tingkatan dalam menahan amarah :
-Pemula ; orang yang jika diperlakukan secara tidak baik, maka ia mampu menahan amarahnya.
-Menengah ; jika ia menambahkan lagi kebaikannya, “…dan memaafkan (kesalahan) orang…”. Maka ia akan segera menemui orang yang berbuat jahat dan mengatakan, “Semoga Alloh memberikan maaf kepadamu”.
-Terdepan dalam kebaikan ; jika ia menambahkan lagi kebaikannya, “…Alloh menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. Maka ia segera pergi menemuinya dan membawakan hadiah atau berkunjung dan menjabat tangannya.
☺Menanggalkan rasa dendam dan permusuhan
Dalam Perang Jamal, kelompok ‘Aisyah, Tholhah, Zubair beserta para sahabat pendukung tokoh ini, keluar menghunus pedang. Sementara itu kelompok ‘Ali yang juga diikuti para sahabat ahli Badr, juga keluar membawa pedang. Mereka pun saling bertempur.
Ketika Thalhah terbunuh dalam peperangan itu—sedangkan ia berada dalam barisan yang menetang ‘Ali--, maka ‘Ali pun turun dari kudanya dan meninggalkan pedangnya, lalu berjalan kaki menuju ke tempat Thalhah. ‘Ali memandangi Thalhah yang telah terbunuh dan tergeletak di atas tanah. ‘Ali mengusap debu yang menempel pada jenggot Thalhah seraya berkata, “Ali sangatlah bersedih melihatmu dalam kondisi seperti ini, wahai Abu Muhammad. Tetapi, aku memohon kepada Allah agar berkenan menjadikan diriku dan dirimu sebagai bagian dari golongan orang yang disebut Allah melalui firman-Nya:
“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan”
[Al-Hijr : 47]
Lihatlah kesucian dan kejernihan (hati) ini, lihatlah kedalamannya. Padahal mereka saling berperang, dan darah pun mengalir, namun ‘Ali tetap memeluk Thalhah dan memberi salam kepadanya.
Contoh hidup ini menunjukkan pada kita bahwa orang-orang seperti itu tidaklah keluar dari sifatnya sebagai manusia biasa, dan samasekali tidak pernah berubah menjadi malaikat. Tetapi, mereka menjadi potret manusia terbaik dan paling elok yang pernah dikenal oleh dunia ini.
☺Mencurahkan kehormatan dan harta di jalan Alloh
Abu Dhomdhom mengerjakan sholat malam kemudian berdoa, “Ya Alloh, sesungguhnya aku ini seorang yang tidak punya harta benda yang bisa aku sedekahkan di jalan-Mu dan juga tidak memiliki fisik yang kuat untuk berjihad demi Dzat-Mu. Namun aku siap menyedekahkan kehormatanku terhadap kaum muslimin. Ya Alloh, siapa saja yang mencaciku, atau mencelaku, mendzholimiku, atau menggunjingku, maka jadikanlah itu semua sebagai kafarat (penebus dosa) baginya.”
Mudah-mudahan Alloh menjadikan darah dan jiwa kita, kehormatan kita, harta benda kita, dan keluarga kita sebagai tebusan bagi laa ilaaha illallaah Muhammadaur rasulullah.
Menyudahi perseteruan dan berupaya mendamaikan
Orang yang mampu menyudahi pertikaian, mampu mencari jalan damai, serta tidak melakukan permusuhan dengan sesama manusia, khususnya adalah orang yang memiliki keutamaan dan kedudukan, maka ia berarti telah melakukan kebaikan terhadap dirinya sendiri, terhadap Islam, dan terhadap kaum muslimin.
Introspeksi diri
Engkau mungkin akan mendapatkan seseorang yang pemurah, akan tetapi ia mudah marah. Engkau akan mendapatkan orang penyabar dan pemaaf, akan tetapi ia bakhil. Engkau mendapatkan seseorang yang baik hati, akan tetapi ia suka terburu-buru. Sebab, Alloh memang telah membagi-bagikan sifat terpuji dan tercela pada masing-masing manusia.
“Sekiranya tidaklah karena karunia Alloh dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan keji dan munkar) selama-lamanya, tetapi Alloh membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [An-Nur: 21]
“Ada tiga hal yang tidak akan menjadikan dengki hati seorang muslim selama-lamanya, yaitu mengikhlaskan amal karena Alloh, memberikan nasihat kepada para pemimpin, dan berpegang pada jamaah. Sesungguhnya doa mereka akan mengelilingi dari belakang mereka.”*
Referensi :
Al-Qorni, ‘A’idh. 2006. Pesona Cinta : Potret Indah Kasih Sayang Kaum Beriman. Solo : Wacana Ilmiah Press

_______________________________________________________________________
Tulisan di atas adalah karya kakak saya, yang dimuat disini http://dinafarihani.blogspot.com/
menurut saya kontennya sangat bagus, sayang kalau tidak dibagi-bagi.
Semoga tidak dianggap melanggar hak cipta karena saya cantumkan sumbernya.





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline