Lihat ke Halaman Asli

Metromini dan Pelajaran "Social Skills" Sederhana

Diperbarui: 3 Januari 2016   16:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sewaktu masih berstatus pelajar, Metromini adalah kendaraan umum langganan saya. Dulu tarifnya masih Rp300 kalau kita pakai seragam sekolah. Begitu bergantungnya pada Metromini, saya bisa mengenal karakter umum supir dan kernet.

Sebagian besar memang galak dan membahayakan karena mereka dituntut untuk kejar setoran. Meskipun begitu, terdapat beberapa pelajaran social skills dari punggawa Metromini yang pernah saya temukan, diantaranya:

Pertama, membantu lansia, ibu hamil dan anak-anak ketika menyebrang jalan. Pemandangan ini sering terlihat di area terminal resmi maupun landmark di sepanjang jalur trayek. Kernet selalu sigap untuk menyetop kendaraan bila ada calon penumpang yang perlu menyebrang jalan.

Kedua, memberi tahu penumpang dimana lokasi tujuan. Misalnya kita ingin turun di Pasar Cipete, si supir/kernet akan memberitahu kita begitu bus sudah mendekati tujuan. Syaratnya, kita harus memulai percakapan dengan mereka.

Ketiga, memperlihatkan kita bagaimana kerasnya kehidupan perkotaan. Beberapa kali saya melihat kernet yang berusia di bawah 17 tahun, bahkan lebih cocok disebut bocah. They learn the hard way to continue their living. Salut sekaligus agak menyedihkan.

Keempat, 'menghukum' penumpang yang tidak paham konsep "bayar dengan uang pas". Seandainya tarif hanya Rp3000 tapi bayar pakai uang Rp50000, hal tersebut adalah blunder yang bisa membuat si kernet kesal jika ia tidak punya kembalian. Imbasnya, si kernet akan meng-hold uang penumpang tsb sampai kembalian terkumpul.

Kelima, 'menghukum' penumpang yang suka capek dan ketiduran. Pernah suatu saat saya terbawa sampai beberapa kilometer karena capek dan ketiduran setelah latihan bola. Alhasil terpaksa jalan kaki agak jauh dari biasanya.

Keenam, memberikan kesempatan orang lain untuk mencari nafkah pada waktu bersamaan. Profesi informal yang terbantu diantaranya yaitu: pengamen, baik yang pakai alat musik maupun yang sekedar menyanyi sambil tepuk tangan, residivis yang (katanya) baru keluar penjara, tukang koran, tukang minuman, tukang permen jahe, tukang pulpen dsb.

Ketujuh, mengingatkan kita untuk selalu waspada atas hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kecopetan dan kecelakaan lalu lintas karena ketidakhati-hatian.

Terkait potensi kecelakaan lalu lintas, pengemudi motor atau mobil yang satu rute dengan armada Metromini harus peka dan awas terhadap manuver Metromini. Mereka bisa berhenti mendadak di luar prediksi pengendara awam. Kita harus menjaga jarak aman supaya terhindar dari kecelakaan.

Selebihnya, kisruh Metromini adalah tantangan bagi Pemerintah Daerah. Keberadaan mereka masih dibutuhkan walau ada pula yang membenci. Pada akhirnya, semoga Metromini bisa berbenah diri dan menjadi transportasi yang bersahabat buat lingkungan dan kebutuhan warga Jakarta. 

Jika suatu hari Metromini menggunakan bis yang berstandar euro 3 dan tidak ugal-ugalan, saya berminat naik Metromini lagi.

Salam Kompasiana.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline