Seorang pemikir politik zaman renaisans yang terkenal dengan teorinya yang kontroversial sampai saat ini masih banyak yang menjadikan terinya sebagai hand book dalam karir politiknya. Bukan hanya perorangan bahkan banyak golongan seperti partai politik maupun organisasi politik lainnya ikut menjadikannya sebagai hand book. Ini terutama karena teori kekuasaan yang ditawarkan Machiavelli berfokus pada metode apa yang harus digunakan seseorang dalam memperebutkan serta mempertahankan kekuasaan. Selain itu teori yang ditawarkan Machiavelli juga mensyaratkan pada hal apa saja yang harus dimiliki oleh seseorang dalam upaya merebut dan memertahankan kekuasaan.
Machiavelli dan Latar Belakang Pemikirannya
Machiavelli lahir di kota Florence pada tahun 1467 serta dibesarkan di kota itu. Kota Florence pada saat itu dikuasai oleh Dinasti De Medici yang berkuasa dengan tangan besi. Di bawah kekuasaannya, Italia mempunyai peradaban yang sangat urban dan sekuler. Ia berhasil membangun Italia menjadi sebuah negara yang kuat berkat gaya kepemimpinanya yang keras dan kuat. Dmikian kuatnya dinasti De Medici, sampai-sampai tak seorangpun dari warga Italia yang berani menantangnya. Meskipun dalam perjalanannya, pernah terjadi pemberontakan oleh Savonarola, yang pada akhirnya juga berhasil dimusnahkan. Svaranola berhasil ditangkap dan kemudian dijatuhi sanksi hingga dieksekusi dengan dibakar. Machevelli mempunyai latar belakang sebagai mahasiswa di Universitas Florence. Pada masa studinya ia mempelajari kajian-kajian klasik dari Marcello Adriani. Setelah lulus bebrapa tahun, Machiavelli menempati psosii srategis di negaranya, yaitu sebagai sekertaris di negaranya dikemudian hari. Machiavelli menurut pemaparan Benardo dalam tulisannya bahwa Machiavelli merupakan anak yang cerdas. Sejak Machiavelli beurumur 14 tahun, ia telah mampu membuat karangan yang memenuhi standar dengan mengikuti metode humanis.
Italia di bawah Dinasti De Medici yang keras merupakan faktor utama yang mempengaruhi pemikiran Machiavelli di kemudian hari. Hegemoni kekuasaan yang dipraktekkan De Medici membuat Machiavelli sadar bahwa dalam politik kekuasaan, pendekatan normatif bahkan normatif keagamaan tidak bisa ditempatkan sebagai pegangan. Di sinilah cikal bakal munculnya teori kekuasan dan negara Machiavelli yang kontroversial. Ia secara gamblang menolak teori sebelumnya yang dikumandangkan oleh Thomas Aquinas maupun St Augustinus. Ia menolak terutama penyatuan antara urusan agama dengan urusan negara. Faktor yang lain yang juga merupakan hal dibalik teori kekuasaan dan negara Machiavelli adalah peristiwa Vitelli. Vitelli adalah nama seorang pemimpin tentara bayaran. Masalah yang terjadi pada saat itu adalah maraknya penggunaan tentara bayaran dalam memperjuangkan kepentingan nasional. Ketika Florence dengan tentara bayaran tersebut ingin merebut Pisa, tentara bayaran tersebut mengehntikan penyerangan karena Pisa ternyata memberikan bayaran terhadap tentara bayaran itu lebih mahal. Di sinilah kemudain muncul pemikiran Machiavelli bahwa militer dalam suatu negara mutlak adanya. Negara harus mempunyai militer sendiri dan mandiri. Militer harus direkrut dari msyarakat tanpa adanya tenyara bayaran lagi karena dengan adanya tentara sendiri dari kalangan masyarakat maka nasionalisme militer itu akan kuat. Mereka akan relah matian-matian bertempur demi mempertahankan negaranya. Pemikiran atau gagasan Machiavelli yang lain berbunyi bahwa siapa yang memiliki senjata akan mengalahkan siapa yang tidak memiliki senjata, manusia pada hakikatnya lemah namun akan kuat pada waktu selanjutnya dan pada akhirnya akan saling menjatuhkan, serta dalam memperebutkan kekuasaan sifat kebinatangan kadang dibutuhkan.
Hubungan Kekuasaan dan Negara versi Machiavelli dengan Dinamika Politik Nasional
Pemikiran-pemikiran politik Machiavelli memang telah banyak menjadi pedoman bagi politisi-politisi di banyak negara, baik mereka yang mengakui telah menggunakannya sebagai pedoman maupun mereka yang secara sembunyi-sembunyi. Dalam suasana politik di Indonesia pun telah banyak politisi negeri terbesar di Asean ini yang menggunkannya sebagai hand book politiknya. Hal ini sangat mudah ditemui dan dianalisis pada pasca jatuhnya orde baru hingga sekarang. Pada saat pengklaiman supersemar sebagai surat penyerahan kekuasaan, Soeharto sudah menerapkan praktek politik dalam hal ini perebtan kekuasaan tanpa pendekatan normatif. Hal ini diperparah saat penahanan mantan Presiden Soekarno sebagai tahanan politik yang memperlakukannya secara tidak adil terhadap mantan presiden dan pendiri bangsa. Soeharto dalam artikel bagian FOKUS pada Majalah Forum Keadilan memaparkan bahwa kematian Soekarno sengaja dipercepat. Ini sejalan dngan teori mempertahankan kekuasaan oleh Machiavelli yaitu menghabisi semua yang ada hubungannya dengan penguasa lama. Dalam kasus ini memang secara tidak langsung dihabisi semua keluarga bung Karno, namun mempercepat kematian Soekarno merupakan hal yang paling sentral untuk menghindari ancaman kekuasaan Soeharto sebagai presiden. Inipun seperti yang dikatakan oleh Machiavelli dalam karyanya pemusnahan bertujuan untuk menghindari ancaman kekuasaan oleh penguasa lama.
Praktek teori kekuasaan Machiavelli yang dituangkan dalam karyanya The Princedan The Discourses juga nampak pada dinamika politik zaman reformasi saat ini. Dimana gagasan Machiavelli “siapa yang mempunyai senjata akan mengalahkan siapa yang tidak mempunyai senjata”. Dalam dinamika politik nasional saat ini, terlihat jelas siapa yang memiliki senjata dalam hal ini modal dan mediasaya istilahkan 2M. Maka merakalah yang akan memenangkan percaturan politik atas mereka yang tidak mempunyai 2M. Yang secara idelanya harusnya siapa yang memiliki kompetensi politik yang tinggilah yang pantas menang, namun kenyataannya mereka jika tidak memiliki senjata 2M maka dia tidak akan mendapat apa-apa. Hal ini dapat dianalisis pada pemlihian umum baik legislatif maupun prsiden dan wakil presiden setiap kali pesta demokrasi. Dewasa ini partai politik yang pemiliknya juga seorang pemilik media dengan gencar dan pedenya menggunakan medianya dalam pencitraan partai politiknya. Pembelaan melalui medianya tidak segan-segan diperlihatkan atas diri dan partainya jika dirundung masalah meskipun tidak sesuai dengan kenyataan. Kasus ini nampak jelas bahwa sifat-sifat normatif dan keagamaan telah disingkirkan.
Kelakuan politisi yang lain yang menjadikan karya politik Machievelli sebagai hand book adalah digunakannya agama sebagai alat utnuk memperoleh kekuasaan. Sebagaiman gagasan Machievelli bahwa kebajikan, agama, moralitas merupakan alat untuk mempeoleh kekuasaan. Bukan kekuasaan untuk agama, kebajikan, ataupun moralitas karena inti dari kekuasaan adalah kekuasaan itu sendiri. Model semacam ini dapat pula kita analisis pada saat menjelang pemilu. Calon legislatif maupun calon presiden mendekatkan diri kepada tokoh-tokoh agama untuk menggalang dukungan. Agama diposisikan dalam dirinya sebagai sentral penarik massa. Selain itu, pendekatan kepada masyarakat melalui blusukan atau pembagian sembako merupan atas nama kebajikan dan moralitas. Ini dlakukan dalam hal menggalangan suara. Pemandangan seperti ini sudah kerapkali terjadi dalam masyarakat dan merupakan sesutau yang menjadi warnah tersendiri dalam dinamika politik nasional dewasa ini.
Memang kita sebagai akademisi ataupun mahasiswa prihatin dalam menyaksikan realitas yang terjadi. Empuknya kursi jabatan merupakan harga mati yang tidak ada tawaran lagi. Penyingkiran pesaing-pesaing dalam perebutan kekuasaan mutlak perlunya sehingga penyingkiraanya juga kadang dilakukan dengan cara yang tidak manusiawi seperti halnya teori Machievelli pula. Situasi dan kondisi perebutan kekuasaan menjadi ajang pertarungan antara binatang versus binatang. Namun dalam hal ini, tidak bisa diingkari bahwa realita di lapangan masih ada sebagian politisi maupun praktek politik yang memang masih manusiawi dan bahkan sangat mulia. Hal semacam inipun dalam perkembangannya hingga saat ini, manusia-manusia mulia dalam ranah politik nasional maupun daerah mulai mengalami penurunan. Data yang bisa saya tunjukan adalah bahwa beberapa orang MA justru yang melakukan pencabulan atas keadilan dan menelanjangi hukum. Serta beberapa kasus korupsi gotong royong juga diprektekkan di beberapa daerah salah satunya di Mamasa, Sulawesi barat beberapa tahun belakangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H