Maraknya tindakan korupsi memicu banyak sekali kerugian, baik individu maupun kelompok contohnya seperti, penurunan perekonomian negara, bertambahnya utang negara, bahkan membuat banyak oknum yang dirugikan. Korupsi bukan saja dilakukan oleh pejabat ataupun orang yang mempunyai kuasa saja, namun setiap individu maupun kelompok juga dapat melakukan tindakan korupsi. Pelaku korupsi bahkan tidak peduli akan dampak negatif atas hal yang ia lakukan, mereka hanya mementingkan kepentingan pribadi saja, oleh sebab itu diperlukannya komisi pemberantasan korupsi untuk mengawasi dan memberikan sanksi kepada pelaku korupsi di Indonesia.
Komisi ini bertujuan untuk melanjutkan pemberantasan korupsi di Indonesia serta menjadi garda terdepan untuk memperkuat sisi pencegahan korupsi di Indonesia. Salah satu pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh komisi pemberantasan korupsi adalah dengan cara operasi tangkap tangan (OTT), operasi ini menimbulkan banyak pro dan kontra terkait tindakan OTT oleh KPK ini, mengutip dari kaltimtoday.co pihak yang pro menyatakan bahwa OTT merupakan cara yang tepat untuk menangkap para koruptor karena tidak memerlukan alur birokrasi yang panjang dan menghasilkan barang bukti yang konkret, disisi lain pihak yang kontra menganggap pelaksanaan OTT menyalahi aturan dalam KUHP, disebut Menyalahi karena terminologi dalam KUHP adalah "tertangkap tangan" dan Bukan "operasi tangkap tangan" seperti yang selama ini dilakukan oleh KPK, terlebih mekanisme penjebakan yang sering kali digunakan sebagai rangkaian operasi tangkap tangan tidak memiliki dasar hukum yang jelas dalam konteks pemberantasan korupsi.
Tentunya dampak korupsi bukan hanya akan dirasakan pada saat ini, namun masa yang akan datang pun akan terkena dampaknya. Mengangkat kasus dari OTT KPK anggota legislatif pada pemilu 2019 diduga menyiapkan 400.000 amplop berisi uang "serangan fajar', Bowo Sidik Pangarso adalah pelaku dalam kasus ini. Tentunya dalam kasus ini akan menimbulkan banyak dampak negatif yang berkepanjangan, dikarenakan janji janji manis para anggota legislatif belum tentu dapat dipenuhi karena memberikan serangan fajar, ketika anggota tersebut terpilih tidak menutup kemungkinan ia akan melakukan tindakan korupsi untuk mengembalikan uangnya yang dikeluarkan untuk memberikan serangan fajar dan tentunya anggota yang tidak memberikan serangan fajar atau anggota yang adil akan kalah saat pemilu.
Upaya dan kebijakan terhadap operasi tangkap tangan dapat dilakukan, mengutip dari Oktavianto, merupakan salah satu bagian penting dalam siklus analisis kebijakan, hal mendasar yang dilakukan tahap evaluasi adalah mencermati apakah kebijakan yang diimplementasi telah menghasilkan dampak sesuai dengan yang diharapkan atau tidak , terdapat 3 pendekatan evaluasi, yakni evaluasi semua yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid tanpa menanyakan manfaat, nilai dan hasil-hasil kebijakan pada individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan, evaluasi formal yang mengevaluasi hasil berdasar pada tujuan kebijakan yang diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan, dan evaluasi teoritis yang mengkaji hasil-hasil kebijakan yang dilakukan oleh pelaku kebijakan, menurut Dunn, terdapat 6 kriteria evaluasi, yakni efektivitas, efisiensi, kecukupan, pemerataan, responsivitas dan ketepatan, efektivitas terkait erat dengan ketercapaian hasil sesuai tujuan kebijakan, efisiensi berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk mencapai tujuan kebijakan, kecukupan terkait dengan seberapa jauh hasil kebijakan memberi kepuasan terhadap pencapaian, pemerataan membahas tentang pemerataan dampak kebijakan terhadap kelompok-kelompok yang berbeda di masyarakat, responsivitas terkait tentang seberapa jauh kebijakan mendapat respon dari publik, sementara itu ketetapan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan kepada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut, kriteria ini menjadi tolok ukur untuk menjustifikasi berhasil atau tidaknya penerapan kebijakan terhadap target yang sudah dibuat di awal.
Tentunya KPK sangat berperan penting dalam mencegah, menangani, mengawasi dan mengevaluasi tindakan korupsi. KPK sendiri seharusnya dapat dengan sigap melakukan tindakan untuk memberantas korupsi di Indonesia, serta KPK harus secara tegas mengawasi pemerintah dan lembaga public untuk mencegah korupsi, serta mengedukasi masyarakat tentang integritas. KPK secara langsung harus menjadi garda terdepan dan komisi yang peduli akan dampak dampak negatif yang ditimbulkan oleh para koruptor.
Tak luput dari hambatan, dalam melakukan pemberantasan korupsi pasti banyak sekali keadaan keadaan sulit yang dialami oleh KPK, baik secara internal maupun secara eksternal. Ketika yang melakukan korupsi adalah seorang politikus tentunya akan banyak orang yang mendukungnya dan tidak menutup kemungkinan salah satu anggota KPK juga membantu pelaku korupsi untuk lepas dari sanksi.
Konsistensi dalam penegakan hukum harus dilakukan dan diterapkan dalam memberikan hukuman kepada pelaku korupsi di Indonesia, tidak memandang siapapun pelakunya, berasal dari mana dan status jabatannya. KPK tidak boleh memandang latar belakang pelaku korupsi tersebut. Hukuman yang diberikan juga harus seberat beratnya supaya akan ada efek jera dan sebagai peringatan bagi masyarakat lainnya. KPK juga perlu adil, tidak boleh menerima suap apapun dan dari manapun untuk meringankan hukuman bagi pelaku korupsi.
Salah satu cara untuk melanjutkan pemberantasan korupsi di Indonesia adalah dengan cara mengedukasi masyarakat tentang pentingnya membantu mengawasi, contohnya mengenalkan dan membuat konten konten menarik tentang melanjutkan pemberantasan korupsi, memanfaatkan generasi muda untuk selalu berperan aktif dalam pemberantasan korupsi dan memanfaat social media sebagai sarana mengedukasikan pemberantasan korupsi. KPK dapat membentuk komunitas anti-korupsi di sekolah sekolah Indonesia, tujuannya supaya para siswa mempunyai pandangan yang jelas tentang korupsi, dan KPK dapat membuat forum anti-korupsi Indonesia dengan siswa siswi terpilih sebagai duta atau role model teman sebaya mereka, tentunya hal ini akan menarik peminat banyak khalayak untuk mengetahui tentang pentingnya pendidikan anti-korupsi.
Oleh karena itu pemberantasan korupsi harus dilanjutkan dengan melakukan pengawasan, memberikan sanksi bagi koruptor dan melakukan tindakan tindakan keberlanjutan yang dapat memutus rantai korupsi di Indonesia. Tentunya masa depan yang kita harapkan dan inginkan adalah Indonesia yang bersih dan bebas dari korupsi, Indonesia yang sejahtera, serta diharapkan Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain sebagai negara dengan tingkat korupsi paling rendah, saat kita sudah mencapai pencapaian tersebut tentunya Indonesia bukan hanya sebagai negara berkembang tetapi negara yang maju. Mulai sekarang, semua masyarakat Indonesia harus ikut serta dalam melanjutkan pemberantasan korupsi di negara ini supaya semua harapan dan cita-cita Indonesia bebas korupsi dapat terwujud dan tercapai.