Lihat ke Halaman Asli

I Putu Merta

Karyawan Swasta

Dualisme Sekala dan Niskala

Diperbarui: 28 Agustus 2022   06:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Kebanyakan dari kita melihat hal-hal yang ditinjau dari dua sudut dan dimana ada sudut yang terpisah : *"Sekala dan Niskala".* Sekala dimana kita sekarang berada dan Niskala merupakan sebuah tempat yang akan kita datangi ketika meninggal dunia.

Seringkali kita mengira bahwa kita sedang berlatih di alam Sekala (nyata) supaya kita bisa terlahir di titik Niskala di masa mendatang. Betapapun, pelatihan ini adalah demi hidup sepenuhnya di saat sekarang dan untuk tiba di rumah yang sejati di saat sekarang. Latihan ini adalah untuk merealisasikan non dualistik, tentang Sekala dan Niskala, yang satu memuat yang lainnya dan sebaliknya.

Namun demikian, di saat kita sedang berlatih dalam pelatihan tiba di saat sekarang, kadang-kadang kita merasa tidak puas dan enggan terhadap dunia ini. Kita merasa tidak puas dengan apa apa yang ada disini, dan kita mencari sesuatu yang lebih baik di tempat lain. Itulah kodrat kita sebagai manusia.

Umat manusia memiliki kecendrungan untuk tidak menyukai saat ini dan mengira bahwa kebahagiaan hanya bisa ditemukan dimasa yang akan datang. Itulah sebabnya, di banyak kitab suci menyebutkan bahwa di alam Niskala ada Tanah Suci. Ini sepertinya sebuah negeri yang menjanjikan. Apabila kita benar-benar ingin memahami ajaran kitab suci yang manapun, kita harus sungguh-sungguh memeriksa mengapa kita mempelajari ajaran-ajaran yang dimuat di dalamnya.

Kita mengira bahwa negeri yang menjanjikan merupakan suatu realitas di luarnya. Kita mengira bahwa ada sesuatu yang menjauhkannya dari diri sendiri. Namun, dengan berlatih sesuai dengan ajaran-ajaran yang mendalam tentang berdiam di saat sekarang dengan bahagia, kita dapat mengetahui bahwa negeri yang menjanjikan itu ada selama kita bersedia bersamanya.

Biasanya, di awal pelatihan, objek dari hasrat dan pemujaan berada di luar diri sendiri. Objek itu bisa jadi Tuhan, Siwa, Narayana, Buddha, Bhaerawa dan lain sebagainya. Pada permulaan bilamana kita melihat bahwa objek pemujaan terletak di luar diri, yang berada di sini dan sekarang, tidak lagi memiliki arti yang sesungghuhnya. Kita melihat apa yang ada sekarang sebagai penderitaan, akan mengalami kehancuran dan musnah dan mengarah kepada duka. Ini dikarenakan oleh perasaan, kita begitu terikat pada sesuatu yang ada di tempat lain dan pada masa depan.

Kehidupan kita sebagai manusia memang seperti itu, seringkali kita memulai dengan pemikiran bahwa diri kita tidak berarti apa-apa sehingga kita perlu pergi untuk mencari sesuatu yang berada di luar diri sendiri. Kita tidak mengetahui bahwa segalanya yang ada di luar diri juga muncul dari pikiran kita.

Ketika kita membuat sebuah patung untuk dipuja, arca para dewa-dewa, arca itu juga berasal dari pikiran.
*Jika tidak berasal dari pikiran, darimana ia bisa muncul?.*
Apabila pikiran kita bebas dan terang maka garis-garis pada patung tersebut akan bebas dan terang.

Apabila pikiran terbebani oleh berbagai penderitaan, kita akan sulit menciptakan sebuah arca yang mengekspresikan kebebasan, kedamaian dan ketenangan hati.

Itulah yang menjadi penyebab mengapa kita selalu pergi mencari sesuatu di luar diri, yang mana itu sangat kita hargai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline