Lihat ke Halaman Asli

Qonia Tuzzahrok 23

UIN Raden Mas Said Surakarta

Dilema tasawuf : mencari tuhan atau melarikan diri dari dunia?

Diperbarui: 15 Oktober 2024   21:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sejak zaman Rasulullah, tasawuf telah melekat menjadi salah satu tradisi spiritual yang dijalankan oleh umat muslim. Secara umum, tasawuf sendiri memiliki arti mendekatkan diri kepada tuhan. Tasawuf menjadi alternatif umat muslim untuk mencari ketenangan di dunia dan memaknai hidup mereka secara lebih dalam. Di tengah hiruk pikuk globalisasi yang semakin rumit ini, tasawuf hadir dengan memberikan jalan untuk mencari ketenangan batin di tengah urusan duniawi. Namun yang menjadi pertanyaan? Apakah tasawuf benar-benar murni untuk mencari ketenangan diri dalam pencariannya kepada tuhan atau hanya sebagai bentuk pelarian dari kerasnya masalah duniawi?

Bagi banyaknya masyarakat muslim di sekitar kita, tasawuf dianggap sebagai jalan yang efektif untuk memberikan solusi bagi krisis spiritual. Di zaman yang modern dan penuh akan tekanan ini, mencari ketenangan dan mendekatkan diri kepada tuhan seringkali menjadi tantangan yang rumit bagi sebagian orang. Praktik dari ajaran tasawuf seperti berdzikir dan meditasi menjadi salah satu cara yang menarik dan efektif untuk dilakukan. Tak sedikit pula yang beranggapan, bahwa tasawuf hadir tidak hanya menawarkan alternatif dalam mencari tuhan tetapi juga mengembangkan moralitas yang ada dalam prbadi setiap mulim, seperti kesabaran, keihkhlasan, dan kerendahan hati.

 Namun pada realitanya, tidak semua orang beranggapan sedemikian. Beberapa orang menganggap hal ini justru sebagai bentuk pelarian diri dari tanggung jawab manusia pada dunia. Ketika seseorang terlalu fokus pada pencarian tuhan dan ketenangan diri, mereka akan lebih mudah untuk mengabaikan urusan-urusan mereka di dunia, dimana hal tersebut juga tidak kala penting bagi kelangsungan hidup mereka. Selain itu, terdapat pula pendapat bahwa praktik uzlah (pengasingan diri dari urusan dunia) yang bekepanjangan akan membuat manusia tidak produktif dan tidak memberikan manfaat bagi msyarakat, padahal Rasulullah sendiri mengajarkan umat manusia untuk selalu menebarkan kemanfaatan di muka bumi. Praktik isolasi ini tentunyajika dilakukan secara berlebihan akan memebawa dampak negatif dan merusak esensi dari tasawuf sebagai sebuah saran pendekatan diri kepada tuhan.

Bagi para tasawuf sejati, tentu penting untuk memahami perbedaan ini. Ilmu tasawuf yang benar dalam penerapannya pasti akan memberikan hal-hal yang positif, bukan malah sebaliknya. Ajaran dari tasawuf menekankan umat manusia untuk tetap mendekatkan diri kepada tuhannya namun juga tetap dapat memaknai kehidupan di dunia secara benar. Dalam penerapannya, ketika kita melakukan aktivitas atau kegiatan sehari-hari kita tetap dapat melakukannya secara optimal tanpa harus melupakan tuhan, begitu pula kita tetap dapat mendekatkan diri kepada tuhan tanpa mengabaikan tanggung jawab kita sebagai makhluk sosial. Hal-hal seperti bekerja dan bersosialisasi,, tentunya tetap data dilakukan dengan maksimal dan lebih bermakna jika kita meniatkannya untuk beribadan kepada tuhan.

Salah satu hal yang sering menjadi pertanyaan? Bagaimana cara menyeimbangkannya? Salah satu ajaran dari tasawuf yakni menyarankan umat muslim untuk mencari guru atau orang yang ahli dalam beragama, hal ini penting untuk menuntun kita ke jalan yang benar agar tidak terjebak dalam hal-hal yang menyimpang. Dalam pencarian seorang guru pun kita perlu lebih berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalam kesesatan. Seperti halnya yang dijelaskan pada tafsir Ruhul bayan fi tafsir al-Qur’an karya Ismail Haqqi al-Hanafi, yang meneyebutkan bahwa “Barangsiapa yang tidak mempunyai guru, maka gurunya adalah setan”.

Bagi mereka yang memahami esensi dari tasawuf tentu paham akan indahnya ilmu tasawuf sebagai cara umat manusia mendekatkan diri pada penciptanya, ajaran ini tetap dapat menyeimbangakn antara urusan akhirat dan duniawi serta tetap mencari alternatif yang relevan bagi para pencari tuhan di era globalisasi ini. Namun, jika pada realitanya tasawuf menjadi pelarian dari kersnya kehidupan dunia, tantanga terbesar yang harus dijalani ialah bagaimana ajaran ini tetap memastikan bahwa dalam pencariannya kepda tuhan tidak membuatnya asing sebagai makhluk sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline