Opini- Bratapos- Alam semesta ini sangat luas, sebentar kita melihat bintang gemintangdi langit yang kecil dan banyak sejatinya adalah planet planet yang besarnya mungkin melebihi bumi kita. Namun kita oleh Allah di beri mata yang sangat terbatas melihat. Coba bayangkan benda benda besar di langit itu dekat sekali dengan jangkauan mata manusia? apa yang dapat kita lihat? jawabnya TIDAK ADA.
Maka benarlah semesta itu memiliki jarak yang jauh dan berdimensi sepersekian miliar skala untuk bisa kita nikmati keindahannya. Demikian pula kebenaran yang kita sebut universal. Maka kita perlu mengambil jarak yg cukup jauh dari hakikatnya. Obyek yang kita amati demikian kecil dan plural tak bisa kita hindari dari kehidupan keberagamaan dan sosial kita. Bagamana tidak? kita hidup dengan banyak eksistensi. Memiliki kehidupan , perputaran , massa dan takdirnya masing masing. Kemampuan mata lahiriah kita melihat hakekat kebenaran itu sangat terbatas, sehingga kita membutuhkan jarak dan posisi yg cukup jauh atau kita sebut distansi publik sosial keberagamaan.
sekilas bisa kita fahami secara eksternal dan internal. Eksternal bisa jadi hubungan yang harmonik dan saling bertoleransi sesama antar pemeluk agama yg berbeda, sedangkan secara internal adalah keragaman dengan beberpa madhab, aliran, tradisi bahkan mungkin kepercayaan dan keyakinan yang berbeda inter relasi sesama satu agama.
Biasanya keberagaman eksternal itu jauh lebih mudah dari pada internal, apalagi bila sudah dibenturkan pada kepentingan politik dan perebutan kekuasaan. Sehingga dulu saya pernah menulis di beberpa tulisan juga sebuah tawaran kepada mereka yg sedang berkonflik saat ini.
Gagasan tentang pluralism itu sebenarnya akarnya dari Faham"individualistic" khas negara- Nehgara Barat yang mengalami prosesindustrialisasi dan munculnya kelas menengah yang relatif independent.. Indonesia lebih mengenal "kebhinekaan" karena Ada identitas kelompok komunitas dengan ciri subyektifitas yang khas..
merekalah para wangsa atau bangsa yang kemudian mencoba menawarkan proses membentuk "kebangsaan indonesia" (1928).. bangsa Indonesia agak asing dengan gagasan pluralisme .. karena karakter koletive nya yg khas Dan Ada hampir di semua komunitas (suku?) Yang berciri spesifik .
Mereka sudah bisa diterima kebhinekaannya secara eksternal. Namun kelompok kelompok lain yg cederung sangat eksklusiv dan sulit sekali
menerima pemikiran pluralisme, tentu penyelesaiannya dan cara penyelesaiannya membutuhkan energi yang cukup besar, tidak cukup sekedar di nyinyirin dan dibumi hanguskan. Karena model inipun terdapat di agama lain, tidak cuma Islam
Di alam raya ini, menggambarkan obyek atau subyek benda dengan kecepatan cahaya yang masuk ke mata kita sama besarnya jumlah partikel
partikel yg berbenturan di setiap hukum . Salah satunya adalah terminal velocity, terminal velocity adalah frasa yang digunakan untuk menggambarkan kecepatan konstan maksimum yang dapat dicapai benda yang jatuh sebelum tidak dapat berakselerasi lebih jauh.
Ini terjadi ketika hambatan udara yang mendorong benda itu akan naik menjadi sama dengan gaya gravitasi yang menarik benda tersebut ke
bawah. Kecepatan terminal manusia , dengan demikian, jika Anda berhasil mencapai kecepatan ini sambil jatuh dan mengenai tanah, maka Anda kemungkinan besar akan berakhir dengan cara yang buruk atau mungkin mati.
Kelompok kepentingan pluralis percaya bahwa negara hanya bisa dinamisbila saling membuka diri, tapi apabila mereka saling merasa benar maka keadilan dan equilibrium tak dapat tercipta, ada dua fitur masyarakat kontemporer mendukung proses perubahan, Pertama, ada berbagai jenis
sumber daya politik yang berbeda dan bersaing, mulai dari uang dan pengetahuan hingga status dan akses ke organisasi politik.
Namun mereka bisa bekerja sama karena kepentingannya sama, sumber-sumber ini difokuskan pada banyaknya lokasi strategis dari berbagai jenis dalam lingkup kehidupan sosial dan politik yang berbeda. lantas akan bagaimana Repotnya bagaimana kalau kelompok kelompok eksklusiv itu justru kita kembangkan sebagai potensi ekonomi terutama pertanian dan agroforestry, yang menghasilkan ladang uang, bukan kepada politik kekuasaan, sehingga kebhinekaan itu bisa berfungsi lebih baik diatara komunitas mereka sendiri, sebagaimana pemisahan beberapa sekte sekte agama dan gereja di Amerika ( amish ) atau komunitas brudge yg memiliki kemampuan mengolah lahan pertanian dan dijual kepada negara.