Kekerasan terhadap anak di daycare kembali menjadi sorotan setelah terungkapnya kasus di Depok, yang memicu laporan serupa di daerah lain seperti Pekanbaru. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa kekerasan di daycare sering kali tidak dilaporkan karena anak-anak yang menjadi korban, terutama bayi dan balita, tidak dapat menyampaikan pengalaman mereka secara verbal. Hal ini menciptakan kebutuhan mendesak akan pengawasan dan intervensi dalam sistem pengasuhan anak.
KPAI sebenarnya sudah jauh jauh hari merekomendasikan, atas hasil evaluasi tempat penitipan anak ini. Bahwa ada peningkatan kebutuhan luar biasa daycare akibat pengaruh kehidupan modern, yang menyebabkan tanpa alasan kuat, orang bisa saja menitipkan anaknya di Daycare atau lembaga serupa Daycare.
Namun dalam evaluasi ketika berkunjung ke Daycare di tahun 2019, yang sebenarnya mereka adalah lembaga pengasuhan paruh waktu atau paruh hari ini, dengan minim sekali pengawasan. Bahkan karena muncul dari inisiasi masyarakat, sangat apa adanya fasilitas yang ada. Padahal anak adalah mahluk rentan yang bisa beresiko tinggi ketika salah penanganan.
Untuk itulah hasil pengawasan KPAI 2019 itu merekomendasikan pentingnya segera ada pembinaan, pengawasan dari pemerintah dan pemerintah daerah. Agar pengelolaannnya bermutu dan keterjaminan layanan dapat dipertanggungjawabkan.
Daycare sendiri memiliki banyak nama pada prakteknya di masyarakat, ada yang bernama Taman Penitipan Anak, Taman Anak Sejahtera, PAUD, Panti penitipan anak, lembaga pendidikan anak. Yang sebenarnya kebutuhan inti dari orang tua membawa kesana, adalah menitipkan anak, agar ada kegiatan yang terarah dan mendukung tumbuh kembangnya. Yang kalau ditarik pada inti aktifitas lembaga lembaga tersebut, sebenarnya, adalah menjadi pengasuh pengganti untuk anak yang dititipkan.
Tingginya ketergantungan orang tua Banyak orang tua yang menghadapi dilema ketika harus meninggalkan anak-anak mereka di daycare, terutama dengan meningkatnya kebutuhan untuk bekerja. KPAI mengingatkan bahwa pengasuhan anak bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi memerlukan dukungan komunitas. Oleh karena itu, penting untuk membangun sistem pengawasan yang efektif di daycare agar kekerasan dapat dicegah.
KPAI mendorong pemerintah untuk menerapkan RUU Pengasuhan Anak dengan lebih serius. Mereka menekankan pentingnya sertifikasi dan akreditasi bagi pengasuh di daycare agar standar pengasuhan dapat ditingkatkan. Selain itu, pendidikan untuk para pengasuh juga harus diperhatikan, mengingat banyak dari mereka yang hanya memiliki latar belakang pendidikan rendah.
Salah satu masalah utama adalah kekosongan hukum yang melindungi profesi pengasuh. Tanpa perlindungan hukum yang jelas, banyak pengasuh yang bekerja tanpa jaminan kesejahteraan, sehingga meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak. KPAI menekankan perlunya regulasi yang lebih ketat untuk memastikan bahwa semua daycare memenuhi standar minimum dalam hal keamanan dan kualitas pengasuhan.
KPAI juga menyoroti pentingnya pendidikan usia dini dalam mempersiapkan pengasuh agar lebih memahami kebutuhan perkembangan anak. Dengan meningkatkan kualifikasi pengasuh melalui pelatihan dan pendidikan formal, diharapkan kualitas layanan di daycare dapat meningkat secara signifikan.
Pemerintah Daerah juga harus berperan daam menghidupkan pengawasan terdekat Daycare dengan menghidupkan peran peran masyarakat pemerhati anak, memperkuat kebijakan, membangun hotline supervisi ahli Daycare yang setiap waktu dapat menjadi hotline layanan, dalam rangka kecepatan penanganan kasus, manajemen kasus dan manajemen referral kasus, serta supervise rutin peningkatan kompetensi pengasuh pengganti. Kemudian melakukan percepatan penerapan standar pelayanan dan akreditasi, dalam membangun, melindungi dan menjamin profesi pengasuh pengganti.
Sehingga jangan sampai persyaratan pendirian Daycare mudah di dapatkan di masyarakat, tapi melupakan kerja yang sebetulnya, yaitu pengasuhan ideal dan memastikan adanya pengasuhan yang layak untuk anak. Bahwa aktifitas inti Daycare adalah pengasuhan pengganti, dan kita belum banyak menjadikannya secara sistemik menjadi payung kebijakan, baik anak anak yang berpindah pindah pengasuhan, pekerja pengasuh pengganti dan manajemen lembaganya.