Perempuan ibu kehidupan yang menjinjing naluri bawah sadar deraian kasih, mengenai perjalanan membagi kelembutan pada lembar lembar kemanusiaan. Tertatih penantian di sulur sulur doa. Kesabaran berlaju menempuh potongan potongan ujar sampai ke secercah setara. Hidup tanpa hadir perempuan di pastikan oleh fana amat membosankan. Apa selama ini perempuan hanya pelipur. Selain dari jiwamu di habisi oleh kekosongan secara perlahan.
.
Setiap perempuan lahir cantik namun dunia mengutak atik fisik tanpa menyisakan tempat untuk karakter. Dunia bermain curang akan standar cantik. Kau cantik jika putih, kau cantik jika langsing nan semampai. Sekali lagi, dunia mengajak stigma bergegas lincah menentukan bentuk perempuan. Imaji sempurna kerap menempel di kurangnya syukur, mengejar tolak ukur demi penyematan kata cantik. Apakah serapuh itu ibu kehidupan, sampai dunia menghakimi tempat bagi perempuan termarjinal di ketinggalan mengejar gambaran cantik.
.
Perempuan ada untuk membawa visi kefitrahan mulia di hulu rusuk pria bermuara terapung apung harapan di tengah lautan ketidakpastian dunia, serba kekurangan dan ketakutan yang maha luas. Dunia menuntut, menindas cara perempuan hidup, seolah tak lebih dari komoditi untung rugi. Perempuan hilang murni jati diri di telan sorak sorai dan jatuh bangun kaumnya menyesuaikan segala zaman, dari Kartini, Siti Nurbaya hingga era kekinian. Semua bersama sama mengolah perempuan. Di diktekan bermacam macam wajah dunia. Gadis mekar mengais ngais seonggok kepalsuan era digital, rasa haus menuai perhatian menjelma wajib yang harus dikerjakan.
.
Aku perempuan miris melihat sisi dunia memperlakukan kami. Atau kaumku memang rela, tanpa paksa, menari nari di irama duniawi. Di bentuk sesuai kehendak menggunakan jarum zaman yang terbelit benang benang dunia, terjahit di urat hidup perempuan. Tak banyak yang bersuara untuk kami dan tak luas pembelaan menjangkiti dunia. Ibu kehidupan salah diperlakukan, menderita tak jauh dari ingin perlakuan benar. Dihargai sebagaimana Rasul tuhan telah mencontohi. Terkadang ada remah remah bahagia luput dari cengkraman dunia, jatuh menaburi jalan perempuan. Tak sedikit cerita pilu di balik layar terenyuh, membangunkan sabda perubahan yang sayup sayup mulai terdengar. Perlahan cara dunia memperlakukan perempuan akan lapuk, sebagaimana perempuan itu hidup di ufuk kehendak dirinya.
Karya @senjahatimu (Instagram)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H