Apakah Anda pernah berada dalam situasi di mana seseorang yang Anda sayangi mengalami masa sulit dan Anda ingin membantu? Seseorang tersebut bisa jadi adalah teman, keluarga, dan orang terdekat yang sedang ditimpa musibah atau sedang diberi ujian dalam kehidupan.
Sebagai manusia, kita secara alami merasakan empati terhadap orang lain dan memiliki keinginan untuk memberikan dukungan pada mereka saat membutuhkan.
Ya, terkadang kita ingin membantu orang yang terlihat kesulitan.
Seharusnya memang begitu.
Meskipun demikian, pernahkah Anda mempertimbangkan apakah niat baik Anda untuk membantu bisa menjadi sesuatu yang justru berbahaya? Tidak dapat kita pungkiri bahwa kadang-kadang, terlepas dari niat terbaik kita, upaya kita untuk membantu justru dapat berdampak negatif alih-alih mendorong pertumbuhan dan perubahan positif.
Tapi...bukankah empati adalah sesuatu yang baik?
Saya sendiri pernah menulis satu artikel khusus yang membahas tentang manfaat melatih empati. (Baca di sini)
Singkatnya, iya, tapi sudah jelas segala sesuatu yang berlebihan pasti tidak baik.
Seperti yang sudah kita ketahui, empati adalah kemampuan untuk memahami dan berbagi perasaan orang lain. Ini adalah kemampuan penting yang memungkinkan kita terhubung dengan orang lain, membangun hubungan dengan orang lain, dan menciptakan rasa kebersamaan dengan orang lain.
Namun, empati juga dapat memiliki konsekuensi negatif jika dilakukan terlalu jauh. Di antara wujud empati, ada welas asih dan enabling behavior. Penting untuk memahami perbedaan di antara kedua hal ini.