Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita sering mendapati diri kita membuat penilaian dan kategorisasi orang berdasarkan tindakan, perilaku, atau karakteristik mereka. Apakah kita sedang mengevaluasi pilihan moral seseorang atau memberikan label tertentu padanya, penting untuk memahami perbedaan antara menilai dan memberi label dari perspektif psikologis dan sosial.
Mungkin kita pernah melakukan hal-hal ini:
Kumpulan skenario #1:
- Kita melihat seseorang berbicara dengan suara yang keras dan nada yang tinggi di telepon mereka di ruang publik, dan kita menganggap bahwa mereka adalah orang kasar dan tidak pengertian.
- Kita mengamati seorang rekan kerja datang terlambat untuk bekerja berkali-kali, dan kita menganggap bahwa mereka adalah orang yang malas atau kurang profesional.
- Kita melihat seseorang membuat kesalahan saat memberikan presentasi, dan kita menganggap mereka tidak kompeten atau tidak mampu dalam melakukan tugasnya.
- Kita menyaksikan orang tua kehilangan kesabaran dengan anak mereka di depan umum, dan kita menganggap bahwa mereka adalah orang tua yang buruk atau kurang kontrol.
- Kita melihat seseorang mengendarai mobil mewah dan menganggap mereka pasti kaya dan sukses.
Atau ini:
Kumpulan skenario #2:
- Kita sering melihat seseorang sering mendengarkan musik jepang dan memiliki pengetahuan mengenai anime, dan kita menganggapnya wibu.
- Kita memperhatikan seseorang yang mengenakan jilbab dan secara otomatis melabelinya sebagai agamis atau konservatif tanpa mempertimbangkan keyakinan atau nilai orang tersebut.
- Kita mengetahui bahwa seorang teman sedang belajar psikologi di perguruan tinggi, dan kita menganggap mereka "pandai membaca orang" hanya berdasarkan bidang studi mereka.
- Kita bertemu dengan seorang vegetarian, dan kita menganggap mereka "ikut-ikutan trend" atau "SJWnya binatang banget" tanpa mempertimbangkan alasan atau nilai di balik pilihan diet mereka.
- Kita bertemu seseorang yang mengenakan pakaian bergaya punk, dan kita menganggapnya sebagai "gembel" atau "nakal" tanpa mengetahui apa pun tentang kepribadian atau nilai mereka.
Di dunia yang dipenuhi dengan beragam kepribadian, wajar saja jika pikiran kita mengkategorikan dan mengevaluasi orang yang kita temui. Kita dengan cepat membentuk penilaian berdasarkan penampilan, tindakan, dan perilaku, tanpa disadari menundukkannya ke pengadilan pikiran kami. Tapi apa yang terjadi ketika penilaian itu berubah menjadi label? Apakah kita menjadi lebih benar dalam memahami, atau apakah kita jatuh ke dalam perangkap oversimplication dan bias yang berlebihan?
Kumpulan skenario #1 adalah contoh judging, dan kumpulan skenario #2 adalah contoh labeling.
Mari kita melangkah ke memahami judging dan labeling, di mana persepsi berkuasa dan asumsi memegang kendali.
Kita akan menggali jauh ke dalam dunia penilaian secara kognitif, di mana pikiran kita menari dengan nuansa moralitas, kompetensi, dan norma sosial. Kita akan mengurai benang tak kasat mata yang membentuk penilaian kita dan membahas manfaat dan konsekuensi negatif dari perilaku yang secara alamiah kita lakukan sehari-hari ini.
Dalam masyarakat yang mendambakan pemahaman dan koneksi, kita harus mempertanyakan narasi yang kita buat. Apakah kita puas dengan menerima penilaian tingkat permukaan, atau dapatkah kita melampaui bias bawaan kita dan terlibat dalam empati dan kasih sayang sejati?
Pada artikel ini, kita akan mempelajari konsep-konsep judging dan labeling beserta perbedaannya.
Judging: Mengevaluasi Tindakan dan Perilaku
Judging merupakan perbuatan yang berupa pembentukan pendapat, penilaian, atau evaluasi tentang individu berdasarkan tindakan, perilaku, atau kualitas mereka. Judging adalah proses kognitif alami yang melaluinya kita memahami dunia di sekitar kita. Dalam istilah psikologis, judging seringkali melibatkan penilaian subjektif, yang dipengaruhi oleh keyakinan, nilai, dan pengalaman pribadi kita.