Lihat ke Halaman Asli

Qanita Zulkarnain

Magister Psikologi

Bunuh Diri dan Kesehatan Mental Indonesia

Diperbarui: 10 Maret 2023   10:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Tim Mossholder on Unsplash

Di bulan ini, dunia maya dihebohkan dengan kasus bunuh diri Chester Bennington, vokalis Linkin Park, dalam usia 41 tahun. Beberapa hari sebelumnya, salah seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang merupakan CEO muda salah satu agensi selebgram Indonesia juga menutup usia dengan isu serupa. 

Jika melihat beberapa bulan sebelumnya, Indonesia dihebohkan oleh seorang netizen WNI yang bunuh diri di Jagakarsa, Jakarta Selatan, dalam siaran langsungnya di Facebook.

Ditambah lagi belum seminggu beredar berita kakak-adik yang bunuh diri di Bandung, Jawa Barat. Belum lagi serentetan kasus bunuh diri lainnya yang memunculkan highlight'Indonesia Darurat Kesehatan Mental' di beberapa situs berita di dunia maya.

Dewasa ini, bunuh diri bukan lagi sesuatu yang asing di telinga kita. Dalam situsnya, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa 1.4% dari penyebab kematian di seluruh dunia adalah bunuh diri dan oleh sebab itu menjadi penyebab kematian terbanyak di urutan ke-17 pada tahun 2015. Di Indonesia sendiri, sekitar 4-5 kematian dari 100.000 populasi disebabkan oleh bunuh diri.

Bunuh diri, secara langsung maupun tidak langsung penyebabnya adalah terganggunya kesehatan mental individu.

Lebih dari 90% pelaku bunuh diri merupakan orang dengan gangguan mental yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat.

Beberapa standar mental yang sehat menurut WHO adalah individu dapat mengetahui potensi yang ia miliki, dapat berkontribusi terhadap lingkungannya, dapat bekerja dengan produktif, dan dapat melakukan koping terhadap stresor dalam hidupnya.

Data mengenai statistik kesehatan mental masyarakat di Indonesia yang banyak beredar adalah data Riskesdas tahun 2013 tanpa dapat ditemukan dengan mudah mengenai data tahun-tahun setelahnya sampai hari ini.

Terdapat berbagai kemungkinan alasan, namun yang jelas adalah Indonesia belum memperhatikan kesehatan mental sebagai isu vital dalam dunia kesehatan. 

Walaupun terdapat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 mengenai Kesehatan Jiwa namun sama saja jika hal ini tidak didukung oleh pembiayaan yang memadai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline