Lihat ke Halaman Asli

Coretan Mahasiswa Dodol (Bukan Gara-Gara Sendal Jepit)

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hayoo siapa yang masih suka pakai sandal ke kampus, apalagi sandal jepit ? Walau sekarang sandal jepit sudah banyak bentuk dan modifikasi yang unik dan lucu tetep aja judulnya sandal jepit. Seperti kisah Anindhita (bukan nama sebenarnya). Kisah Anindhita ini mungkin mirip sama kalian para mahasiswa yang emang suka nyantai ke kampus pakai sandal jepit. Padahal jelas sekali ada peraturan yang tak tertulis namun sudah jadi patokan di berbagai kalangan. Kantor, sekolah, universitas dan instansi formal lainnya tidak akan membolehkan warganya memakai sandal jepit. Kecuali saat-saat tertentu (misal: sebagai alas kaki ke toilet). Tapi, tetep kan sandal jepit bukan pilihan untuk kita kenakan dalam intansi formal. Bahkan saya ingat sekali di ruang jurusan, dekanat dan pusat-pusat pelayanan mahasiswa terpampang sebuh tulisan "TIDAK MELAYANI MAHASISWA YANG MEMAKAI SENDAL". Juga dosen-dosen di kampus saya yang begitu ketat untuk mahasiswanya. Pakaian harus rapi (NO KAOS DAN SANDAL) kalau ada yang melanggar ya siap-siap aja diusir dari ruang kuliah. Tapi kok ya masih banyak mahasiswa yang suka pakai sandal di kampus. Emm... boleh-boleh aja sih tidak ada yang larang, selama tidak melangar Pancasila dan UUD 1945, hehehe. Tapi resikonya ditanggung penumpang ya. Sebab konsekuensi pakai sendal jepit itu lebih banyak enggak enaknya dari pada enaknya. Enaknya pakai sendal jepit, kaos oblong dan bergaya santai : mungkin kita bisa santai, bergerak bebas, aman dari gangguan pencopet (karena pasti dikira temennya doi ...hihihihi), terus keliatan gaya, "ini gue banget geto loh", free style dan masih banyak lagi seribu satu alasan. Tapi enggak enaknya banyak juga lho. Udah pasti enggak dapet pelayanan dari instansi formal, dipandang sebelah mata, dicurigai ini-itu, dikira enggak punya duit (padahal bawa duit sekantong plastik), diusir dosen dari perkuliahan (jelas ini kerugian besar), takut nemuin dosen, dekan,rektor, yaa karena itu tadi takut dimarahin. Karena biasanya para mahasiswa itu udah tau kok konsekuensinya pake sandal jepit. Cuma mereka nekat aja pake. Dalam pikiran mereka gampang, nanti kalau kuliah bisa tukeran sepatu sama teman atau siapa aja yang mereka temui. Asal temennya tidak kuliah dan lagi nongkrong di HIMA, BEM, atau UKM kan bisa tuh dipinjemin. Emang biasanya para MABA yang suka pake sandal jepit. MABA disini bukan mahasiswa baru ya, tapi mahasiswa basi, hihi alias mahasiswa yang semesternya udah banyak. Jam terbangnya udah tinggi di kampus, dan udah punya nyali yang cukup buat tabrak beberapa aturan yang berlaku. Walau ujung-ujungnya sih nyesel juga. Lagipula nyesel mah di belakang ya kalau di di depan namanya niat, hihihi.

Nah kisah Anindhita ini mungkin bisa buat kita mikir bareng-bareng ya. Apakah yang kita lakukan itu baik ? Baik menurut kita dan baik menurut lingkungan. Baik untuk kita dan baik untuk lingkungan.

Anindhita mahasiswi konyol yang agak nyentrik dan rada-rada berani tabrak aturan. Menurut dia aturan yang dia tabrak aturan yang kecil-kecil, yang remeh temeh. Bukan aturan besar dan fatal, menurutnya lho. Tapi asli sekarang dia sudah sadar sesadar-sadarnya, ternyata aturan itu tidak ada yang boleh disepelekan walau hanya masalah sandal jepit di lingkungan kampus yang bikin hati enggak tentram. Sebenarnya doi sih tidak pernah memakai sandal jepit di ruang kuliah. Wow tentunya dia tidak akan pernah cari masalah dengan dosen hanya gara-gara sandal jepit, selain diusir dari perkuliahan bisa-bisa kredibilitasnya babak belur (halah gaya). Biasanya dia pakai sandal jepit di kampus ketika tidak ada jam kuliah atau saat tidak ada keperluan di ruang jurusan, ruang dekanat ataupun rektorat. Paling-paling jika ada kerjaan di sekretariat BEM atau hanya sekedar bertemu teman. Namun hari itu dimana Anindhita tersadar bahwa sangat tidak bisa berkutik karena mengabaikan nasehat Bapaknya. Mengenakan sandal jepit di lingkungan kampus

"Kata Bapakku sandal jepit itu sandal WC, sandal kamar mandi, tidak pantas dipakai buat pergi, paling banter sandal jepit itu cocoknya cuma buat ke pasar tradisional. Sendal Jepit itu bukan untuk digunakan ditempat formal. Seperti di kantor, sekolah,kampus. Tapi nasehat bapak sering ku abaikan, menurutku sandal jepit itu membuat kita nyaman dan santai. Tapi lain dulu lain sekarang." Ucap Anindhita

