Lihat ke Halaman Asli

Refleksi APG Yearly Typologies Report 2015

Diperbarui: 1 Oktober 2015   12:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Screenshot dari http://www.apgml.org/"][/caption]Menurut laporan APG Yearly Typologies Report 2015 yang dirilis bulan ini, Indonesia secara teratur melakukan penelitian atau studi tentang metode dan tren Money Laundering (“ML”)/Terrorism Finance (“TF”).

Jika terdapat masalah terkini atau masalah khusus mengenai metode dan tren ML/TF, penelitian non-rutin dilakukan. Penelitian, bagaimanapun, hanya diterbitkan secara internal dan hanya untuk distribusi eksternal terbatas.

Statistik terbaru Laporan Transaksi Mencurigakan menunjukkan bahwa tindak pidana asal yang sebagian besar terkait dengan ML adalah penipuan, korupsi, dan perjudian. Namun, korupsi adalah tindak pidana asal yang paling terkait dengan ML berdasarkan analisis yang lebih rinci.

Baru minggu lalu saya presentasi di depan rekan-rekan sekantor, membawakan materi tentang prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang. Sebagai presenter yang baik, saya berikan ilustrasi tentang tren pencucian uang terbaru di Indonesia.

Mereka terbengong dan kemudian tertawa ketika saya paparkan tentang cerita suap anggota DPR yang ketahuan ‘transaksi’ di toko buah. Ketahuan kok ya di toko buah? Enggak di hotel aja biar lebih seru diliput wartawan.

Tidak hanya itu saja, mereka juga terlihat kaget ketika saya ceritakan tentang pejabat daerah yang menyimpan uang Rp 4 milyar di balik lukisan. “Ternyata koruptor segitu niatnya, ya?”, begitulah yang terdengar samar-samar di telinga saya.

Ya, itulah kisah menggelitik yang benar-benar terjadi di negeri ini.

Sejak masih kuliah, saya pernah melihat langsung upaya pendidikan anti korupsi melalui media komik. Sebagai penggemar komik, dulunya saya menganggap bahwa pendekatan visualisasi bisa jadi salah satu cara untuk menanamkan nilai anti korupsi.

Belakangan ini saya makin sadar, koruptor sudah tidak punya hati nurani, tidak mempan dengan sindiran dan tidak malu pada rakyatnya. Kurang lebih seperti pemaparan Pepih Nugraha dalam artikel yang berjudul “Tikus Kota nggak Takut Manusia”.

Tanpa kita sadari, kekayaan yang dimiliki kadang lebih dihargai daripada cara memperoleh kekayaan tersebut. Pemahaman tentang korupsi dan pencucian uang belum sepenuhnya dipahami oleh publik.

Cukup sering saya mengamati kasus, dimana koruptor menggunakan pihak lemah yang selanjutnya dijadikan “boneka” untuk menyamarkan pencucian uang. Supir pribadi, office boy, staf dan sekertaris seringkali dijadikan bemper untuk melindungi kepentingan koruptor.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline