Lihat ke Halaman Asli

Organisasi hanya Milik Penguasa?

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Organisasi hanya milik penguasa?



Boleh tidak dibaca pun tidak dilanjutkan membaca. Jika kawan membacanya, berilah saya saran, karena saya ingin berguru demi masa depan saya..

Belajar berorganisasi memang penting untuk proses sosialisasi dan mengembangkan kemampuan diri menjadi yang bisa merepresentasikan segala sesuatu kepada masyarakat dan sesama. Semenjak menduduki bangku kuliah setahun yang lalu, keinginan berorganisasi semakin terasa kuat dan menggelora. Kemudian saya mengungkapkan ketertarikan saya untuk mengikuti seleksi menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa, dan diterima setelah melalui proses screening dan lainnya. Proses seleksi dilakukan oleh BEM yang sedang menjabat dan juga anggota BLM. Proses penempatan mahasiswa yang sudah diterima, dari sinilah awal ketidakpercayaan dan ketegangan yang semakin meninggi karena arogansi pun ego masing-masing anggota. Anggota yang diterima kemudian dipilah-pilih untuk dimasukkan kedalam beberapa departemen yang ada. Anehnya, penempatannya tidak sesuai minat dan bakat saat awal pertama masing-masing kami menginginkan berada di departemen mana. Menjadi semakin mencurigakan karena berbau subjektif. Bukankah minat dan bakat seseorang bisa menjadi acuan dalam menempatkan mereka di posisi mereka?. Yang terpenting adalah minat, karena bakat masih bisa diasah untuk jadi terampil. Karena jika tidak berminat bagaimana seseorang dapat bekerja sesuai yang diinginkan.

Inikah macam organisasi itu? Subjektif, ego yang terlalu tinggi, tidak ada rasa hormat dan percaya antar sesama anggota?. Parahnya kekuasaan dan jabatan itu dengan mudah didapat karena pengaruh penguasa. Bisa dipahami mungkin karena kampus ini terlalu kecil ataukah tidak bisa dipahami karena tidak seharusnya organisasi tersebut berjalan seperti demikian. Tapi itu tidak bisa dijadikan alasan, karena sejak awal proses yang dilakukan telah salah dan berjalannya pun tumpang tindih. Saya mencoba mencari tahu tentang bagaimana sebuah BEM berjalan di kampus lain. Hasilnya, sangat berbeda. Pernah saya mengikuti rapat satu departemen BEM di kampus lain, saya akui suasana yang tercipta sangat kekeluargaan dan saling menghormati satu sama lain. Sesuatu hal yang tidak saya temui dan rasakan ketika saya berada di lingkungan BEM saya. Dan lagi, pernah saya pergi ke Jogjakarta waktu itu untuk mengikuti acara studi banding dengan kampus lain. Lagi-lagi hal yang tidak pernah saya rasakan kembali hadir dalam suasana waktu itu. BEM kampus tersebut memaparkan kerangka kerja mereka didepan mata saya sendiri dan diberikan kesempatan bertanya. Saya rasa setiap anggota dengan ketua mereka sangat ramah, saling bersenda gurau, keakraban yang saya inginkan dan feeling of family yang sangat mengena sekali jika berada disamping mereka.

Rasanya sangat berbeda jauh dari apa yang saya alami sendiri dalam organisasi yang saya ikuti. Belum lagi tentang sistem informasi yang berlangsung. Informasi tertentu yang terkesan penting hanya sebagian terdekat dengan ketua yang tahu, dan yang lainnya, ya bisa ditebaklah mereka tidak tahu. Disini adalah tempat dimana pengaruh kekuasaan pemimpin menjadi faktor utama dalam proses berjalannya organisasi ini. Dan komunikasi antar anggota pun komunikasi dengan ketua juga sulit terhubung.

Apakah dominasi penguasa atau ketua sangatlah besar sehingga dia mampu berbuat semaunya?, ya tentu saja itu sudah menjadi tugas mereka mengarahkan dan membawa organisasi yang dipimpinnya sekehendak dia mau, entah sesuatu yang lebih baik dan bijaksana, ataupun sebaliknya.

Jika bertanya pada senior, itu memanglah kendala dalam bekerja sama dan berorganisasi. Tapi saya kurang sependapat karena sejak awal proses yang dilakukan telah salah dan berimbas pada hal yang lainnya serta ketidakmampuan seorang pemimpin dalam memimpin dan mengayomi rakyat yang dipimpinnya. Satu lagi faktor yang berpengaruh ketidak percayaan anggota akan ketua yang telah terpilih.

Demikian sedikit saya berbagi cerita tentang organisasi ini, saya tulis berdasar dari yang saya rasakan, yang saya alami dan tidak ada maksud menghina, dan bukanlah suatu ketidaksopanan saya terhadap teman-teman saya. Mungkin yang saya alami karena saya belum cukup mengerti tentang kerasnya organisasi lain selain yang saya ikuti saat ini. Tapi saya masih ingin cepat belajar mengerti dan memahami akan apa yang harus segera dilakukan dan menjadi pribadi yang lebih siap menghadapi terjangan badai yang kian besar.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline