Pagi ini, saya mendapatkan pencerahan dari kuliah umum yang disampaikan oleh Prof. Dr. H. Muchlas Samani, M.Pd., Guru Besar Universitas Negeri Surabaya, dalam sebuah acara yang diadakan oleh MPP Al Irsyad Al Islamiyyah. Sebagai bagian dari penyelenggara layanan pendidikan sekaligus orang tua, saya merasa topik ini sangat relevan dengan harapan dan tanggung jawab saya terhadap pendidikan anak-anak. Prof. Muchlas membahas pendekatan deep learning---sebuah cara pandang yang tidak hanya mengajarkan pengetahuan, tetapi juga nilai-nilai moral untuk membangun karakter.
Beliau menjelaskan bahwa deep learning mencakup tiga proses penting: mengetahui, merasakan, dan melakukan. Dengan analogi belajar mengendarai sepeda, Prof. Muchlas menekankan bahwa belajar bukan hanya memahami teori, tetapi juga melibatkan pengalaman emosional dan penerapan nyata dalam kehidupan. Pernyataan ini menggugah saya untuk merenungkan kembali, apakah penyelenggaraan pendidikan yang saya dukung sudah benar-benar memfasilitasi proses ini?
Sebagai penyelenggara layanan pendidikan, sering kali kita terlalu sibuk memastikan bahwa semua aspek teknis berjalan lancar---kurikulum terpenuhi, target akademik tercapai, dan fasilitas tersedia. Namun, apakah semua itu cukup untuk menjamin pendidikan yang bermakna? Kuliah ini menyadarkan saya bahwa pendidikan harus menyentuh hati siswa, membantu mereka menginternalisasi nilai-nilai moral, dan menjadi bekal untuk kehidupan nyata.
Lebih dari itu, sebagai orang tua, saya sering bertanya: Apakah pendidikan yang saya pilih untuk anak-anak sudah membimbing mereka menjadi pribadi yang tidak hanya pintar, tetapi juga berkarakter? Anak-anak bukan sekadar penerima pengetahuan, mereka adalah manusia yang perlu diarahkan untuk mengenal dirinya, menemukan motivasi, dan mencintai nilai-nilai kebaikan yang mereka pelajari.
Deep learning, seperti yang dijelaskan Prof. Muchlas, menawarkan jalan untuk menjawab pertanyaan ini. Dengan pendekatan ini, pendidikan menjadi proses pembentukan manusia seutuhnya, yang melibatkan bimbingan agar anak-anak mengetahui, merasakan, dan akhirnya melakukan apa yang benar. Peran kita sebagai penyelenggara pendidikan dan orang tua adalah memastikan bahwa proses ini terjadi, bukan hanya memberikan anak-anak informasi yang harus mereka hafalkan.
Namun, ini bukan tugas yang mudah. Sebagai orang dewasa, kita harus introspeksi, apakah kita sendiri telah menjadi teladan dalam menerapkan nilai-nilai yang kita harapkan dari anak-anak? Apakah kita telah menciptakan lingkungan yang mendukung mereka untuk belajar dengan mendalam dan bermakna?
Prof. Muchlas mengingatkan bahwa deep learning adalah perjalanan bersama, di mana guru, orang tua, dan penyelenggara pendidikan memiliki peran penting untuk saling melengkapi. Pendidikan yang bermakna hanya dapat tercipta jika semua pihak bekerja sama, memberikan ruang bagi anak-anak untuk tumbuh, belajar, dan berkarakter.
Pesan terakhir dari kuliah ini benar-benar menyentuh hati saya: "Deep learning memungkinkan siswa memahami nilai-nilai moral, mencintai apa yang mereka pelajari, dan mengaplikasikan pengetahuan secara nyata." Sebagai orang tua dan penyelenggara pendidikan, saya merasa pesan ini adalah panggilan untuk menghayati kembali esensi pendidikan. Bukan sekadar mengejar hasil akhir, tetapi memastikan bahwa anak-anak tumbuh menjadi individu yang berintegritas dan memiliki nilai-nilai moral yang kokoh.
Refleksi ini menjadi pengingat bagi saya untuk terus mendukung dan memperjuangkan pendekatan pendidikan yang mendalam, baik di lingkungan keluarga maupun dalam layanan pendidikan yang saya kelola. Sebab, pendidikan sejati adalah tentang membangun manusia yang mampu merasakan kebaikan, memahami makna, dan berkontribusi untuk dunia di sekitarnya. Sudahkah kita menjalankan peran ini dengan sepenuh hati? Ataukah saatnya kita memulai kembali, kali ini dengan lebih mendalam dan bermakna?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H