Hari itu niat Anindhita di kampus bukan untuk kuliah. Karena tidak ada jadwal kuliah. Namun ada tugas organisasi yang harus dia kerjakan. Yaitu merapikan proposal kegiatan di sekretariat BEM. Seperti biasa jika tidak ada jadwal kuliah berarti waktunya santai. Pakai kaos lengan panjang dan rok jeans. Tas gemblok dan sandal jepit dengan merk terkenal dan model yang lebih modern. Tapi tetep aja judulnya sandal kale. Anindhita sih ngerasanya nyamaaaaaan banget. Lagi pula hari ini tidak ada urusan sama dosen, pembantu dekan, dekan, pembantu rektor ataupun rektornya. Hari ini aman cuma berkutat di BEM saja. Tak disangka ketika tugasnya di sekretariat telah selesai, ternyata masih ada tugas selanjutnya. Instruksi dari ketua Divisi bidang Sospol yang menjadi penanggung jawab kegiatan. Pak Ketua memintanya untuk menyerahkan proposal ke ruang Pembantu rektor III. Pembantu Rektor III sudah meminta kepada mereka untuk diserahkan hari ini. Dan harus Anindhita yang menyerahkan proposal tersebut sebab Pak Ketua sedang bertemu dengan para petinggi BEM dari kampus tetangga. Instruksi itu begitu cepat dan hanya melalui telefon. Sebenarnya tak masalah buatnya untuk menyerahkan proposal itu sendiri, namun yang jadi masalah adalah sandal jepitnya. Doi masih waras untuk tidak mengenakan sandal jepit ke ruang rektorat. Nekat sama saja tak selamat, belum sempet naruh proposal tapi sudah diusir satpam rektorat hanya gara-gara urusan sandal jepit ! Kan maluuu. Anindhita hanya bisa meruntuki diri, mengapa tadi tidak memakai sepatu saja agar aku bisa bebas kemanapun pergi tanpa terkungkung oleh kostum yang dipakai. Celingak celinguk di sekretariat BEM juga percuma, sebab hanya dia seorang diri disana. Padahal biasanya sekretariat selalu ramai, paling tidak ada beberapa orang yang standby disana. Tapi sekarang kemanakah mereka ketika ia membutuhkan, sangat membutuhkan. Tak kehabisan ide, Anindhita langsung meluncur ke tempat "tongkrongan" mahasiswi yang lain. Terpaksa dia mencari teman yang mau meminjamkan sepatu. Tukeran gitu sama sandal yang dia pakai untuk sementara waktu, sebentar aja. Hanya untuk menyerahkan proposal di ruang Pembantu Rektor III.

Well..temannya setuju tapi ya pake acara ancem Anindhita dulu. " Awas ya Nin enggak boleh lama, gue juga butuh sepatu buat menghadap Pak Herdian lho !" Anindita tak menjawab tapi dengan anggukan pasti sudah cukup membuat sang teman lega. Dan memang Anindhita tak ingkar janji tidak sampai 30 menit dia sudah kembali mengembalikan sepatunya. Urusan proposal beres, urusan sepatu sukses.

Tapi dia terpekur. Hari itu pelajaran dan teguran dia terima. Dalam hati kecilnya mengakui kesalahannya. Buah dari perilakunya yang suka main tabrak aturan yang dia anggap remeh temeh. Padahal semua itu tidak ada yang remeh, kalau ternyata bikin jadi bikin grogi dan tak tenang itu berarti bukan masalah remeh lagi.

Sahabat, bukannya tidak boleh tampil santai dan bebas. Tapi semua ada tempatnya, enggak boleh saltum (salah kostum). Apalagi kalau urusan tabrak aturan. Kita mengaku cuek dan berani, padahal dalam hati kecil kita akhirnya kita jadi ciut karena salah. Semua di dunia ini pakai aturan. Wong sholat aja kostumnya harus bener kok, harus sesuai aturan. Harus menutup semua aurat. Harus bersih dan suci dari najis. Enggak boleh seenaknya sendiri, atau sholat kita tidak akan diterima. Begitu juga dengan urusan dunia yang semua ada aturan biar terlihat tertib.

Andai Anindhita mengikuti aturan yang berlaku tentunya tidak akan membuatnya berlelah-lelah mencari pinjaman sepatu yang membuat waktunya terbuang. Akhirnya saya tak sependapat dengan orang yang sering mengatakan "Aturan dibuat untuk dilanggar". Menurut saya "Aturan dibuat untuk memudahkan kita berperilaku". So jangan salahkan sandal jepit ya kalau kita mengalami kesulitan. Andai sandal bisa ngomong dia pasti akan balik marah kalau kita suka bilang "Dasar gara-gara sandal jepit gue nih !"

Sesuai dengan sebutannya MAHASISWA. Mahasiswa adalah segolongan siswa yang lebih tinggi tingkatannya dibanding siswa tingkat sekolah dasar dan menengah, yaiyaaalah. Ehm maksudnya mahasiswa itu menurut versi saya lho segolongan kaum terpelajar yang tentu intelektualnya, kecerdasan emosionalnya dan etikanya harus diatas rata-rata kebanyakan orang yang tidak memiliki kesempatan untuk duduk di bangku perkuliahan. Hingga akhirnya mahasiswa memang benar-benar layak menjadi panutan.

[caption id="attachment_105750" align="aligncenter" width="193" caption="sumber gambar : google image"][/caption]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline