Beberapa waktu yang lalu, salah satu teman saya menceritakan pengalaman kurang mengenakan saat bekerja. Sesuai dengan judulnya, teman saya bekerja sebagai salah satu tentor mata pelajaran Bahasa Inggris di lembaga bimbingan belajar terkenal di kota domisilinya.
Saat mengajar siswa kelas 12, teman saya kesulitan dalam mengartikan salah satu kata di teks yang sedang dibahas. Saat sedang mengambil handphone untuk mencari arti kata, salah satu muridnya berkata.
“Masa guru nggak tau arti katanya”
Lalu ada salah satu celetukan lagi:
“Guru Bahasa Inggris tapi nggak paham Bahasa Inggris”
Sebagai sesama tentor, saya juga merasakan rasa tidak enak yang mungkin teman saya rasakan. Rasa kurang nyaman dan kurang dihargai. Mungkin itu yang dirasakan. Dari pengalamannya ini, ada beberapa hal yang bisa saya petik.
Tentor Juga Manusia
Guru atau tentor merupakan sosok pengajar dalam kelas. Seringkali, pengajar dianggap sebagai pihak yang serba tahu tentang pelajaran yang diampu. Namun, pengajar juga manusia biasa.
Maksudnya disini, pengajar adalah manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan. Pengajar juga manusia biasa yang memiliki kemampuan dan pengetahuan terbatas. Memang benar, pengajar sudah menempuh bertahun-tahun pendidikan pada satu bidang. Namun, pengajar juga manusia biasa yang bisa lupa.
Tentor Bukan Kamus Berjalan
Sebagai tentor yang mengajar mata pelajaran bahasa. Kosakata menjadi salah satu hal yang penting. Kosakata yang banyak tentunya memberikan kesempatan untuk memahami lebih banyak kata yang didengar. Juga, memberikan kesempatan untuk berbicara lebih leluasa.
Namun, pengajar bahasa bukanlah kamus berjalan. Bukan manusia super yang bisa tau semua arti kata dalam hitungan detik. Bukan google translate yang mengetahui makna dan arti sebuah kata atau kalimat. Sekali lagi, pengajar hanya manusia biasa.
Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa setiap manusia punya keterbatasan masing-masing. Karena itu juga, penggunaan kamus fisik maupun online juga seharusnya diperbolehkan. Tidak hanya untuk siswa, tetapi juga pengajar.