Lihat ke Halaman Asli

Harapan Itu Ada, Catatan Seorang Nelayan

Diperbarui: 3 Oktober 2015   10:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini 17 Agustus 2015, 70 Tahun sudah bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan dari penjajahan, sejarah baru terukir di negeri ini ketika bapak Jokowi telah resmi terpilih menjadi presiden RI ke -7 pada tanggal 20 Oktober 2014. Jokowi, yang sebelumnya menjabat sebagai Walikota Surakarta dan Gubernur DKI Jakarta, banyak mendapat sorotan media nasional maupun internasional, karena dianggap sebagai presiden pertama Indonesia yang tidak berasal dari kalangan elit politik atau militer, dengan gaya kepemimpinan dan kepopulerannya yang unik.

Lima hari sebelum acara pelantikan, majalah TIME memuat Jokowi di halaman depannya, dengan tajuk "A New Hope" ("Harapan Baru"). Selain itu, beliau juga populer di kalangan media sosial Indonesia.

Ada banyak hal yang menarik bagi kami untuk ikut bergabung menjadi bagian perubahan terhadap pentingnya kepemimpinan negeri ini yaitu, tentang semangat kebenaran, tentang semangat kejujuran, tentang semangat kebersamaan, tentang semangat kebangsaan yang utuh. Hal itu dimulai dari kampanye politik yang berbeda, cara sikap kepemimpinan yang baik, tentang barisan tokoh-tokoh dalam lingkaran yang kami nilai sebagai tokoh-tokoh peduli bangsa yang bebas dari kepentingan pribadi dan golongan, tentang menggugah nurani yang mulai terkikis oleh sifat serakah lahir manusia.
Ada satu hal khusus yang menjadi perhatian kami sebagai nelayan ketika menyaksikan melalui televisi pada saat sidang pengangkatan Presiden Jokowi di sidang perdana MPR tanggal 20 Oktober 2014 dimana ada satu kutipan pidato yang berisi tentang “Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, dan memunggungi selat dan teluk. Ini saatnya kita mengembalikan semuanya sehingga 'Jalesveva Jayamahe', di laut justru kita jaya, sebagai semboyan kita di masa lalu bisa kembali. Menjadi semangat yang lama terkubur di hati nurani kami sejak lama tentang kejayaan masa lalu di laut yang telah diajarkan oleh pendahulu kami sebagai nelayan tangguh hidup dan membara kembali. Sebagai pemuda nelayan menjadi momentum bagi kami untuk berjuang kembali menjayakan laut sebagai sumber daya potensial dan berkelanjutan.

Beberapa catatan harapan dari kami sebagai nelayan kepada bapak Presiden Jokowi adalah, pertama dimulai dari komitmen khusus terhadap kemaritiman sebagai sebuah cita-cita untuk menjadi Poros Maritim Dunia. Cita-cita ini mengembalikan ruh yang telah lama hilang dan menjadi semangat perjuangan bagi nelayan untuk bangkit, berbenah dan bergerak maju untuk mewujudkan cita-cita tersebut.

Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia. sektor kelautan bisa menghasilkan seperempat APBN setara lima ratus triliun. namun belum dikelola dengan baik dan optimal. Harus dibangun armada dan keterampilan serta sentra industri pengolahan dan perdagangan berbasis komunitas kelautan di sedikitnya sepuluh wilayah (zona) maritim.

Peran utama pemerintah adalah keberpihakan pada industri bahari melalui: akses modal untuk modernisasi, pendidikan sumber daya manusia dan investasi infrastruktur mandiri. seluruh kemampuan sebenarnya sudah kita kuasai. Perubahan kebijakan dan regulasi hingga ke daerah dalam kerangka otonomi harus dilakukan terlebih dahulu agar terjadi sinergi kekompakan untuk mewujudkan cita-cita bersama, yang terpenting adalah bahwa keuntungan terbesar itu harus bersirkulasi di daerah bukan lari ke pusat seperti selama ini terjadi. sehingga daerah memiliki modal untuk turut menata sumber daya.
Kedua, Pengangkatan Menteri Kelautan Susi Pudjiastusti oleh Presiden Jokowi, menjadikan harapan baru untuk nelayan dan keluarganya, dengan profil unik dan latar belakang pengalaman yang telah didapatnya sehingga sukses dalam karir dan bisnisnya dimana sejarah usahanya dimulai dari berdagang ikan yang dimasa mendatang diharapkan mampu menstrategikan penyelesaian masalah pada kehidupan dan kesejahteraan nelayan. Susi Pudjiastuti ditunjuk sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan dalam Kabinet Kerja Joko Widodo dan Jusuf Kalla, yang ditetapkan secara resmi pada 26 Oktober 2014.
Ketiga, Regulasi/kebijakan yang berpihak pada kepentingan nelayan secara utuh dan berkelanjutan yang diikuti dengan penegakan hukum dibidang maritim, misalnya moratorium izin kapal asing menangkap ikan di Indonesia, kebijakan larangan penggunaan cantrang, larangan bongkar muat hasil tangkapan ikan di tengah laut, hingga larangan menangkap lobster dan kepiting yang masih bertelur.

