Lihat ke Halaman Asli

Andi Zulkifli Nurdin

Aparatur Sipil Negara yang hobby Ngeblog

Ical Incar Kursi Boediono

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

boediono

Pembentukan Sekretariat Bersama (sekber) Koalisi pasca "mutasi" SMI ke World Bank, dimana Aburizal Bakrie (Ical) menjadi ketua hariannya adalah langkah yang sangat "cerdik". Ibarat permainan bola, gol tangan tuhan Maradona mampu mengecoh wasit dan bahkan jutaan penontonya. Walau dikemudian hari gol kontroversial ini akhirnya terungkap dari pengakuan Maradona sendiri. Tapi apa hendak dikata, gol tersebut telah menghempaskan impian banyak orang. Walau berbagai argumen yang dilontarkan oleh politisi demokrat, yang intinya ingin menunjukkan pada publik bahwa pembentukan sekretariat bersama sebagai langkah untuk lebih memperjelas arah koalisi namun penunjukan Ical yang juga sebagai Ketum Partai Golkar boleh dikata merupakan "training" menuju kursi RI 1. Dan yang lebih penting lagi, dengan masuknya Ical sebagai pelaksana harian pelan tapi pasti akan menggeser peranan Wapres Boediono yang selama ini terlilit kasus hukum Bank Century. Posisi strategis ini ternyata luput dari perhatian partai-partai koalisi lainnya. Politik transaksional seperti ini memang wajar-wajar saja. Saling mengakomodir kepentingan guna melanggengkan kekuasaan. Rakyat pun hanya bisa menjadi penonton, tidak mampu berbuat apa-apa lagi. Lantas menjadi pertanyaan besar, apakah dengan terbentuknya sekber maka partai-partai koalisi akan menjadi lebih solid? Atau jangan-jangan koalisi ini hanya mampu bertahun sampai tahun 2013. Dalam beberapa contoh kasus pemilukada, pecah kongsi sudah lazim terjadi jelang masa bakti/tugas akan berakhir. Masa romantisme pemerintahan umumnya hanya pada awal-awal berkuasa saja. Koalisi yang pada awalnya dibentuk guna mengawal jalannya pemerintahan malah menjadi ajang tekan menekan guna mendapatkan posisi atau jabatan. Visi dan misi hanya menjadi tumpukan kertas yang tidak ada artinya sama sekali. Kalau sudah begini, akhirnya sudah mudah ditebak. Rakyat pun kembali gigit jari. Reformasi ternyata tidak seenak yang dibayangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline