Lihat ke Halaman Asli

Putri Yanti

Mahasiswi UIN Raden Fatah Palembang

Pandangan Islam terhadap IPTEKS : Menjaga Etika di Tengah Derap Kemajuan

Diperbarui: 4 Desember 2024   09:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Palembang -- Di tengah arus globalisasi dan revolusi teknologi yang tak terhindarkan, pertanyaan mengenai bagaimana ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS) dipandang dalam Islam dan bagaimana etika bisa berjalan seiring dengan kemajuan menjadi semakin krusial. Islam, yang dikenal dengan ajarannya yang komprehensif dan menyentuh seluruh aspek kehidupan, mengajarkan bahwa IPTEKS adalah anugerah ilahi yang harus dimanfaatkan secara bertanggung jawab untuk kebaikan bersama.
Dosen dan pakar pendidikan Islam, Dr. Nurseri Hasnah Nasution, dalam makalah ilmiah yang disusun bersama mahasiswa Program Studi Manajemen Dakwah di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, menyoroti pentingnya ilmu pengetahuan dalam ajaran Islam. "Islam menempatkan ilmu pada kedudukan yang sangat tinggi, bahkan Al-Quran kerap menyebutkan keutamaan orang yang berilmu," kata Dr. Nasution. Ia mengutip QS. Al-Mujadalah [58]: 11, yang menegaskan bahwa Allah meninggikan derajat orang-orang yang berilmu, sebagai bukti nyata penghargaan Islam terhadap pencarian ilmu.
Sejarah membuktikan bahwa peradaban Islam pernah memimpin dunia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmuwan seperti Al-Farabi, Ibnu Sina (Avicenna), dan Al-Khawarizmi bukan hanya mengembangkan ilmu pengetahuan, tetapi juga mengintegrasikan pemikiran ilmiah dengan prinsip-prinsip etika yang dilandasi iman. Pencapaian ini menunjukkan bahwa Islam bukan hanya mengakomodasi IPTEKS, tetapi menjadikannya sebagai bagian integral dari kehidupan yang seimbang antara dunia dan akhirat.
Namun, di era modern ini, IPTEKS yang berkembang tanpa landasan etika telah menimbulkan berbagai permasalahan, mulai dari kerusakan lingkungan, ketimpangan sosial, hingga eksploitasi sumber daya yang berlebihan. Dr. Nasution menekankan bahwa ilmu pengetahuan tanpa keimanan dapat menjadi ancaman. "IPTEKS yang dikembangkan tanpa nilai-nilai keimanan berisiko menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan dan lingkungan. Sebaliknya, ilmu yang dilandasi keimanan akan mengarahkan kita pada kemaslahatan," tambahnya.
Pentingnya keterkaitan antara ilmu dan iman juga ditegaskan oleh Harun Nasution, seorang pemikir Islam yang berpengaruh. Ia menjelaskan bahwa dalam ajaran Islam terdapat elemen-elemen yang mutlak benar dan kekal, serta elemen-elemen yang bersifat nisbi yang dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman. Hal ini membuka peluang bagi umat Islam untuk memanfaatkan kemajuan IPTEKS tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip etisnya. "Umat Islam memiliki fleksibilitas untuk menyesuaikan pendekatan terhadap IPTEKS selama itu tidak menyimpang dari nilai-nilai moral dan agama," ujarnya.
Seni, yang merupakan salah satu aspek dari IPTEKS, juga dipandang sebagai sarana ekspresi yang memiliki nilai spiritual ketika diselaraskan dengan ajaran Islam. Quraish Shihab dalam bukunya Lentera Hati menegaskan bahwa seniman Muslim bebas berkarya selama hasil karyanya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. "Seni yang bernafaskan nilai-nilai keimanan mampu menjadi alat dakwah yang efektif dan abadi," kata Shihab. Ini menggarisbawahi bahwa seni, sebagaimana teknologi, harus mencerminkan keindahan yang sejalan dengan kebaikan dan tidak sekadar menjadi ekspresi tanpa arah.
Berbagai pengamat dan pakar pendidikan menyarankan agar generasi muda Muslim dididik untuk memahami bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni tidak hanya sekadar alat untuk mencapai kemajuan material. "Pendidikan yang terintegrasi dengan nilai-nilai etis sangat penting untuk menanamkan rasa tanggung jawab dalam mengembangkan IPTEKS," ungkap Dr. Nasution. Langkah ini bisa diwujudkan melalui kurikulum pendidikan yang menggabungkan sains dengan prinsip-prinsip agama dan pelatihan etika profesi yang ketat bagi calon ilmuwan dan teknolog.
Pendidikan yang terintegrasi tersebut diyakini akan menumbuhkan kesadaran bahwa ilmu dan teknologi adalah amanah yang harus digunakan dengan bijak. Hal ini sejalan dengan tujuan utama manusia sebagai khalifatullah fil ard, yaitu pemimpin di bumi yang bertanggung jawab menjaga dan mengelola alam semesta. Pendekatan ini memastikan bahwa IPTEKS tidak hanya bermanfaat bagi manusia, tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan dan menciptakan keseimbangan yang berkelanjutan.
"Sejarah peradaban Islam telah membuktikan bahwa ilmu yang dikembangkan dengan landasan iman tidak hanya membawa kemajuan, tetapi juga menjadikan umat Muslim sebagai pelopor dalam menciptakan peradaban yang adil dan beradab," tambah Dr. Nasution. Kini, tantangan besar bagi umat Islam adalah bagaimana menghidupkan kembali semangat keilmuan tersebut di tengah perkembangan teknologi yang cepat dan sering kali tanpa kontrol etika.
Masyarakat dan pemimpin umat diharapkan berperan aktif dalam mengarahkan perkembangan IPTEKS agar sejalan dengan prinsip-prinsip Islam. Upaya ini tidak hanya memastikan bahwa umat Islam tidak tertinggal dalam bidang teknologi, tetapi juga memastikan bahwa kemajuan tersebut tidak merugikan kemanusiaan dan lingkungan.
Pandangan Islam yang mengintegrasikan etika dan kemajuan memberikan contoh bahwa IPTEKS dapat berkembang dengan harmoni. Hanya dengan pendekatan ini, umat Islam dapat berperan sebagai pelopor yang menciptakan peradaban dunia yang tidak hanya maju secara teknologi, tetapi juga berakar pada keadilan dan kesejahteraan yang hakiki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline