Lihat ke Halaman Asli

Gallery of Rogues : Bahayanya Social Media Jika Tidak Digunakan Secara Bijak

Diperbarui: 20 Juni 2015   02:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sampai dengan tulisan ini dibuat, gambar “Gallery of Rogues” dari Wimar Witoelar yang terkesan kontroversial terhadap salah satu pasangan pilpres masih hangat dibicarakan. Sebagaimana diketahui, Wimar Witoelar dapat dikatakan sebagai salah satu netizen senior yang memang memiliki akun Twitter dan Facebook. Twit beliau beberapa kali muncul dalam timeline Twitter saya yang juga penggemar Liga Inggris, dan sejauh yang saya ketahui, twit-twit beliau cukup seru apalagi ketika menyangkut skor pertandingan Arsenal. Lebih jauh mengenai sosok Wimar, popularitas beliau sebagai salah satu Public Relations expert dibuktikan melalui buku “Public Relations ala Wimar Witoelar” yang dirilis pada tahun 2010.

Disini saya tidak ingin membahas mengenai konten kontroversial tersebut karena pertimbangan sederhana, yaitu orang lain tidak perlu tahu siapa calon presiden yang akan saya pilih dan saya bukan tim sukses salah satu pasangan pilpres. Namun yang ingin saya bahas adalah mengapa social media bisa menjadi begitu bahaya terhadap image si pemilik akun, diantaranya:

1. People will judge what you write/post/tweet (Orang akan menilai apa yang anda tulis/pasang/twit)

Penilaian baik atau buruk terhadap apa yang di-write/post/tweet oleh si pemilik akun adalah sepenuhnya hak dari si penerima (receiver), dalam hal ini friends ataupun follower. Mengingat pemahaman dan pandangan setiap orang bisa berbeda, kita perlu melihat lebih bijak apa yang sebetulnya ingin kita sebarluaskan. Bila memang hal itu hanyalah sebuah candaan berupa meme, pastikan bahwa tidak ada teman ataupun follower yang tersinggung. Namun beda cerita jika memang intensinya adalah untuk menggoda atau menyinggung pihak lain, bersiaplah menangani konflik yang mungkin muncul.

2. Apology is not always enough (Minta maaf tidak selalu cukup)

Masih ingat kah kasus posting pengguna Path bernama Dinda yang dianggap tak simpatik terhadap ibu hamil di KRL? Bagaimana reaksi keras dan kecaman yang datang bisa begitu deras, hingga dokter spesialis kehamilan dan pemuka agama turut menanggapi curhatan si pemilik akun, sampai muncul berbagai meme yang lucu dan berbalik mengolok-olok Dinda. Hal itu bisa terjadi dan bisa dikatakan ‘parah’ karena Dinda dianggap telat meminta maaf dan bahkan sempat adu argumen (memberikan pembelaan) atas apa yang ditulisnya. Sampai pada saat Dinda sudah dalam posisi terpojok untuk meminta maaf, meme dan posting kontra dirinya sudah terlanjur menyebarluas di berbagai forum internet.

Dapat dipahami bahwa terkadang seseorang perlu mengekspresikan atau mengkomunikasikan apa yang dirasakannya, hal ini pun sepaham dengan salah satu kutipan dari Jim Ron tentang komunikasi efektif yaitu “effective communication is 20% what you know and 80% how you feel about what you know”. Meskipun demikian, alangkah baiknya apabila pemilik akun social media mencoba lebih bijaksana dan berpikir bahwa penggunaan social media bukan selalu merupakan sarana yang tepat untuk digunakan demi kepentingan menyinggung pihak (-pihak) lain ataupun membuat opini menyesatkan.

Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline