Habis emosi terkuras dihadapan mereka yang dengan mudahnya mengatakan aku adalah laki-laki kurang ajar.
Celotehanku dari tadi ternyata justru mendapatkan perhatian serius dari wanita yang aku cintai. Dia berdiri dibalik jendela ketika aku berada diluar menemui mereka dengan penjelasan yang panjang lebar ku.
Baginya adalah hiburan sehingga ketika aku masuk kedalam rumah, aku melihatnya masih berdiri ditempatnya dengan menatap ku saat aku masuk kedalam rumah.
Senyumannya sungguh begitu indah nan mengenyangkan perut jika dilihat. Sekedar menyapa dengan menggunakan logika cinta yang selama ini belum pernah aku katakan padanya.
"Wahai bidadariku, apa yang membuatmu melelah sebelum sorot lampu menerangi kegelapan yang hampir mendalam ini ?."
Jawabnya dengan pelan, disaksikan oleh ibuku, wanita yang penuh sensasi itu mengayunkan tangannya ingin meraihku, "aku bahagia sebab kamu sudah menjadi pahlawan ku sore ini dan mungkin juga malam ini."
Sepertinya dia salah ucap. Dia mungkin tidak melihat kalau ibu juga ada disini, diantara penyatuan hati yang paling membutuhkan sebab ada yang mau dijadikan tokoh dalam karakter malam yang membawa kegelapan ini yang sebentar lagi bersua direlung jantung hitamnya gelap yang bermakna suci.
Kupandangi wajah nya, dia tetap ingin meraih tanganku. Kuulurkan tanganku untuk meraihnya juga, aku dan Alin seakan berhenti disatu tepian hati yang serupa untuk mendengarkan musik cinta yang hanya kami berdua yang pahami.
Melihat keadaan erat dengan cara yang sama, ibuku merespon dengan sangat cepat sampai aku lupa jika malam ini adalah suatu prosa yang lebih bernilai estetis dibanding keberadaan kami sebelumnya.
"Nak, jangan terlalu dekat-dekat !. Kamu juga Alin, harus bisa menjaga pandangan orang. Masa ada ibu disini, baru juga masuk kedalam rumah, eh kalian ingin semesta ini milik kalian berdua."
"Iya bu." Jawabku pada ibuku yang agak heran melihat konsepsi ala hubungan kami.