SKI| Jakarta - Agenda Sidang Ke dua Perdata perbuatan melawan hukum antara kuasa penggugat Amstrong Sembiring, SH., MH, dengan tergugat Notaris & PPAT Ny. Soehardjo Hadie Widyokusumo, SH perkara nomor 813/pdt.G/ digelar di ruang sidang 3 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (11/11/2020).
Dalam persidangan kedua yang digelar, pihak tergugat kembali tidak menghadiri persidangan, Majelis Hakim yang memimpin persidangan mengatakan, bahwa dari hasil jurusita yang melayangkan surat panggilan kepada notaris tersebut diterima oleh staf Andri dan pihak tergugat melayangkan surat.
Dalam penjabarannya, ketua majelis Hakim membacakan isi surat yang diberikan oleh notaris, Ketua Majelis Krisnugroho,SP.SH.,MH beranggapan bahwa surat tersebut tidak mempunyai makna arti apa-apa, karena majelis hakim berpendapat bila memang ingin memberi penjelasan, seharusnya tergugat menghadiri persidangan, bukan malah memberi surat, kan jurusita hanya mengirim surat panggilan untuk persidangan, tegas Kuasa Hukum Amstrong Sembiring,SH.,MH dalam keterangannya yang menirukan penjelasan Ketua Hakim.
Diketahui, Bahwa PENGGUGAT adalah merupakan ahli waris sah (anak kandung Almarhumah Soeprapti) yang telah memenangkan perkara Putusan Mahkamah Agung RI di tingkat Peninjauan Kembali No. 214PK/Pdt/2017 tertanggal 15 Juni 2017 yang di dalam putusannya Majelis Hakim MA telah menolak PK yang diajukan oleh pihak Soerjani Sutanto (Pemohon PK) merupakan pihak lawan dari PENGGUGAT. Bahkan bukti penolakan tersebut terbilang cukup ekstrem karena menegaskan termohonan PK tersebut Harus Ditolak.
Bahwa Ketua Majelis Hakim Agung Republik Indonesia, Syamsul MA'arif juga membatalkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia di tingkat kasasi dengan No.1525 K/Pdt/2015 tertanggal 27 Oktober 2015. Artinya dalam hal ini, Putusan MA selain menolak PK Soerjani Sutanto juga membatalkan putusan-putusan sebelumnya, baik di tingkat pertama, banding dan kasasi, ucap Kuasa Hukum Penggugat.
Amstrong beranggap, bahwa perbuatan oknum Notaris tersebut bertentangan dengan kaidah hukum sebagaimana tertuang dalam putusan MARI 3176/K/pdt/1988 dan Putusan MARI 199/K/TUN/2000 Tertanggal 17 oktober 2002 dengan ketua majelis (Almarhum) Prof Dr. Paulus E Lotulung telah membuat kaidah hukum.
Jadi Akta Hibah Nomor 18/2011 tanggal 9 Mei 2011 yang lahir timbul dari Akta Persetujuan Dan Kuasa berikut Akta Pernyataan Kesepakatan Bersama No 6 7 8 dan 9 adalah merupakan Akta Pemindahan Kuasa atau Akta Kuasa Mutlak, dan Akta Hibah itu merupakan Akta yang dilarang hukum karena merupakan bentuk penyeludupan hukum, ucapnya. (why).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H