Lihat ke Halaman Asli

Putu Suasta

Alumnus UGM dan Cornell University

Saatnya Memberi Perhatian Lebih pada Kesehatan Mental Masyarakat

Diperbarui: 21 Oktober 2020   13:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrasi (Okezone.com)

Kita dapat memahami bahwa pemerintah (dan juga masyarakat) sekarang ini lebih berfokus pada tindakan-tindakan darurat berorientasi jangka pendek dalam menghadapi keadaan darurat pandemi Covid-19. Dua bidang utama yang diberi perhatian dan penanganan dalam tindakan darurat tersebut adalah kesehatan fisik dan kesehatan ekonomi.

Penanganan kesehatan mental hampir tak mendapat perhatian sama sekali terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia, karena (mungkin) dipandang bukan sebagai bagian dari kebutuhan mendesak dalam keadaan darurat. Kalaupun ada langkah-langkah antisipasi dan penanganan krisis di bidang kesehatan mental, gaungnya sangat kecil, nyaris tak terdengar. Kalah jauh dengan gaung kampanye pemakaian masker, cuci tangan dan program-program stimulus ekonomi.

Ekspos media tentang dampak dari pandemi juga hampir semuanya berfokus pada gangguan kesehatan fisik dan gangguan ekonomi. Jarang sekali media menurunkan laporan tentang ancaman gangguan mental selama masa darurat ini dan langkah-langkah apa yang telah ditempuh pemerintah untuk menanganinya. Padahal kita tahu, kerusakan kesehatan mental dapat membawa akibat lebih buruk (jangka panjang) daripada gangguan kesehatan fisik dan kehancuran ekonomi. Ancaman itu begitu nyata sekarang karena sebagian besar masyarakat sesungguhnya tidak siap menghadapi disrupsi radikal hampir di semua lini kehidupan yang terpaksa dijalani dan diterima selama pandemi ini.

Sebagai gambaran bahwa ancaman gangguan mental ini sungguh nyata, baru-baru ini para peneliti dari New York University merekomendasikan kepada pemerintah (AS) agar menambah anggaran untuk fasilitas-fasilitas kesehatan mental dalam rangka mengantisipasi ledakan jumlah pasien gangguan mental yang terus mengalami peningkatan sejak Covid-19 menyerang Amerika Serikat. Jika negara maju dengan tingkat kesejahteraan yang jauh lebih baik dan sistem perlindungan sosial lebih kokoh seperti Amerika Serikat tetap was-was terhadap ancaman gangguan kesehatan mental masyarakat, seharusnya negara-negara yang jauh kurang makmur seperti Indonesia harus lebih was-was lagi.

Tak Ada yang Siap

Ancaman gangguan mental di masa darurat seperti sekarang ini tidak dipicu oleh faktor tunggal seperti masalah ekonomi saja, tetapi karena akumulasi sejumlah perubahan drastis dalam pola kehidupan keseharian, pola komunikasi, pola interaksi dan pola-pola lain yang selama ini telah kita jalani dengan nyaman dan tiba-tiba dipaksa harus berubah. Dalam perspektif ini sesungguhnya tak seorangpun siap.

Kaya atau miskin, orang biasa atau pejabat tinggi, anak-anak hingga orang-orang sepuh "dipaksa" tunduk pada pola-pola baru yang secara drastis berbeda dengan pola-pola sebelumnya. Jika kita gambarkan dalam kiasan, kita semua seakan menjadi objek dari proyek percobaan atau eksperimen sosial berskala global di mana teknologi yang belum teruji keampuhannya dipaksanakan untuk kita peluk sebagai motor kehidupan kita. Kita bisa bayangkankan guncangan mental anak-anak sekolah yang sebelumnya bisa dengan riang berkumpul bersama teman-temannya, tiba-tiba harus berdiam diri di rumah dengan setumpuk PR yang dijejalkan melalui perangkat digital.

Bisa kita bayangkan guncangkan mental para buruh harian yang sebelumnya sudah cukup pusing memikirkan ekonomi keluarga, sekarang dibuat tambah pusing mengurusi anak yang mengeluh tentang jaringan internet sehingga terlambat mengumpulkan tugas. Bisa kita bayangkan beban mental para tenaga medis yang sebelumnya dapat membagi waktu cukup untuk keluarga, sekarang harus menghabiskan lebih banyak waktu di tempat kerja, menghabiskan waktu lebih banyak menjalani protokol kesehatan sebelum bertemu keluarga dan seterusnya.

Daftar ini masih bisa kita perpanjang untuk menunjukkan bahwa tak ada lapisan masyarakat yang tak terdampak oleh keadaan ini. Benar bahwa sebagian cukup tangguh dari segi mental menghadapi keadaan ini, tapi tak sedikit yang sangat tergoncang dari sisi mental tapi perhatian terhadap soal tersebut teralihkan ke soal-soal yang dinilai lebih urgen untuk disoroti.

Dunia Baru

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline