“The mouth is made for communication, and nothing is more articulate than a kiss.” – Jarod Kintz
Lebih dari 90 persen manusia melakukan ritual yang, kalau iseng dipikirkan, sebetulnya aneh juga: putting faces together and trading spit. An experience we called kissing, sepotong kegiatan yang kini kita anggap romantis.
Dan kadar romantis ini bahkan dibikin lebih ‘sadis’ lagi oleh tangan-tangan sutradara kelas layar lebar! Saya yakin semua belum lupa dengan upside down kiss yang fenomenal milik Peter Parker dan Mary Jane di film Spider-Man, juga ciuman-ciuman di bawah hujan dalam film Four Wedding and a Funeral, Breakfast at Tiffany’s, Great Expectations, Streets of Fire, Castaway, The Notebook, Sweet Home Alabama, Daredevil, Pirates of the Caribbean: At World’s End, Step Up 2.. banyak lagi. Maybe they’ve already learned that rain helps in making a kiss more romantic.
Padahal, bagaimana asumsi awal manusia berciuman, jauh benar dari adegan-adegan film drama yang mesra.
Tepatnya seperti apa, memang masih belum terbukti jelas. Tetapi sejumlah saintis percaya, praktik ini berasal dari ritual antara induk binatang dan anak-anaknya: suapan berisi makanan hasil kunyahan sang induk yang ‘diantarkan’ dari mulutnya ke mulut anak-anaknya. Out of that gesture, grew a universal sign of love and affection.
Meski hampir seluruh budaya di dunia kenal dengan praktik yang dinamakan ciuman ini, beberapa justru tidak. Suku Thongi di Afrika Selatan dan sebagian besar suku-suku di wilayah Amazon tidak melakukan praktik ciuman. Sedangkan suku Eskimo, Maori, dan Polinesia berciuman dengan cara menggosok-gosokkan hidung.
Terlepas dari fakta tersebut, sebuah data menyebutkan bahwa rata-rata manusia menghabiskan sekitar 20 ribu menit (setara dengan dua minggu) dalam hidupnya untuk berciuman. Karenanya, pasti ada alasan tertentu, bukan, sehingga kita tampak begitu menikmatinya? Sebuah ilmu pengetahuan kemudian diciptakan, khusus untuk meneliti ciuman. Namanya philematology. Ilmu ini bahkan menghitung detil jumlah otot yang digunakan manusia saat berciuman. Tebak berapa? 34.
Nah, menariknya, ada lebih banyak lagi scientific explanations behind the passionate lip-locks!
Antropolog dari Rutgers University bernama Helen Fisher menyebutkan, ciuman ternyata punya tugas khusus untuk memenuhi tiga kebutuhan esensial ini: sex drive, romantic love, dan attachment. Romantic kissing membantu manusia untuk “find partners, commit to one person, and keep couples together long enough to have a child.”
Caranya? Reaksi biologis dalam passionate kiss, jawabannya. Riset menunjukkan bahwa ciuman mampu mendorong keluarnya neurotransmitter seperti dopamin (which is involved in craving and desire) dan serotonin (which elevates mood and can help spark obsessive thoughts about a partner). Ciuman juga terbukti meningkatkan jumlah oksitosin, the so-called “love hormone”, yang berperan sebagai trigger atas ikatan antarpasangan. Ketiga zat kimia itu jugalah yang bertanggung jawab atas gejala yang kita sebut jatuh cinta!
Tentu saja, tidak semua ciuman berjalan ‘sukses’. Ini mungkin sedikit terdengar menyedihkan. Tetapi, percaya atau tidak, ciuman pertama yang gagal mampu memicu tombol ‘turn off’ dalam diri pasangan!