Jika berbicara mengenai kegagalan, dapat kita tarik kesimpulan bahwa kegagalan adalah ketika kita mempunyai suatu goals atau target, kita tidak bisa mencapai target tersebut. Namun, definisi kegagalan bergantung kepada bagaimana setiap individu merepresentasikannya. Karena goals setiap orang tentunya berbeda. Jadi, masalah tentang kegagalan itu semua tergantung kepada mindset masing-masing. Saya secara pribadi, mengekspresikan kegagalan adalah jika saya telah memutuskan untuk menjadi seorang pengecut. Maksudnya, saya tahu betul mengenai kapasitas diri, opportunity apa yang bisa saya dapatkan, ada hal-hal apa saja yang sebenarnya bisa dipelajari dan dicoba, tapi selalu merasa "kayaknya aku ngga bisa, ngga usah deh." Akibatnya, saya tidak push self enough dan saya menyesal karena tidak mencoba. Akhirnya, kesempatan-kesempatan yang seharusnya bisa saya usahakan dan coba, terlewat begitu saja. Dan saya melewatkannya bukan karena ada faktor dari luar, tetapi karena faktor dari dalam diri saya sendiri, seperti malas. Itu adalah gagal versi saya.
Sejak kecil, saya selalu terobsesi untuk menjadi seorang juara dan memiliki banyak piala. Waktu SD, saya hampir selalu ditunjuk untuk mewakili setiap perlombaan. Namun, hampir semuanya berujung kepada kegagalan. Walaupun terjadi pada masa kecil, tetapi kegagalan ini berpengaruh kepada self confidence yang akhirnya menjadikan saya seorang yang mudah "minder". Bahkan terkadang saya merasa minder terhadap hal-hal kecil yang seharusnya bisa saya usahakan, tetapi saya merasa uncapable untuk mengusahakan ini itu. Dan baru-baru ini, saya merasa sangat gagal untuk meraih jurusan kuliah dan PTN yang saya inginkan. Dan lebih parahnya lagi, ternyata saya tercebur ke dalam society di Indonesia yang terlalu mengglorifikasi PTN. Dari sini saya merasa benar-benar sangat gagal. Namun, dari kegagalan ini justru saya dapat memiliki banyak pelajaran berharga. Pelan-pelan saya mencoba berdamai dengan kegagalan ini.
Sebenarnya, kita hanya perlu menghilangkan ekspektasi kita yang terlalu tinggi. Saya adalah seorang yang sangat ambisius dan idealistis. Segala hal harus terjadi sesuai dengan keinginan saya, tapi ternyata hal tersebut tidak baik untuk mental health saya. Segala sesuatu yang berlebihan itu memang tidak baik dan hal ini termasuk penyakit hati dalam diri saya yang meyebabkan saya mudah "iri" dengan orang lain. Akhirnya, yang seharusnya kita fokus terhadap diri sendiri, jiwa, dan kedamaian kita sendiri, malah fokus terhadap orang lain. Padahal hidup itu bukan sepenuhnya tentang perlombaan, di mana yang paling cepat dan kuat dia akan menang. Ngga ada yang namanya kalah menang dalam hidup. Istilah "kesuksesan" dan "kegagalan" itu hanya dibuat oleh society kita saja. Kenapa kita harus merasa jatuh, crumble, disebabkan oleh social contract. Karena sejatinya tidak ada yang memaksa kita untuk selalu berhasil mendapatkan apa yang kita mau atau apa yang society mau.
Hidup itu arena tempat manusia yang penuh salah untuk bereksperimen. Namanya juga eksperimen, pasti ada salah dan benar, ada "gagal" dan "berhasil". Dan yang terpenting, bisakah kita keluar dari social contract itu sendiri. Bisa ngga sih kita keluar, di saat orang-orang meromantisasi dan mengglorifikasi PTN yang kesannya the one and only thing yang harus kita dapatkan. Karena hidup saya hanya untuk saya sendiri dan Tuhan. Bagaimana cara tidak takut dengan kegagalan? Caranya adalah ikhlas. Kita harus meluruskan niat dan melakukannya hanya untuk Tuhan. Apa pun niatnya, sebisa mungkin jangan karena orang lain. Kemudian mencoba husnudzan, kepada diri sendiri maupun Tuhan. Dan tentunya tidak banyak berekspektasi, terutama terhadap semua hal yang sedang kita usahakan. Not being too hard to yourself adalah hal yang sangat penting. Kita mempunyai badan untuk dijaga, bukan untuk dikata-katain, "aku bodoh, aku ngga bisa, ngga capable" apalagi untuk disakiti. Ada kalanya kita harus reward diri kita dengan kalimat "terima kasih telah berjuang sejauh ini". Otak, raga , badan, dan jiwa kita adalah satu kesatuan. You guys should got along and should be nice to one another. Oleh karena itu, kita harus mencintai diri sendiri.
Kenapa saya akhirnya bisa mengganti mindset tentang "keberhasilan" dan "kegagalan" karena saya pelan-pelan belajar mencintai diri sendiri. Saya mencoba menghargai setiap usaha yang telah saya lakukan. Karena saya percaya pada diri saya sendiri bahwa saya itu capable. Bahwa saya sudah work hard enough, apa pun hasilnya. Lalu, loving my life. Memang agak sulit untuk dilakukan apalagi di zaman digital seperti sekarang. Jadi, saya sering stumbled dengan postingan orang yang bilang bahwa instagram ataupun twitter tempatnya pamer dan akhirnya ngga mau karena kita merasa bahwa hidup dan diri kita terasa bebal. Misalnya, kita melihat cewek-cewek cantik di instagram, cewek-cewek yang face toning themselves, photoshoping themselves, padahal itu palsu. Akan tetapi, regardless kita melihat mereka lalu merasa diri kita jelek karena kita merasa ngga bisa fit guide beauty standard. Saya pribadi, ketika scrolling instagram ataupun twitter lebih terkesan "bodo amat" dengan standar yang dibuat oleh society. Saya lebih suka memfilter postingan yang bermanfaat untuk diri sendiri. Sekarang saya ngga pernah sekalipun iri dengan orang lain karena saya telah berdamai dengan diri dan hidup saya sendiri. Dan saya sekalipun tidak merasa hidup saya harus di-compare dengan hidupnya orang yang di instagram atau twitter. Jangan pernah takut untuk tampil berbeda karena you are the owner of your life.
Saya sangat bersyukur terhadap apa yang telah Tuhan berikan untuk saya. Bersyukur itu kunci untuk menjalani hidup, mencintai diri dan hidup kita sendiri. Sebenarnya semua berawal dari hati. Jika hati kita sudah bersih dan lurus, Insyaallah kita tidak akan pernah merasa gagal. Akan tetapi, bukan berarti kita tidak berusaha, hanya saja niat kita dalam berusaha itu berbeda. Cara kita memandang hidup itu beda, cara memandang target kita itu juga beda. Target hidup itu ada untuk membuat hidup kita keep going dan semakin appreciating life.
Terima kasih sudah membaca. Semoga bermanfaat.
CHEERIO!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H