"Karena Halal bukan sekedar gaya hidup"
Yaa...kalimat tersebut mengutip tagline salah satu produk kosmetik di Indonesia.
Saya setuju dengan tagline tersebut bukan karena saya pengguna kosmetik wajah, (koe lanang bro..) Tapi karena memang memilih yang Halal bukan sekedar gaya hidup. Jika saja bisa ditambahkan sedikit, standar Halal adalah prinsip seorang muslim-Muslimah dalam menentukan produk jenis apa yang akan di gunakan pada tubuhnya. Entah itu makanan, pakaian, kosmetik dan lain-lain. Tidak tangung-tanggung, standarisasi halal dibuat sendiri oleh Allah, tuhan semesta alam dan kemudian disampaikan melalui Rasulnya hingga sekarang pedoman Halal bisa kita dapatkan dari referensi Kitab suci Umat Islam yaitu Alquran dan riwayat nabi yaitu Al-Hadits.
Bagi muslim di Indonesia dan negara mayoritas muslim lain, bukan hal sulit menemukan produk dengan sertifikasi dan logo Halal. Selain karena Indonesia memiliki Kementerian Agama juga mayoritas konsumen Indonesia adalah muslim, sehingga mau tidak mau produsen-produsen yang memasarkan produknya di Indonesia harus membuat produknya mengikuti standar halal. Sedangkan di negara minoritas muslim, mencari produk halal adalah tantangan tersendiri bagi muslim disana. Dari banyak produk yang menggugah selera dari segi rasa dan penampilan, tapi muslim yang baik akan senantiasa teguh dengan prinsip Halalnya.
Saya sebagai Mahasiswa Farmasi, yang orientasi studinya senantiasa berkutat pada produk obat, kosmetik, Makanan dan alat kesehatan selalu mendapati konsep Halal menjadi pembahasan tersendiri dalam menentukan kualitas produk. Banyak produk pendukung kesehatan saat ini seperti suplemen makanan dan produk herbal berlomba-lomba untuk mendapatkan sertifikasi halal untuk menunjang komersialitas. Selain itu, tidak sedikit konsep halal yang kini telah terbukti sesuai dengan teori-teori ilmiah lewat banyaknya kegiatan dan jurnal penelitian. Ini tentunya akan menjadi kabar baik, bahwa tuntunan untuk memilih yang halal bukan tanpa alasan dan sekali lagi bukan sekedar "gaya hidup".
Sebagai contoh, mengapa hewan yang akan dikonsumsi tapi mati bukan dengan cara disembelih atau telah menjadi bangkai adalah haram, karena hewan tersebut memiliki gumpalan darah pada jaringan otot(daging) sehingga akan membahayakan ketika dikonsumsi. lain halnya dengan bangkai ikan di laut yang masih berstatus halal karena air laut dengan kadar garam tinggi akan menjadi pengawet alami bagi daging ikan.
Namun tentu saja konsep halal-haram juga sering menimbulkan keragu-raguan dari seorang muslim sendiri. yang paling sering didapati adalah produk dengan kandungan "Alkohol" sering di pukul rata dengan status Haram! Padahal pengertian alkohol adalah luas dalam ilmu kimia. Sebagai konsumen muslim harus pandai membedakan yang mana alkohol yang memabukkan (bersifat Khamr)dan alkohol denaturasi/etanol (alkohol sederhana, mengandung gugus -OH). haram yang dimaksudkan adalah yang memiliki sifat Khamr atau memabukkan dan mengganggu kondisi psikologis.
Lain lagi dengan istilah "gelatin" pada cangkang kapsul obat yang sering dianggap adalah produk hasil hidrolisis kolagen dari kulit babi. Padahal kolagen yang dapat dihidrolisis menjadi gelatin tidak hanya dari babi, tapi juga dari tulang dan kulit sapi serta rumput laut pun dapat digunakanan. bahkan penelitian terakhir ada yang berinovasi membuat gelatin dari kolagen kulit kambing. tentunya produsen halal akan mempertimbangkan hal tersebut dalam meng"halal"kan produknya.
Pada akhirnya, sebagai muslim akan senantiasa dituntut belajar lebih dalam lagi mengenai tuntunan untuk memilih dan memilah yang mana hala dan yang mana haram. selain karena perintah halal adalah sebuah tanda kepatuhan terutamanya bagi seorang muslim juga bahwa ada hal yang bersifat maknawi dibalik perintah tersebut.
Jadi, masih menjadi halal hanya sekedar gaya hidup?
Sesungguhnya yang halal adalah jelas dan yang haram juga jelas dan di antara keduanya terdapat perkara yang samar, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang menghindar dari yang samar maka dia telah menjaga agamanya dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjatuh dalam perkara yang samar maka dia telah terjatuh dalam perkara yang haram, seperti penggembala yang berada dekat di pagar milik orang lain dikhawatiri dia masuk ke dalamnya. (Muttafaq Alaih)