Lihat ke Halaman Asli

Qeisza Nazwa Kautsarriva

Mahasiswa Sastra Inggris UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Menyuarakan Bisu: Mengapa Banyak Korban Pelecehan Memilih Diam

Diperbarui: 23 Juni 2024   22:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pelecehan merupakan salah satu masalah yang paling merusak dalam masyarakat kita. Ini tidak hanya merusak korban secara fisik dan mental, tetapi juga menciptakan dampak yang luas terhadap komunitas dan budaya secara keseluruhan. Meskipun masalah ini sudah lama ada dan dikenal luas, yang lebih mengkhawatirkan adalah banyaknya korban yang memilih untuk tetap diam tentang apa yang mereka alami. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan yang mendalam dan kompleks: Mengapa begitu banyak korban pelecehan tidak berani untuk bersuara?

Salah satu alasan utama adalah ketakutan akan stigma dan penghakiman dari masyarakat. Korban pelecehan sering kali merasa malu, bersalah, atau takut tidak akan dipercaya jika mereka berbicara tentang pengalaman mereka. Stigma yang melekat pada korban pelecehan sangat kuat dan sering kali menyebabkan mereka merasa terisolasi. Masyarakat sering kali cenderung menyalahkan korban, menganggap bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang mengundang pelecehan, atau meremehkan keseriusan situasi tersebut. Budaya yang menyalahkan korban dan menganggap pelecehan sebagai hal yang biasa juga berkontribusi pada ketidakmampuan korban untuk bersuara. Akibatnya, banyak korban yang merasa lebih aman jika mereka tetap diam, daripada menghadapi penghakiman yang tidak adil.

Selain itu, kekuatan dan otoritas pelaku pelecehan juga memainkan peran penting dalam membuat korban merasa terintimidasi dan tidak berdaya. Pelaku pelecehan sering kali adalah individu yang memiliki kekuasaan atau pengaruh, baik itu di tempat kerja, lingkungan sosial, atau bahkan dalam keluarga. Korban sering kali merasa bahwa melawan atau melaporkan pelaku pelecehan akan membawa risiko lebih besar bagi mereka, seperti pembalasan atau lebih banyak pelecehan. Ketakutan akan kehilangan pekerjaan, rusaknya reputasi, atau ancaman fisik adalah beberapa contoh risiko yang mungkin dihadapi korban jika mereka berani untuk berbicara.

Kekurangan dukungan dan sumber daya juga menjadi faktor penting mengapa korban memilih untuk tetap diam. Banyak korban tidak tahu ke mana harus mencari bantuan atau merasa bahwa tidak ada yang akan membantu mereka. Kurangnya sistem dukungan yang efektif untuk korban pelecehan juga membuat banyak korban merasa terisolasi dan tidak didengar. Di banyak tempat, fasilitas dan layanan untuk membantu korban pelecehan sangat terbatas, dan prosedur hukum yang rumit sering kali menjadi penghalang besar bagi mereka yang ingin mencari keadilan.

Selain itu, korban sering kali mengalami perasaan bersalah dan trauma yang mendalam. Mereka mungkin menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi, merasa bahwa mereka seharusnya bisa mencegah pelecehan tersebut. Trauma yang diakibatkan oleh pelecehan juga bisa membuat korban sulit untuk berbicara atau mengingat kembali apa yang telah mereka alami. Proses menceritakan pengalaman pelecehan bisa sangat menyakitkan dan mengakibatkan retraumatisasi, yang pada akhirnya membuat korban lebih memilih untuk diam.

Namun, penting untuk diingat bahwa diamnya korban tidak sama dengan persetujuan atau kesetujuan terhadap pelecehan yang mereka alami. Diam sering kali merupakan cara korban untuk melindungi diri mereka sendiri dari lebih banyak trauma dan kerusakan. Dalam banyak kasus, korban mungkin merasa bahwa tetap diam adalah satu-satunya cara untuk mempertahankan rasa aman dan stabilitas dalam hidup mereka.

Untuk mengatasi masalah ini, masyarakat perlu membangun lingkungan yang mendukung dan aman bagi korban pelecehan untuk bersuara. Ini termasuk menghilangkan stigma yang terkait dengan menjadi korban pelecehan, meningkatkan kesadaran tentang sumber daya yang tersedia, dan memperkuat sistem dukungan untuk korban. Pendidikan dan kampanye kesadaran masyarakat harus terus digalakkan untuk mengubah persepsi dan sikap terhadap korban pelecehan.

Selain itu, penting bagi kita semua untuk mendengarkan dengan empati dan memberikan dukungan kepada korban pelecehan. Empati adalah kunci untuk memberikan rasa aman dan penghargaan kepada korban. Mendengarkan tanpa menghakimi, memberikan dukungan emosional, dan menawarkan bantuan praktis dapat sangat membantu korban dalam proses penyembuhan mereka. Dukungan dari teman, keluarga, dan komunitas dapat memberikan kekuatan bagi korban untuk melaporkan pelecehan dan mencari keadilan.

Kita juga perlu mengambil tindakan untuk mendukung korban dalam mencari keadilan. Ini termasuk memastikan bahwa sistem hukum berfungsi dengan adil dan efektif dalam menangani kasus pelecehan, menyediakan layanan dukungan yang memadai, dan menciptakan kebijakan yang melindungi korban. Hanya dengan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan, kita dapat menciptakan perubahan yang nyata dalam melawan pelecehan.

Dalam perjuangan melawan pelecehan, suara korban adalah kunci untuk perubahan yang nyata. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk mendukung korban pelecehan dan menciptakan masyarakat di mana suara mereka didengar dan dihargai. Dengan mengatasi stigma, memberikan dukungan yang memadai, dan mengambil tindakan untuk memastikan keadilan, kita dapat membantu korban merasa lebih aman untuk bersuara. Hanya dengan begitu, kita dapat berharap untuk mengurangi dampak pelecehan dalam masyarakat kita dan menciptakan lingkungan yang lebih aman dan adil bagi semua orang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline