Mungkinkah Dinar dan Dirham Kembali?
Wacana tentang isu penyatuan mata uang negara-negara di ASEAN menjelang pemberlakuan MEA pada akhir tahun 2015 mendatang sedang menjadi isu hangat untuk diperbincangkan. Dalam penyatuan mata uang tersebut dinar dan dirham dianggap paling ideal untuk menjadi mata uang tunggal ASEAN. Dinar dan dirham yang terbuat dari emas dan perak dinilai sebagai alternatif alat transaksi yang ideal karena dapat menghindari risiko-risiko penggerusan nilai yang diakibatkan oleh inflasi, meskipun ada beberapa kelemahan yang tetap harus dipertimbangkan.
Keunggulan Dinar dan Dirham
Penyatuan mata uang negara-negara ASEAN menjadi salah satu tujuan dari rumusan awal cetak biru dalam pengembangan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), dimana tujuan penyatuan tersebut adalah untuk meningkatkan efisiensi perdagangan dengan berkurangnya biaya transaksi dan meningkatkan transparansi harga sehingga ada peningkatan aktivitas ekonomi di negara-negara ASEAN. Maka dari itu dinar dan dirham dianggap paling ideal dalam penyatuan mata uang ASEAN untuk mewujudkan tujuan tersebut
Dinar dan dirham memang telah dikenal sejak ratusan tahun lalu, pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Romawi kuno pada tahun 211 SM, di Indonesia sendiri sejarah dinar sudah ditemukan sejak abad ke-13. Mengapa Dinar dan dirham? Karena dinar dan dirham mempunyai keunggulan sebagai mata uang yang dipergunakan untuk alat transaksi. Keunggulan pertama, uang dinar dan dirham memiliki nilai nominal (nilai yang tertera dalam mata uang) yang sama dengan nilai instrinsiknya (nilai sebenarnya), sehingga mempunyai nilai yang stabil. Pemerintah tidak dapat sesuka hatinya untuk mencetak uang, berbeda dengan uang fiat, pemerintah bisa mencetak uang fiat berapapun yang diinginkan karena uang fiat tidak mempunyai nilai instrinsik pada dirinya sendiri. Misalnya, apabila disyaratkan pada setiap bank memiliki jumlah cadangan sebesar 10%, dengan jumlah deposit Rp 1.000, maka bank bisa saja menggandakan jumlah deposit menjadi Rp 10.000. Pemerintahbisa mendapatkan keuntungan dari perbedaan biaya percetakan dan nilai legal uang. Sehingga pada akhirnya juga akan menimbulkan inflasi karena penggandaan uang.
Kedua, nilai tukar mata uang dinar dan dirham lebih stabil, sehingga kita dapat terhindar dari upaya-upaya spekulasi dipasar valas. Kestabilan pada uang dinar dan dirham juga akan mampu mengurangi dan menghapus resiko nilai tukar, yang akan menghindarkan para eksportir maupun importir dari ketidakpastian, yaitu kurs yang tidak tetap (fluktuatif). Hal tersebut akan mendatangkan keuntungan pada aktivitas ekonomi terutama perdagangan internasional. Keunggulan Ketiga, berapapun kuantitas uang dinar dan dirham yang ada di suatu negara, banyak ataupun sedikit masih bisa mencukupi kebutuhan pasar dalam pertukaran mata uang. Misalnya jumlah uang tetap, tetapi barang dan jasa bertambah, maka uang yang ada masih mampu untuk membeli barang dan jasa secara maksimal. Apabila jumlah uang tetap, tetapi barang dan jasa berkurang, uang yang tersedia hanya akan menurunkan daya beli. Tidak seperti pada sistem uang kertas, apabila negara mencetak semakin banyak uang kertas, maka daya beli uang tersebut akan menurun dan terjadilah inflasi.
Sisi Lain Dari Dinar dan Dirham
Memang benar banyak keunggulan yang diberikan oleh uang dinar dan dirham, tetapi dibalik keunggulan-keunggulan tersebut tersimpan sisi lain dari dinar dan dirham, yaitu kelemahan-kelemahannya. Dinardan dirham ternyata mempunyai nilai yang kurang stabil. Memang benar nilai intrinsik yang ada didalam dinar dan dirham akan membuat nilai mata uangnya tetap stabil, tetapi hal tersebut tidak akan menjamin jumlah suatu barang dan jasa yang dapat diperoleh dengan dinar dan dirham akan memiliki kuantitas yang tetap sama selamanya. Misalnya, di dalam sebuah negara terdapat 100 dinar/diham yang beredar dan jumlah barang/jasa yang dihasilkan 100 itu berarti 1 barang/jasa dihargai 1 dinar/dirham. Kemudian terjadi kenaikan produksi barang/jasa menjadi 150 dengan jumlah dinar/dirham yang tetap. Sehinggaakan terjadi deflasi karena harga satuan barang/jasa turun. Sebaliknya, apabila pemerintah mengedarkan lebih banyak dinar/dirham menjadi 150 dinar/dirham sementara jumlah barang/jasa yang diproduksi tetap sama yaitu 100, maka akan terjadi inflasi. Karena harga satuan barang/jasa yang dihasilkan akan meningkat.
Dalam mempertahankan kestabilan nilai dinar dan dirham ketika terjadi kenaikan produksi barang dan jasa, pemerintah harus menyediakan persediaan dinar dan dirham dengan jumlah yang sebanding dengan jumlah barang dan jasa. Suatu hal yang tidak mudah untuk negara-negara yang tidak memiliki tanah yang mengandung cukup cadangan emas. Mereka akan kesulitan untuk mencukupi kekurangan persediaan dinar dan dirham untuk negaranya. Selain itu mengenai masalah teknis penggunaan dinar dan dirham, masyarakat akan merasa kesulitan apabila mereka harus membawa uang dalam bentuk emas atau perak apabila akan bertransaksi. Dalam hal transaksi jual beli, kita juga akan mengalami kesulitan, misalnya kita ingin membeli sebungkus krupuk atau sebutir permen, berapa dinar/dirham yang harus kita bayar dan sekecil apa dinar/dirham tersebut? Selain itu apabila kita akan membeli mobil, berapa banyak dinar/dirham yang harus kita bayar dan bagaimana cara kita membawa dinar/dirham sebanyak itu? Kita akan benar-benar kesulitan apabila mengalami hal tersebut.
Sekarang kita tahu kelemahan dan kekurangan dari dinar dan dirham, walaupun belum sampai terperinci. Mungkinkah dinar dan dirham cocok apabila digunakan kembali di zaman modern ini, sepertinya pemerintah di negara-negara ASEAN harus benar-benar memikirkan dan mempertimbangkan untuk menggunakan dinar dan dirham menjadi mata uang tunggal di ASEAN. Memang benar dinar dan dirham mempunyai banyak keunggulan tetapi pemerintah juga harus memerhatikan sisi lain dari dinar dan dirham, yaitu kelemahannya. Selain itu juga harus melihat kondisi perekonomian saat ini dimasing-masing negara, apakah memungkinkan untuk melakukan penggabungan mata uang dengan menggunakan dinar atau dirham. Sepertinya dinar dan dirham tidak cocok digunakan dizaman modern ini, karena terdapat banyak kelemahan. Tidak semua negara ASEAN mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang baik, dan tidak semua negara-negara di ASEAN mempunyai tanah yang cukup cadangan emas. Apakah akan tetap setia pada uang fiat (uang kertas) atau akan kembalipada uang dinar dan dirham? Kita tunggu saja, semoga masyarakat mendapatkan pilihan yang terbaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H