Lihat ke Halaman Asli

Buang Anak

Diperbarui: 8 Mei 2023   10:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ini tentang tradisi “membuang anak” disuatu masyarakat Jawa. Tradisi ini masih ada yang menggunakan. Namun, di sisi lain, sepertinya sudah banyak yang meninggalkan. Apa sih tradisi “membuang anak” itu?

Jadi, tradisi ini dilakukan pada seorang anak yang baru lahir lalu di buang atau di letakan di suatu tempat. "Buang" yang di maksudkan disini adalah bukan benar benar membuangnya melainkan semuanya sudah di rencanakan oleh beberapa pihak.

Dan tradisi ini pernah terjadi di keluarga saya, dan cerita ini berdasarkan cerita dari ibu saya sendiri. Jadi singkat cerita buyut saya ( nenek dari ibu saya ) ini mempunyai beberapa anak yang bisa di bilang cukup banyak, dan setiap anak selalu terkena penyakit aneh seperti demam tinggi sampai kejang-kejang, karena keterbatasan pengetahuan dan berada di daerah yang sangat terpencil dan pada saat itu dokter juga sangat jarang sekali ada, dan pada akhirnya ( semua anak buyut saya ) secara bergantian pun akhirnya tidak bisa tertolong. 

Lalu siapa yang melahirkan ibu saya? Jadi, nenek saya itu adalah anak satu-satunya dari suami pertama buyut saya, buyut saya menikah dua kali di karenakan suami pertama meninggal dan anak-anak tersebut ialah anak dari pernikahan kedua buyut saya. 

Cerita selanjutnya setelah beberapa tahun kepergian anak-anaknya, buyut saya pun mengandung dan melahirkan anak laki-laki. Dan terjadilah peristiwa " buang anak " yang dimana anak ini di letakkan di sebuah keranjang dan di buang atau di letakan di suatu tempat dan di pungut (di ambil) oleh pihak yang sudah di tunjuk sebagai orang yang memungut anak tersebut. 

Setelah dipungut anak itu pun di rawat layaknya anak sendiri selama beberapa hari atau bahkan sebulan. Lalu anak itu pun di kembalikan lagi ke orang tua kandungnya ( buyut saya) dengan cara menebus anak itu dengan memberikan mahar. 

Dapat disimpulkan tradisi ini dilakukan karena di percayai dapat membuang sial dan dapat menjauhkan dari hal hal yang tidak diinginkan di masa yang akan datang atau sebagai bentuk ikhtiar. 

Pesan saya tradisi boleh saja di lakukan selagi tidak bertententangan dengan hukum syariat dan tidak untuk di percayai karena sesuatu yang terjadi itu sudah takdir dari Sang Pencipta.

Tugas Hukum Adat

Kelompok 3

By: - Putri Wulan Agustin

        - Florentina Sindhi Kius 

Mahasiswa FKIP Universitas Pamulang 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline