Lihat ke Halaman Asli

Putu Suasta

Alumnus UGM dan Cornell University

Demokrasi Medsos Menjelang Pemilu 2024

Diperbarui: 12 Mei 2023   11:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Putu Suasta / Dokpri

    

Tahun 2023-2024 ini layak dijuluki sebagai salah satu tahun paling bising di Indonesia. Di tahun ini, kita menyaksikan bahwa media sosial tidak lagi berfungsi sebagai alat demokratisasi informasi semata, tetapi juga sebagai sarana untuk menciptakan rekayaaa sosial dari demokrasi itu sendiri atau instrumen menciptakan persepsi baru dari demokrasi. Di tahun ini penggunaan media sosial sebagai alat politik jauh lebih masif dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Peran influencer media sosial atau lazim kita kenal buzzer menjadi semakin signifikan dan berpengaruh dalam menciptakan persepsi publik dalam dunia hiper- realitas yang baru. Maka perjuangan sosial politik di era demokrasi praktis telah beralih ke jagat virtual,statistik,podcast,diagram,elektabilitas . Demokrasi riuh seperti buih-buih yang membentuk gelembung persepsi publik. Inilah yang disebut para kritikus "hidup dalam gelembung realitas" (living in bubble reality).

Harapan untuk membangunan demokrasi yang substansial sempat membumbung ketika media sosial ,informasi digital atau internet secara umum mulai marak digunakan sebagai sarana menyampaikan kritik dan menyuarakan aspirasi masyarakat atau menciptakan persepsi baru untuk banyak peristiwa politik . Sayangnya, di tahun 2023 kita tidak menyaksikan peningkatan kemampuan pemerintah untuk merespon segenap kritik dan aspirasi itu melalui perbaikan yang cepat dan nyata. Pemerintah justru disibukkan dengan kerja-kerja pecintraan (termasuk melalui media sosial). Pemerintah menghabiskan banyak energi untuk memenangkan pertarungan opini melalui jaringan media sosial dan dari hari ke hari kita menyaksikan semakin banyak buzzer yang rela membela setiap kebijakan pemerintah tanpa menghiraukan objektivitas.

Dalam usaha memenangkan pertarungan opini tersebut, penguasa tanpa rasa sungkan sedikitpun juga berjuang menarik sebanyak mungkin dukungan politik, termasuk dari rival politik. Maka para buzzer yang sebelumnya kita kenal kritis ke pemerintah dan selalu satu suara dengan oposisi, tiba-tiba menjadi pembela pemerintah yang militan.

Kendati dibungkus dengan dalih rekonsiliasi dan stabilitas nasional, bergabungnya Gerindra, aktivis sosial, dan pemikir independen,Lsm independen ke koalisi pemerintah dapat disebut sebagai salah satu anekdot demokrasi paling fenomenal di Indonesia. Pada akhirnya masyarakat dapat belajar bahwa pertarungan di tingkat akar rumbut bukan representasi dari pertarungan di tingkat elit. Secara lebih sinis dapat dikatakan bahwa mata oligarki hanya tertuju pada kekuasaan, bukan pada aspirasi para pendukung mereka di lapisan bawah.

Di tingkat akar rumput, demokrasi riuh seperti buih-buih berlomba membentuk gelembung, tetapi di atasnya para elit asyik-masyuk membagi kue kekuasaan. Masyarakat pun mulai mempertanyakan manfaat demokrasi. Di satu sisi kita menyaksikan pelaksanaan demokrasi yang riuh, meriah dan penuh hingar bingar, seakan-akan masyarakat benar-benar merayakannya. Di sisi lain kita mendengar suara-suara jenuh yang mempertanyakan mamfaat dari demokrasi itu sendiri. Demokrasi kita hanyalah gelembung yang dibentuk melalui persepsi dalam dunia politik yang penuh perekayasaan.

Tantangan Berat 2024

Terlepas dari pandangan sinis di atas, pantas juga dibanggakan segenap pencapaian kita sebagai bangsa sepanjang tahun 2019-2023 yang terlalu panjang untuk diulas satu per satu. Dengan perasaan lega kita dapat melangkah ke fase baru dan meninggalkan tahun politik penuh tegangan, melangkah maju setelah melewati gesekan sosial di Papua,kasus korupsi besar seperti kasus Asabri, jiwasraya, kasus korupsi di banyak BUMN,kasus korupsi diberbagai Pemda diseluruh Indonesia. gelombang demonstrasi di beberapa kota dan berbagai ketegangan lain sepanjang tahun 2019-2023. Semua ketegangan tersebut memberi kita pelajaran penting: Tahun 2024 bangsa ini membutuhkan sosok pemimpin yang dapat merespon aspirasi masyarakat secara cepat dan tepat.

Ketika masyarakat semakin terdidik, mereka akan semakin kritis pada pelaksanaan demokrasi. Maka dapat kita pahami mengapa suara-suara kritis terhadap demokrasi Indonesia dari hari ke hari meningkat tajam terutama melalui perangkat-perangkat digital. Tak ada jaminan suara-suara kritis tersebut akan berhenti di tahun mendatang, terutama jika pemerintah tidak serius meningkatkan kemampuan dalam merespon aspirasi publik. Bisa jadi demokrasi kita semakin bising di tengah tantangan berat yang diprediksi para ahli akan dihadapi semua negara di dunia di tahun 2024. Gelembung demokrasi dapat pecah dan kita hanya menuai keributannya tanpa memetik mamfaatnya. Perang Rusia -Ukraina mempengaruhi perekonomian Dunia,

Tantangan berat perekonomian dunia 2024 akan mempengaruhi berbagai bidang kehidupan lain. Untuk itu dibutuhkan pimpinan nasional yang baru yang hebat yang benar-benar menjadi representasi kepentingan nasional dan bisa menuntaskan berbagai masalah besar untuk kemajuan bangsa. ; pemimpin yang berani mengambil keputusan tak populer untuk memastikan pengisian jabatan penting menurut prinsip meritokrasi, kompetensi, integritas, bukan berdasarkan kalkulasi politik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline