Lihat ke Halaman Asli

Putu Suasta

Alumnus UGM dan Cornell University

Anarki Demokrasi: Tentang KLB Ilegal Partai Demokrat

Diperbarui: 12 Maret 2021   14:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Putu Suasta | Dok. Pribadi

Satu minggu telah berlalu sejak  Kongres Luar Biasa (KLB) ilegal yang mengatasnamakan Partai Demokrat (PD) di Deli Serdang, pemerintah belum juga memberi penjelasan atau tanggapan resmi. 

Pemerintah berhutang penjelasan karena dengan sangat jelas KLB tersebut adalah ilegal, baik jika dinilai dari UU Partai Politik, ijin penyeleggaraan kegiatan massal, maupun dari aturan resmi PD sendiri.  

Maka, mengapa dibiarkan terjadi? Bukankah jauh-jauh hari pemerintah telah mengetahui rencana penyelenggaraannya melalui pembiacaran luas di media, bahkan melalui surat resmi yang dilayangkan ketua PD, AHY.

Sikap diam pemerintah dapat menegaskan keyakinan publik saat ini bahwa penguasa merestui atau bahkan memiliki andil dalam penyelenggaraan KLB ilegal tersebut. Tak bisa dielakkan bahwa prasangka-prasangka lebih buruk kemudian lahir dan terus bergulir di tengah publik, terutama karena KLB tersebut menunjukkan bagaimana seorang pejabat publik berbohong secara terang-terangan. 

Beberapa minggu sebelum KLB ilegal tersebut, Moeldoko dengan sangat tegas membatah keingingan  bahkan rencananya untuk ikut campur dalam urusan PD apalagi dalam usaha pengambilalihan. Moeldoko membuat bantahan melalui konferensi pers atas inisiatifnya sendiri (lihat kompas.com, 04/02/20).

Kebebasan Tanpa Batas

Ditilik dari kaca mata penyelenggaraan negara, sikap diam pemerintah dapat diartikan sebagai sebuah pembiaran terjadinya anarki yang dalam KBBI diartikan sebagai "hal tidak adanya pemerintahan, undang-undang, peraturan atau ketertiban". KLB ilegal tersebut terselenggara karena pemerintah tidak hadir saat sejumlah oknum menabarak UU dan aturan-aturan yang berlaku atau mengganggap aturan legal tidak ada. 

Dengan kata lain, anarki terjadi karena pemerintah membiarkan para pelaku menabrak semua aturan yang berlaku, baik aturan yang berlaku umum (UU), maupun yang berlaku khusus (AD/RT PD). 

Jika masyarakat sipil sering dituduh kebablasan dalam mempraktekkan kebebasan demokrasi, kali ini justru para elit (penguasa) karena nafsu kekuasaan keluar dari batas-batas demokrasi. Demokrasi mencapai tujuan idealnya hanya jika terselenggara dalam aturan-aturan atau batas-batas yang telah digariskan secara tegas.

Tentang kemelut partai politik, prosedur penyelesaiannya telah diatur dalam UU Partai Politik. Karena itu KLB minggu lalu dinilai pakar Hukum Tata Negara melanggar UU Partai Politik (tempo.co, 07/03/20). Dalam Pasal 32 UU Partai Politik dijelaskan, masalah internal partai diselesaikan dengan pembentukan mahkamah partai. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline