Lihat ke Halaman Asli

Qanita Zulkarnain

Magister Psikologi

Pernah Mulas, Mual, atau Pusing Ketika Panik atau Cemas? Mari Mengenal Konsep Psikosomatis

Diperbarui: 1 Juli 2023   13:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Nik on Unsplash

Bukan tidak aneh, jika ketika seseorang divonis satu penyakit kronis lalu panik, stres, atau cemas.

Tapi, selain menjadi akibat, hal-hal seperti panik, stres, atau cemas juga bisa jadi sebab.

Beberapa dari kita mungkin pernah tiba-tiba mulas ketika cemas karena tiba-tiba dipanggil atasan, atau sakit kepala ketika panik karena tiba-tiba disuruh presentasi tanpa persiapan yang cukup, atau mual sebelum ujian, atau mungkin merasa panas dingin ketika merasa stres karena akan tampil di depan umum.

Hal-hal di atas merupakan fenomena psikosomatis; yang secara sederhana dapat diartikan sebagai "ketika pikiran mempengaruhi tubuh", di mana faktor psikologis bermanifestasi sebagai gejala atau kondisi fisik.

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara stres, kecemasan, dan respons psikosomatis seperti mual dan migrain. Dengan mengeksplorasi konsep psikosomatis, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana kesejahteraan mental kita memengaruhi kesehatan fisik kita.

Pembahasan dalam artikel ini dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu kajian hubungan antara pikiran dan tubuh, sejarah perkembangan teori gejala psikosomatis, serta cara mengatasi dan menghindari gejala psikosomatis.

Hubungan antara pikiran dan tubuh

Hubungan antara pikiran dan tubuh adalah ide pokok dari teori psikosomatis. Psikosomatis terjadi ketika keadaan psikologis kita dapat berdampak signifikan pada kesejahteraan fisik kita. Panik, stres, cemas, dan faktor emosional lainnya dapat memicu respons fisiologis, yang menyebabkan gejala seperti mulas, sakit kepala, mual, dan lain-lain. Gejala-gejala ini berfungsi sebagai pengingat yang kuat bahwa kondisi mental dan emosional kita terkait erat dengan kesehatan fisik kita.

Ada banyak keadaan emosional yang dapat menjadi pemicu psikosomatis, misalnya panik, stres, dan cemas. Saat kita mengalami stres atau kecemasan, sistem respons stres tubuh kita menjadi aktif, menyebabkan pelepasan hormon stres seperti kortisol. Stres yang berkepanjangan atau kronis dapat mengganggu berbagai fungsi tubuh, termasuk pencernaan dan sirkulasi darah, yang dapat menyebabkan gejala seperti mual. Selanjutnya, ketegangan dan penyempitan pembuluh darah sebagai respons terhadap stres dapat memicu migrain atau sakit kepala parah.

Pengalaman psikosomatis dapat dipahami melalui model biopsikososial, yaitu karena interaksi antara faktor biologis, psikologis, dan sosial. Model tersebut menunjukkan bahwa keadaan psikologis dan emosional kita memengaruhi fisiologi kita, dan sebaliknya. Dalam kasus stres dan kecemasan, beban psikologis dan emosional dapat bermanifestasi secara fisik, menyebabkan berbagai gejala.

Teori psikosomatis menyatakan bahwa bahwa emosi, pikiran, keyakinan, dan stres dapat berdampak langsung pada fungsi dan proses tubuh. Berikut adalah faktor yang mempengaruhi hubungan antara pikiran dan tubuh:

  • Faktor Emosional dan Psikologis:
    Faktor psikologis, seperti stres, kecemasan, depresi, dan trauma, dapat memengaruhi kesehatan fisik. Reaksi dan keadaan emosional dapat memicu respons fisiologis dalam tubuh, yang menyebabkan perubahan detak jantung, tekanan darah, kadar hormon, fungsi kekebalan tubuh, dan banyak lagi. Misalnya, stres kronis dapat menyebabkan kondisi seperti hipertensi, gangguan pencernaan, dan melemahnya fungsi sistem kekebalan tubuh.
  • Respons Stres dan Jalur Neuroendokrin:
    Stres memainkan peran penting dalam hubungan antara pikiran dan tubuh. Saat kita mengalami stres, tubuh mengaktifkan respon stres yang biasa dikenal dengan respon fight-or-flight. Respons ini melibatkan pelepasan hormon stres, seperti kortisol dan adrenalin, yang dapat berdampak luas pada tubuh. Stres yang berkepanjangan atau kronis dapat mengganggu proses tubuh, menyebabkan berbagai gejala dan kondisi psikosomatis.
  • Gangguan Psikofisiologis:
    Teori psikosomatis mengakui adanya gangguan psikofisiologis, di mana faktor psikologis berkontribusi pada memperparahnya atau eksaserbasi gejala atau kondisi fisik. Contohnya termasuk migrain, sindrom iritasi usus besar (IBS), fibromyalgia, dan gangguan gejala somatik. Gangguan ini sering melibatkan interaksi yang kompleks antara tekanan emosional dan gejala fisik.
  • Modulasi Sistem Saraf Pusat:
    Sistem saraf pusat, yang meliputi otak dan sumsum tulang belakang, memainkan peran penting dalam hubungan antara pikiran dan tubuh. Proses emosional dan kognitif dapat memodulasi fungsi sistem saraf pusat, memengaruhi fungsi tubuh, persepsi nyeri, dan respons imun. Neurotransmiter, seperti serotonin dan dopamin, terlibat dalam mengatur suasana hati dan sensasi fisik.
  • Efek Placebo dan Nocebo:
    Teori psikosomatis mengakui pengaruh faktor psikologis pada hasil pengobatan. Efek plasebo mengacu pada fenomena di mana seseorang mengalami peningkatan gejala atau kesehatan karena keyakinan akan keefektifan suatu pengobatan, bahkan jika pengobatan itu sendiri tidak efektif. Sebaliknya, efek nocebo terjadi ketika ekspektasi dan keyakinan negatif tentang pengobatan atau kondisi menyebabkan pengalaman efek samping negatif atau gejala yang memburuk.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline