Lihat ke Halaman Asli

Salah Persepsi terhadap Anak IPS

Diperbarui: 20 Desember 2017   23:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Trivia.id

Setalah lama saya tidak mendengar permasalahan "mana jurusan yang lebih baik? IPA atau IPS" akhirnya hari ini saya mendengarkannya lagi dari mulut salah satu dari orang tua saya. 

Kecewa luar biasa mendapati orang tua saya masih mengungkit dan berharap kalau saya masuk jurusan IPA, katanya IPA itu bisa kemana aja, kerja gampang, dan lain sebagainya. Dan yang saya yakin kalian yang membaca pasti sudah pernah mendengar opini-opini tersebut di sekitar kalian.

Saat ini dengan bangga saya menyatakan sebagai seorang mahasiswi dari jurusan Soshum yaitu Pendidikan Sosiologi. Saya dari latar belakang SMA yang memang telah mengambil jurusan IPS dan saya tidak menyesali segala pilihan saya ini. Alasan simple kenapa saya tidak mau masuk IPA adalah karena saya tidak mau di "setir" oleh orang tua saya. 

Masuk IPS adalah bentuk pemberontakan saya dan simbol bahwa kuasa diri saya ada pada diri saya sendiri. Seiring berjalannya waktu saya sadar bahwa IPS dan jurusan yang saya ambil saat ini adalah keputusan dan takdir terbaik untuk diri saya. Kenapa? Dari IPS saya bertemu berbagai macam orang yang unik. 

Jika di bilang anak IPS itu bandel, nakal dan kata sifat yang berkonotasi negatif lainnya menurut saya itu adalah sebuah kesalahan besar melabeling anak IPS seperti itu. Dari apa yang saya amati, anak IPS di butuhkan pola pembelajaran yang kreatif dan justru kalau ada yang bilang IPS hanya butuh belajar di kelas duduk dan baca buku teori layaknya metode pembelajaran konvensional lainnya. 

Hal itulah yang menyebabkan anak IPS melakukan pemberontakan dengan cabut, nongkrong, dan lain sebagaimya. Menurut saya metode yang baik dalam mengajarkan anak IPS adalah terjun langsung kelapangan dengan mengamati dan mengkaji sebuah fenomena lalu di analisis dengan teori-teori yang di pelajari. 

Contohnya saja mempelajari interaksionalisme simbolik dengan kasus bagaimana bentuk interaksionalisme simbolik pada orang yang ingin menyatakan perasaannya. Menurut saya belajar dengan adanya pengamatan dan kasus akan lebih efesien dari pada hanya duduk di kelas, membahas teori, lalu mengerjakan LKS atau sekedar merangkum bab teori untuk di presentasikan di kelas menurut saya hal itu sangat amat mebosankan.

 Anak IPS punya cara berpikir yang bebas, liar, kritis dan dinamis dan cara berpikir yang seperti itu sebenarnya baik. seorang murid cabut dari sekolah bukan semata-mata hanya malas tapi itu bentuk kritis dari seorang murid yang mempertanyakan kenapa kita berada di pendidikan yang begitu mengekang dan memenjarakan. 

Bahkan dalam buku Sosiologi Pendidikan milik Michel Foucult ia juga menganalogikan sekolah sebagai penjara. Kenapa? Karena sekolah mengekang setiap muridnya dengan di bangun tembok-tembok tinggi di sekitarnya, di awasi ketat oleh guru-gurunya layaknya petugas tahanan, bahkan di beri CCTV untuk pengawasan ekstra layaknya di penjara.

Inti dari tulisan ini adalah apapun pilihan jurusan yang anda atau anak anda pilih itu baik karena tidak ada satupun jurusan yang buruk. Setiap orang pasti mempunyai alasan tersendiri mengapa memilih dan anda yang tidak tau alasannya tidak berhak menilai pilihan itu baik atau buruk untuk seseorang. 

Jika menururut anda salah satu jurusan lebih menjamin untuk masa depan di banding jurusan yang lain, hal itu adalah salah besar, karena tidak ada satupun manusia yang bisa menjamin kesuksesan orang lain, yang bisa menjamin kesuksesan orang lain hanyalah usaha dan seberapa keras kemauan dan kemampuan orang itu dalam bekerja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline