Lihat ke Halaman Asli

Putri Ramadhina

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Patahkan Stigma Negatif untuk Indonesia Bebas Gangguan Kesehatan Jiwa

Diperbarui: 29 Mei 2022   20:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pandemi Covid-19 membawa isu kesehatan jiwa lebih banyak diperhatikan dan dipahami oleh berbagai kalangan di Indonesia. Alasan utamanya adalah meningkatnya kasus gangguan kesehatan jiwa di era pandemi, yang membawa perubahan cukup signifikan di hampir keseluruhan aspek kehidupan manusia. Namun, masih diperlukan usaha progresif untuk mematahkan stigma yang selama ini telah terbangun tentang gangguan kesehatan jiwa sehingga penanganannya di Indonesia dapat berjalan dengan baik.

Adapun gangguan kesehatan jiwa sendiri adalah kondisi dimana individu terhambat untuk dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut tidak menyadari kemampuan sendiri, tidak dapat mengatasi tekanan, tidak dapat bekerja secara produktif, bahkan tidak mampu memberikan kontribusinya untuk komunitas di sekitarnya.

Di Indonesia 1 dari 5 orang atau sekitar 20% dari penduduk Indonesia berpotensi mengalami gangguan kesehatan jiwa. Bahayanya, gangguan kesehatan jiwa ini secara tidak langsung dapat mengakibatkan kenaikan prevalensi penyakit lain, seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi. Hal ini menggambarkan peran kasus gangguan kesehatan jiwa dalam menaikkan angka mortalitas di Indonesia, ditambah lagi 1800 orang per tahun bunuh diri akibat gangguan jiwa yang tidak mendapat penanganan dengan semestinya. 

Maka dari itu, sangat diperlukan peran keluarga, masyarakat, serta pemerintah yang kolaboratif dalam menangani hal tersebut. Sayangnya, masih banyak stigma negatif keluarga dan masyarakat Indonesia yang menghambat penanganan individu dengan gangguan kesehatan jiwa.

Stigma masyarakat yang menganggap gangguan kesehatan jiwa sebagai hal yang tabu dan erat hubungannya dengan nilai-nilai tradisi, seperti kutukan atau takhayul, justru banyak menghasilkan penanganan yang salah dan berujung pada kondisi pasien yang lebih parah. 

Selain itu, orang dengan gangguan jiwa sering mendapat perlakuan yang berbeda, seperti pengucilan dan diskriminasi. Akibatnya, tidak jarang penderita dan keluarga individu dengan gangguan kesehatan jiwa merasa malu dan memilih bungkam mengenai hal tersebut. 

Padahal, orang dengan gangguan kesehatan jiwa justru membutuhkan dukungan penuh, baik fisik maupun emosional agar dapat memperoleh pengobatan yang sesuai. 

Pengobatannya pun membutuhkan jangka waktu yang panjang sehingga dukungan yang diberikan juga harus bersifat kontinu sampai pengobatan tersebut tuntas. 

Oleh karena itu, sebagai warga negara yang peduli, penting untuk mematahkan stigma negatif terhadap orang dengan gangguan kesehatan jiwa mulai dari diri sendiri untuk Indonesia yang lebih sehat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline