Lihat ke Halaman Asli

Tumpeng Sewu Tradisi Unik Suku Using

Diperbarui: 20 September 2015   07:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Masih dalam rangkain banyuwangi festival 2015, event budaya yang berlatar di desa kemiren di gelar kembali. Buat tahun ini masyarakat menggelar ritual adat desa yang bertajukan tumpeng sewu kemiren, Sabtu 19/09 setelah sholat magrib. Semua masyarakat desa kemiren tumpah ruah dalam acara tersebut. Selametan massal yang di gelar setiap satu dzulhijjah oleh masyrakat kemiren yang bertujuan bersyukur kepada allah SWT atas nikmat yang telah di berikan, acara ini juga bertujuan untuk menolak bergeas balak dan keselamatan warga setempat.

Dalam ritual ini di pimpin oleh tokoh masyarakat setempat. Ritual ini juga di hadiri oleh bupati banyuwangi. Ritual tumpeng sewu ini di tandai dengan setiap rumah membuat nasi yang berbentuk mengerucut di mana terdapat lauk khas using yaitu pecel pithik kemudian di letakkan di depan rumah. Pada saat makan tumpeng tersebut hanya ber Alaskan tikar sambil menikmati sajian hiburan iring – iringan barong dan gandrung khas desa Kemiren.

Bentuk mengerucut dalam tumpeng yang di sajikan memiliki arti yaitu untuk mengabdi kepada sang pencipta.di samping itu juga untuk menyayangi kepada sesama manusia. Sedangkan lauk atau pechel pithik memiliki arti menngajak orang untuk berhemat dan merasa cukup atas kenikmatan yang telah di berikan meskipun itu sedikit.
Dengan di terangi oncor ( obor dari bambu ) tumpeng sewu menjadi adat istiadat yang sakral.

Ketenangan dan keheningan yang tercipta membuat acara tersebut semakin khusyuk. Sebelum acara makan tumpeng sewu di mulai di adakan sholat magrib berjamaah dan doa bersama. Se usai makan bersama membaca lontaran yusuf hingga tengah malam di rumah salah satu tokoh masyarakat di desa kemiren. Dimana bacaan tersebut termasuk ke dalam rangkaian acara tumpeng sewu yang menceritakan tentang perjalanan nabi yusuf.

Rangkain tumpeng sewu ada ritual yang unik yaitu acara mepe kasur ( menjemur tempat ) secara massal atau bersamaan yang lebih unik adalah kasur ( tempat tidur ) berwarna hitam dan merah. Warna hitam di letakkan diatas kasur dan warna hitam di letakkan di samping kasur. Menurut salah satu tokoh di desa kemiren tempat tidur warna hitam melambangkan sedangkan warna merah melambangkan keberanian sedangkan warna hitam melambangkan arti langgeng dan utuh. Jadi yang di maksud kasur yang di selimuti warna merah dan itu adalah dalam rumah tangga di desa kemiren harus berani menegakkan kebenaran dan keutuhan.

Proses mepe kasur ini di lakukan pada pagi hari ketika matahari terbit. Semua warga bergegas mengeluarkan kasurnya dan membacakan doa serta memercikan air di halaman rumah yang bertujuan di jauhkan dari balak dan di jauhkan dari penyakit. Jika matahari melewati ubun kasur yang telah di jemur segera di masukan ke dalam rumah. Konon katanya jika tidak lekas di masukan, kebersihan kasur ini akan hilang. Menurut masyarakat using segala penyakit itu datangnya dari tempat tidur ( kasur ). Maka dari itu ritual mepe kasur ini di lakukan agar terhindar dari penyakit. Acara mepe kasur di tutup dengan arak arakan barong menjelang selametan tumpeng sewu.

Acara ini terselenggara dengan swadaya murni masyarakat. Maka tak heran tradisi ini masih di laksanakan. Karena kekuatan untuk melestarikan adat istiadat. Terletak pada kerukunan dan gotong royong masyarakatnya sangat tinggi. Mereka sangat menghargai adat istiadat yang telah di lakukan dari dulu hingga sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline