Pengukuran dalam psikologi dapat dikatakan lebih rumit jika dibandingkan dengan pengukuran fisik. Pengukuran kepribadian secara mutlak lebih sulit dari mengukur panjang atau berat papan. Meskipun demikian, pengukuran kepribadian tetap menjadi kebutuhan dalam berbagai kepentingan. Pada umumnya, pengukuran kepribadian dilakukan untuk mendeskripsikan sifat dan kecenderungan perilaku individu secara umum dan secara lebih jauh diharapkan mampu memberi prediksi kasar mengenai perilaku di masa depan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pengukuran yang baik membutuhkan alat ukur yang mengukur secara tepat dan dapat diandalkan. Terdapat banyak sekali alat ukur untuk mengukur kepribadian. Myers Briggs Type Indicator (MBTI) dan Big Five Personality Test merupakan salah dua dari alat ukur kepribadian yang paling populer di Indonesia. Penggunaannya tersebar dalam berbagai bidang, mulai dari kepentingan personal/individual, pendidikan, hingga industrial.
Lalu, apakah kedua alat ukur ini dapat dikategorikan layak pakai? Di antara keduanya, mana yang lebih baik?
Sebelumnya, perlu dipahami bahwa kepribadian dapat didefinisikan sebagai seperangkat karakteristik dan perilaku psikologis yang unik yang menentukan pola pemikiran, perasaan, dan tindakan individu. Ini mencakup berbagai sifat, termasuk pola perilaku, emosi, kognitif, dan sosial, dan dipengaruhi oleh interaksi yang kompleks dari faktor genetik, lingkungan, dan budaya.
Dengan kata lain, kompleksitas individu dapat dirangkum di bawah payung “kepribadian”. Dari sini, kita bisa memahami bahwa kepribadian memiliki spektrum yang sangat luas. Bagaimana cara mengukur sesuatu yang kompleks dan tidak terlihat? Bagaimana memastikan alat ukur yang digunakan sudah baik?
Secara umum, tes psikologi berangkat dari teori yang sudah dikembangkan sebelumnya. MBTI dikembangkan oleh Isabel Myers dan ibunya, Katherine Cook Briggs, pada tahun 1940an. Tes ini disusun berdasarkan teori tipe psikologis Carl Jung. Jung mengembangkan teorinya pada tahun 1920an, dengan mengusulkan bahwa individu memiliki preferensi yang melekat untuk bagaimana mereka memandang dan memproses informasi dan bagaimana mereka membuat keputusan. Dia mengidentifikasi empat dikotomi kepribadian, termasuk:
- Ekstraversi vs. Introversi (Extraversion-Introversion): Mengacu pada apakah individu memfokuskan energi mereka ke luar atau ke dalam.
- Observasi vs. Intuisi (Sensing-Intuition): Mengacu pada bagaimana individu memproses informasi, baik melalui indera mereka atau melalui intuisi dan pemikiran abstrak.
- Berpikir vs. Merasa (Thinking-Feeling): Mengacu pada bagaimana individu membuat keputusan, baik melalui analisis logis atau dengan mempertimbangkan emosi dan nilai-nilai mereka.
- Kaku vs. Luwes (Judging-Perceiving): Mengacu pada bagaimana individu mengatur kehidupan mereka dan mendekati tugas, baik melalui struktur dan perencanaan atau melalui fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi.
Kelemahan teori Jung di atas adalah metode yang digunakan tidak ilmiah. Meskipun demikian, teori tersebut menawarkan perspektif yang unik dan menarik tentang jiwa manusia sejak awal abad ke-20 sampai sekarang. Salah satu pengaruh teori Jung ini adalah tes MBTI. MBTI mengukur keempat dikotomi di atas dan mengkategorikan individu ke dalam salah satu dari 16 tipe kepribadian, berdasarkan preferensi individu tersebut.
Teori dasar dari Big Five Personality Test adalah teori mengenai Model Lima Faktor (Five Factors Model). Teori ini dikembangkan oleh McCrae dan kawan-kawan pada tahun 1960an sampai 1970an menggunakan analisis faktor. Dalam teori ini, kepribadian dapat dijelaskan menggunakan lima dimensi atau sifat yang luas, yaitu:
- Openess to experience: Mengacu pada tingkat kreativitas, imajinasi, dan keterbukaan individu terhadap ide-ide baru.
- Conscientiousness: Mengacu pada tingkat organisasi, tanggung jawab, dan ketergantungan individu.
- Extraversion: Mengacu pada tingkat sosialisasi, ketegasan, dan antusiasme seseorang.
- Agreeableness: Mengacu pada tingkat empati, kerja sama, dan kesukaan seseorang.
- Neuroticism: Mengacu pada tingkat stabilitas emosi, kecemasan, dan kemurungan seseorang.
Big Five Personality Test mengukur lima dimensi ini dan memberikan skor untuk masing-masing dimensi, dan tidak mengategorikan individu ke dalam tipe kepribadian tertentu. Teori di balik Big Five didasarkan pada asumsi bahwa kelima dimensi ini memberikan gambaran yang komprehensif dan akurat tentang kepribadian seseorang, dan kelima faktor ini relatif stabil dari waktu ke waktu dan lintas budaya.
Dari segi teori yang mendasari kedua alat ukur tersebut, terlihat jelas bahwa Big Five Personality Test lebih muda dari MBTI, sehingga metode yang digunakan dalam pengembangan alat ukurnya juga lebih baik dan mutakhir. Selain itu, Big Five Personality Test juga lebih baik dari MBTI karena didasari oleh teori yang empiris. Dalam perkembangannya, baik MBTI dan Big Five Personality Test relatif sama baiknya dalam uji validitas dan reliabilitas.