Kebijakan yang dikeluarkannya tentu akan berdampak pada pelaku bisnis sektor perikanan hingga nelayan. Akan tetapi kebijakan ini akan menjadi langkah menuju perubahan yang baik karena aspek jangka panjang yang diakibatkan dari kebijakan tersebut. Beberapa kebijakannya telah dikritik habis. Bahkan, serangan bertubi-tubi harus dirasakan Menteri Susi dari pihak-pihak yang tak sejalan dengannya.

Sudah banyak kapal nelayan asing yang ditangkap dan ditenggelamkan karena terbukti melakukan pencurian ikan (Illegal fishing), data terakhir KKPNews – Jakarta. Sebanyak 38 kapal pencuri ikan ditenggelamkan secara serentak di enam titik lokasi yang berbeda. Penenggelaman dilakukan tepat sehari setelah peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70 Tahun 2015 yakni pada tanggal 18 Agustus 2015.
Lemahnya penegakan hukum di masa lalu harus dibayar mahal oleh pemerintah sekarang, karena banyaknya dampak buruk yang harus diperbaiki. Kerugian pengguna Trawl dan Cantrang, sama sekali tidak seimbang dengan kerugian yang telah dialami oleh bangsa selama ini. Kelestarian sumber daya perikanan dan pemanfaatan berkelanjutan untuk kemakmuran seluruh masyarakat Indonesia yang harus menjadi pertimbangan pertama dan utama
Keempat, Koordinasi lintas sektoral yang berjalan baik, cepat dan solid telah terbukti mampu dijalankan dalam kepemimpinan Susi Pudjiastuti dengan mengajak kerjasama semua pihak, antara lain dengan TNI AL, Bareskrim Polri, Ditjen Bea Cukai dan Ditjen Pajak (Kementerian Keuangan), Ditjen Perhubungan Laut (Kementerian Perhubungan), Kepolisian, dan para duta besar negara yang berbatasan dengan laut Indonesia, sampai Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pun melakukan MoU dengan KKP.

Kondisi Politik dan ekonomi yang ada saat ini merupakan tantangan besar untuk bapak Presiden Jokowi hadapi sebagai tanggung jawab pemimpin tertinggi dari negeri ini. Persoalan-persoalan besar yang lain disetiap bidang akan menunggu untuk segera diselesaikan dan menjadi kenangan indah di hati rakyat yang menunggu hasil perbaikan yang selama ini berjalan lambat dan tidak merata.

5 Tahun masa jabatan pertama bapak mungkin belum bisa merubah banyak kondisi yang terjadi saat ini tetapi kami percaya bahwa bapak Jokowi telah memulai dengan merubah cara berfikir, cara beraksi kami untuk menjadi bagian nelayan yang kreatif dan mandiri sebagai satu kesatuan bangsa yang utuh untuk menggapai Nawa Cita bersama. 5 tahun pasti sangat melelahkan memberantas para mafia yang sudah merata diseluruh unit kerja bapak, bahkan yang kami tahu dan rasakan pun di tingkat terendah seperti RT sampai Kelurahan juga sudah menjadi bagian dari rusaknya birokrasi yang korup dan tidak memihak kepentingan rakyat.

Bangsa kita adalah bangsa besar dengan ukuran, letak dan aneka ragam budayanya, menjadi bangsa yang seharusnya besar selayaknya. Seharusnya lebih besar dan maju dari Malaysia, Singapura, Thailand dan yang lainnya. Besar seperti sikap Pahlawan yang tidak punya nama di nisannya. Gugur karena kebesaran jiwa untuk kemerdekaan bangsa yang sebenarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline