Sudah menjadi rahasia umum kalau tabiat kebanyakan orang Indonesia adalah suka menunda-nunda.
Mau berangkat main saja ditunda sampai akhirnya budaya ngaret lekat dalam kehidupan bermasyarakat kita.
Tentu saja, tidak semua orang seperti itu. Namun, yang seperti itu terhitung banyak. Setidaknya, cukup banyak untuk membuat kita tidak nyaman jika tidak menjadi mayoritas.
Saking karena semua orang akan ngaret, hadir tepat waktu justru dijadikan bahan omongan, atau minimal dijadikan bahan candaan.
Fenomena terbawa arus ini masuk dalam konsep konformitas dalam psikologi.
Jadi, apa yang sebenarnya terjadi dalam diri kebanyakan orang Indonesia sampai budaya ngaret dilestarikan?
Sebelumnya, kita telah membahas mengenai penyebab prokrastinasi (Baca di sini). Prokrastinasi adalah tantangan umum yang memengaruhi individu di berbagai budaya. Prokrastinasi sendiri sering kali mengakibatkan penurunan produktivitas dan peningkatan stres.
Prokrastinasi dan konformitas adalah fenomena psikologis yang saling berhubungan yang dapat mempengaruhi perilaku individu dan proses pengambilan keputusan.
Artikel ini akan mengeksplorasi hubungan antara pola pikir orang Indonesia yang berkaitan dengan konformitas, prokrastinasi, dan budaya ngaret. Kita akan menyoroti faktor budaya yang berkontribusi terhadap perilaku masyarakat Indonesia.
Dalam konteks sosial budaya Indonesia, terdapat keterkaitan antara konformitas, prokrastinasi, dan budaya ngaret. Hal ini dapat dipahami dari perspektif psikologis yang dipengaruhi oleh aspek sosial budaya. Berikut adalah beberapa pandangan dari perspektif psikologi: