Lihat ke Halaman Asli

Mengenal Fase-fase Perkembangan Antropologi

Diperbarui: 26 Oktober 2021   20:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Antropologi berasal dari dua kata Yunani yaitu "Anthropos" yang berarti manusia dan "Logos" yang berarti ilmu. Secara sederhana Antropologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang manusia. 

Pengertian secara luas Antropologi adalah ilmu yang mengkaji segala seluk-beluk yang berkaitan dengan manusia dan masyarakat, dimana ilmu ini berusaha memperoleh pengertian atau pemahaman tentang keanekaragaman manusia secara lengkap dan faktual dengan mempelajari tingkah laku,  bentuk fisik, kebiasaan, pemikiran, kebudayaan, susunan masyarakat dan lain sebagainya. 

Antropologi juga mengkaji tentang perbandingan antara perbedaan manusia satu dengan manusia lainnya yang nanti akan memperoleh hal-hal apa yang membuat mereka berbeda dan hal-hal apa yang membuat mereka sama.

Menurut Koentjadiningrat, fase-fase perkembangan Antropologi diawali pada abad ke-15 dan berakhir pada sekitar tahun 1930-an. Koentjadiningrat membagi fase-fase tersebut menjadi 4 fase, yaitu fase pertama sebelum abad ke-18, fase kedua pertengahan abad ke-19, fase ketiga awal abad ke-20, dan fase keempat sesudah tahun 1930-an. Berikut ini penjelasan mengenai setiap fase-fase perkembangan Antropologi.

 1. Fase Pertama (Sebelum Abad ke-18)

Pada akhir abad-15 Bangsa Eropa berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia termasuk benua Amerika, Afrika, Asia, dan Australia. Dari hasil penjelajahan tersebut mereka mendapatkan hal-hal yang asing atau sesuatu yang baru yang tidak mereka temukan di negara asal. Bangsa Eropa melihat adanya keanekaragaman perbedaan antara bangsa mereka dengan bangsa lain yang tinggal di tempat benua yang mereka jelajahi.

Perbedaan-perbedaan tersebut contohnya dalam bentuk fisik, tingkah laku, bahasa, susunan masyarakat, kebudayaan, dan sebagainya. Nah, dari situ Bangsa Eropa kemudian berpikir untuk mengabadikan atau mendokumentasikan keanekaragaman tersebut ke dalam sebuah tulisan atau buku yang nanti dapat digunakan sebagai bahan kajian Etnografi. 

Tentunya hasil tulisan tersebut dengan cepat tersebar luas di Eropa karena sangat menarik bangsa mereka. Dengan buku atau hasil tulisan inilah yang akan menarik lebih banyak orang terpelajar atau peniliti untuk menjalajahi benua lain dengan tujuan meniliti keanekaragaman suku-suku bangsa tersebut.

 2. Fase Kedua (Pertengahan Abad ke-19)

Pada fase ini mengkaji bangsa-bangsa lain secara Etnografi sudah bukan hal yang awam dilakukan oleh bangsa Eropa. Pada abad pertengahan ke-19, sudah tersebar luas tentang bahan-bahan kajian Etnografi. Bahan-bahan Etnografi tersebut disusun menjadi sebuah karya tulis yang disusun berdasarkan perkembangan masyarakat dan kebudayaannya, dari yang evolusinya sangat lambat ke evolusi yang cepat.

Dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan kemudian Bangsa Eropa menyebut bangsa mereka adalah bangsa yang maju atau memiliki kemampuan berkembang yang cepat. 

Sedangkan mereka menyatakan bahwa bangsa di luar Eropa memiliki proses yang sangat lambat dalam evolusinya, yang kemudian memunculkan istilah primitive dengan arti masyarakat tertinggal. 

Nah, pada abad ini maka munculah ilmu Antropologi. Dari penelitian-penelitian yang panjang itu mereka dapat mengetahui sejarah perkembangan kebudayaan manusia beserta tingkatan-tingkatannya.

 3. Fase Ketiga (Awal Abad ke-20)

Pada abad awal ke-20 kajian Etnografi telah berkembang tidak hanya digunakan untuk mengkaji aspek kehidupan bangsa-bangsa namun juga difokuskan mempelajari suatu bangsa dengan lebih mendalam untuk memperoleh informasi kelemahan-kelemahan bangsa tersebut. 

Etnografi mulai digunakan untuk kepentingan pemerintah kolonial untuk memahami kebudayaan masyarakat modern yang kompleks. Ketika pemerintah kolonial mengetahui seluk-seluk bangsa tertentu, maka tentunya akan memudahkan mereka untuk menaklukkan bangsa tersebut. 

Pada fase ini Antropologi sudah menjadi ilmu praktis. Negara-negara Eropa memanfaatkan Antropologi untuk memahami bangsa yang mereka jajah.

 4. Fase Keempat (Sesudah Tahun 1930-an)

Fase terakhir pada tahun 1930-an. Pada fase ini ilmu Antropologi mengalami perkembangan yang pesat. Banyak digunakan di kalangan pemerintahan terkait fungsi praktisnya maupun kalangan akademis. Pemerintah memanfaatkannya sebagai pedoman untuk mempelajari bangsa jajahannya sedangkan kalangan terpelajar menggunakannya sebagai pedoman untuk memperoleh pemahaman tentang masyarakat secara universal.

Pada fase ini juga terjadi perubahan besar. Perubahan-prubahan tersebut yakni; kebudayaan asli bangsa-bangsa pribumi hilang karena sudah didominasi oleh pengaruh bangsa Eropa, perang dunia kedua memunculkan kebencian terhadap negara penjajah, banyak peniliti tertarik meniliti suku bangsa di daerah pedalaman Eropa, dan kemudian munculnya pendekatan evolusionisme unilineal yaitu anggapan bahwa kebudayaan berevolusi memalui tahap yang berurutan.


Sumber data: epository.ut.ac.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline