Sepulang sekolah, adik saya yang masih duduk di kelas 12 membawa lima buah risol mayo yang katanya dijual oleh temannya di sekolah.
Risol mayo tersebut ia beli dengan harga dua ribu rupiah per buahnya. Di hari-hari selanjutnya pun begitu, adik saya masih membeli risol dari teman yang sama. Karena enak dan murah, saya pun beberapa kali menitip untuk dibelikan risol mayo juga.
Suatu hari, dia pulang membawa tangan kosong dengan muka yang agak ditekuk. Saat saya tanya, ternyata ada razia di sekolah, dan seluruh dagangan temannya disita hingga jam pulang sekolah serta tidak lagi diperbolehkan untuk berjualan di sekolah. Saat saya mendengar kabar itu, saya bertanya-tanya.
Kenapa siswa tidak boleh berjualan di sekolah?
Padahal, jika ditelaah lebih dalam, hal ini memiliki beberapa manfaat untuk siswa. Pertama, menambah uang saku. Karena berjualan, otomatis siswa bisa mendapatkan uang saku tambahan dari untung yang didapatkan.
Kedua, menanamkan jiwa kewirausahaan dan belajar manajemen keuangan. Siswa bisa mengeluarkan potensi dalam hal kewirausahaan secara sederhana. Mereka secara tidak langsung akan dituntut untuk berfikir kreatif dan terus melakukan inovasi.
Dengan berjualan, siswa juga bisa belajar mengatur keuangan mereka sendiri. Berapa uang modal yang mereka keluarkan, membuat atau membeli barang dagangan, menentukan harga jual, hingga untung rugi yang mereka dapatkan.
Ketiga, membuat anak lebih mandiri. Belajar berjualan akan membuat pribadi anak lebih mandiri. Mereka nantinya akan belajar bertanggungjawab akan transaksi keuangan yang mereka lakukan.
Dulu, teman saya juga ada yang berjualan di sekolah. Jika diingat kembali, ada seorang teman yang berjualan sejak sekolah dasar hingga saat kuliah. Mulai dari kartu pokemon, jajanan, hingga gelang dan aksesoris lucu yang nge-tren pada saat itu. Untungnya, saat itu belum ada larangan untuk berjualan di sekolah seperti saat ini.
Di balik segala manfaat ini, ada pula beberapa pertimbangan dibalik keputusan larangan siswa yang berjualan di sekolah.
Dalam hal ini berjualan dikhawatirkan mengganggu proses belajar mengajar. Karena siswa terlalu fokus untuk berjualan di sekolah, motivasi mereka berubah dari yang awalnya menuntut ilmu menjadi mencari uang. Dikhawatirkan, siswa menjadi kurang fokus dalam belajar hingga berakibat pada turunnya nilai akademis.