Dari blog FilosofiKerja.blogspot.com : http://bit.ly/CabutTAPMPRS
Garuda Pancasila memiliki 17 bulu pada masing-masing sayapnya, yang menandakan bahwa seharusnya kedua sayap seimbang. Tidak ada berat sebelah, yang membuat terbang Garuda Pancasila tertahan.
Indonesia terlahir atas kerja keras putra bangsa yang multikultural. Dari golongan borjuis sampai golongan proletar. Dari kelas majikan hingga kelas pekerja. Dari kalangan priyayi sampai kalangan jelata. Dari agamawan sampai atheiswan. Dari yang hedonis sampai materialis. Yang nasionalis hingga yang sosialis, yang berhaluan kapitalis sampai komunis. Kita pun tahu pada awal pergerakan kemerdekaan Indonesia, Sarekat Islam juga terbagi menjadi SI Merah dan Putih. Kiri dan kanan. Semua turut andil, berintegrasi, mengambil peran, mengorbankan jiwa raga demi kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Itu berarti sudah tentu bahwa Pancasila dirancang sedemikian rupa dalam sidang BPUPKI (yang bahkan ketuanya seorang freemason, yang berarti pikirannya terbuka pada semua jenis ideologi) untuk mencover seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang pada saat itu (hingga sekarang masih) sangat multikultural. Semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" yang dicengkeram oleh sang Garuda memperkuat dan memperjelas fakta bahwa Indonesia terdiri atas berbagai macam budaya.
Lantas tahun 1966 terpotonglah sayap sang Garuda yang kiri, karena pengambinghitaman peristiwa G30S. Sang bapak proklamator, seorang marxis-sosialis yang menciptakan paham marhaenismenya sendiri jatuh di tangan seorang Mayor Jenderal tentaranya sendiri.
Sebut saja Soeharto, beliau dianggap pahlawan karena telah membersihkan Indonesia dari "BAHAYA LATEN KOMUNISME". Ia 'terpaksa' membantai jutaan orang yang tertuduh terpengaruhi ideologi komunisme, para komunis itu, yang telah membantai Jenderal-jenderal TNI dibalasnya dengan sangat baik, yaitu dibantai ganti. Vise versa.
Arah pemerintahan Pak Soeharto cenderung ke arah kanan. Indonesia tampak makmur di bawah kepemimpinannya, ia memberikan banyak lahan sumber daya alam kepada para kapitalis, mungkin karena ia tak yakin bisa mengolahnya sendiri.
Pada saat masa pemerintahan Soeharto, yang Majelis Permusyawaratan Rakyatnya selalu mayoritas golongannya, berhasil mengukuhkan TAP MPR Sementara Nomor XXV/MPRS/1966, melarang ideologi Komunisme, Marxisme, Leninisme beredar di Indonesia. Beliau melakukan propaganda Bahaya Laten Komunisme, menyebarkan kebencian, mengalihkan opini publik, mengambinghitamkan, membuat trauma mendalam masyarakat Indonesia, dan mendoktrin masyarakat dengan film buatannya. Bahwa Komunis adalah suatu paham atheis, radikal, kafir, tak beradab, tidak sesuai dengan karakter Bangsa Indonesia dan pengkhianat negara. Beliau mengasingkan tahanan komunis ke Pulau Buru, Nusakambangan, memperlakukannya dengan cara yang jauh lebih tidak manusiawi dibandingkan para komunis memperlakukan orang non-komunis. Belum puas, setelah akhir tahun 70-an sisa warga negara tahanan komunis yang bertahan hidup masih harus menjadi tahanan negara hingga awal 90-an. Sungguh pemimpin yang sangat tegas, sangat loyal pada negara, sehingga 32 tahun menjabat Kepala Negara maupun Kepala Pemerintahan.
Sayangnya beliau yang mengaku sangat menjunjung tinggi Pancasila ini lupa, bahwa Garuda mempunyai sepasang sayap. Kiri dan kanan, keduanya saling berintegrasi. Jika sayap kiri tak beroperasi, sayap kanan percuma, garuda tak dapat lepas landas hanya dengan sebuah sayap. Karena mereka adalah komplementer, pelengkap satu sama lain. Vise versa.
Hal ini terbukti sudah dengan peristiwa reformasi tahun 1998. Beliau turun jabatan dengan gloomy ending. Dengan muka muram, dibully massa. Semuanya sudah terungkap, pemerintahan diktator selama 32 tahun yang press pun difilter pemerintah. Hampir semua rahasia terungkap sudah, bagaimana hutang negara yang bertumpuk, hiperinflasi, semua kebusukan dan bangkai orde baru terkuak sudah. Orde baru yang telah memotong sayap kiri Garuda Pancasila, kini harus gigit jari karena sayap kanannya sudah tidak sanggup mengepak lagi. Reformasi pun ditegakkan.
Terbukti sudah dengan hanya satu sayap Garuda, Indonesia tak akan mampu lepas landas, tidak mampu mencapai ketinggian tak terhingga. Dengan satu sayap, Indonesia tak akan dapat menyeimbangkan kepentingan semua golongan masyarakat. Tidak akan mampu mencapai Indonesia yang dicita-citakan para pencetus Pancasila pada tahun 1945 dulu.