Lihat ke Halaman Asli

Putri RizkaCitaningati

Universitas Airlangga

Digital Currency dan Inflasi

Diperbarui: 18 Mei 2022   15:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada awal tahun 2022 lalu dalam rangka menyambut kegiatan G20 bertema TechSpring 2022, Bank Indonesia menyelenggarakan lomba gagasan dan solusi tentang mata uang digital bank sentral (bank central digital currencies). Sebelum mengikuti lomba tersebut, alangkah baiknya mengenal apa itu digital currency dan adakah pengaruhnya terhadap inflasi mata uang secara global?

Digital Currency atau mata uang digital merupakan mata uang yang dikemas dalam bentuk elektronik atau digital, sehingga dikenal juga dengan uang digital, uang elektronik, mata uang elektronik atau cybercash. Wujudnya yang berbentuk digital, tanpa adanya atribut fisik maka transaksi yang berlangsung dengan mata uang digital dilakukan dengan teknologi komputer atau dompet elektronik (e-wallet) yang dijembatani dengan adanya koneksi internet (nirkabel). 

Apabila dilihat pada segi fungsi atau tujuan, digital currency memiliki kegunaan yang sama dengan mata uang fisik pada umumnya. Namun, mata uang digital dinilai memiliki fungsi yang tidak terbatas karena mempermudah transaksi baik secara offline dan online. 

Contohnya seseorang berada di Indonesia dan ingin melakukan transaksi di Amerika Serikat, dengan menggunakan mata uang digital yang terhubung dengan jaringan yang sama, transaksi dapat dilakukan dimana pun dan kapan pun.

Mata uang digital sendiri dibagi menjadi 3 yaitu, pertama, Central Bank Digital Currencies (CBCD) yaitu mata uang digital yang diterbitkan oleh bank sentral atau suatu negara yang kemudian dapat menggantikan mata uang fiat tradisional.

Saat ini belum ada negara yang secara resmi menerbitkan CBCD, namun negara seperti Rusia, Jepang, Amerika Serikat, China dan Inggris sedang merencanakan pengembangan dan peresmian CBCD masing-masing negara. Kedua, virtual currencies atau mata uang virtual adalah mata uang digital yang tidak diatur secara resmi oleh negara dan dimiliki oleh organisasi atau perusahaan tertentu saja. 

Mata uang virtual biasanya banyak dijumpai pada transaksi token online gaming yang nilai dan besarannya diatur dan dikendalikan oleh perusahaan pengembang. Ketiga, Cryptocurrencies yaitu mata uang digital yang menggunakan teknologi kriptografi untuk memberikan pengamanan transaksi melalui pembuatan mata uang baru secara digital. 

Bentuk cryptocurrencies sangat beragam seperti Bitcoin dan Ethereum. Walaupun dinilai sebagai gagasan yang apik dan populer di berbagai negara, pemanfaatannya masih belum memiliki sistem yuridis yang jelas.

Melalui pernyataan The Fed, adanya mata uang digital atau CBCD yang nantinya akan dicetak oleh Bank Sentral Amerika Serikat, dinilai akan mempermudah pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.

Khususnya pemanfaatan mata uang digital ini akan meringankan biaya mencetak uang fiat tradisional dan menciptakan metode distribusi baru untuk menyalurkan mata uang kepada masyarakat. Namun demikian, adakah hubungan sebab-akibat yang ditimbulkan mata uang digital atau digital currencies terhadap inflasi suatu negara?

Popularitas digital currencies yang semakin tinggi selama 5 tahun terakhir ternyata juga menimbulkan keresahan bagi para penggunanya. Belum adanya regulasi resmi yang mengatur digital currencies menimbulkan kecemasan akan dampak negatif yang ditimbulkan, khususnya ketika terjadi inflasi. Walaupun, makna inflasi sendiri tidak dapat dinilai selalu negatif, namun stigma masyarakat mengenai inflasi agaknya cukup buruk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline