Lihat ke Halaman Asli

Warisan Korupsi di Indonesia

Diperbarui: 3 Januari 2016   16:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Korupsi yang semakin merajalela bahkansudah mendarah daging di Indonesia. Sungguh ini semua sangat sulit untuk ditangani, bahkan KPK(Komisi Pemberantasan Korupsi) sudah kewalahan dalam menangani hal yang sudah tidak asing lagi ini.

Saking mendarah dagingnya sampai sudah menjadi sebuah budaya. Yang bahkan orang yang melakukan hal tersebut tidak merasa bahwa hal tersebut adalah sebuaah tindakan yang salah. Sebenarnya permasalahan korupsi ini bisa kita tangani dan tentunya kita jegah. Bagaimana caranya, orang KPK saja yang sudah ahlinya belum bisa menangani masalah ini dengan baik. Tentunya yang terpenting dan paling utama adalah bagaimana kita menanamkan kejujuran pada diri kita sendiri. Janagn mengabaikan hal-hal kecil. Yang terkadang hal terkecil tersebut justru adalah bibit-bibit kita untuk menjadi koruptor. Jangan sampai hal ini terjadi pada diri kita sendiri.

Dan harus seperti apa kita melatih itu semua. Tentunya dalam kita menjabat atau diberikan tanggung jawab jangan sampai kita mengambil hak dari orang lain. karena korupsi ini, tidak hanya masalah uang saja, manun juga menyangkut masalah sosial, ekonomi, dan politik.

Sebelum kita membahas korupsi ini lebih jauh. Mari kita ketahui seperti apa dan mengapa korupsi ini bisa ada di Indonesia.

Korupsi secara sederhana dapat dipahami sebaggai tindakan “perampokan” terhadap uang Negara yang tentu saja bersumber dari Rakyat. Kata KORUPSI sendiri itu berasal dari bahasa latin yaitu “corruptio” (diambil dari kata kerja corrumpere), yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutabalik, menyogok.

Menurut Wikipedia Indonesia, korupsi merupakan tindakan pejabat publik, baiik politis maupun pegawaii negeri, serya pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu, yang secra tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Untuk sejarah Korupsi sendiri di Indonesia sudah sangat lama sekali. Yaitu sejak dulu ketika daerah-daerah kerajaaan Nusantara masih mneggunakan system faodal(Ologarkhi Absolut). Tak jarang di kalangan pejabat publik menganggap tindakan korupsi sebagai hal yang “lumrah dan wajar”. Dari awal coba-coba, dan tidak ada yang mengetahuinya. Maka lama-kelamaan akan menjadi ketagihan atau kecanduan untuk melakukannya. Dan ia tidak sadar bahwa tindakan terrsebut berarti sudah menyalahgunakan uang rakyat. Hanya untuk memuaskan hawa nafsu, dan karena belum kuat iman seseorang akan tergiur dengan yang bukan haknya.

Secara garis besar tumbuhnya korupsi dan perkembangannya melalui tiga fase sejarah. Yaitu : zaman kerajaan, zaman penjajahan hingga zaman modern seperti sekarang ini.Langsung saja untuk tahu seperti apa dan bagaimana pertumbuhan dan perkembangan korupsi di Indonesia.

Yang pertama yaitu fase zaman kerajaan. Budaya korupsi yang ada di Indonesia pada prinsipsnya dilatar belakangi oleh adanya sebuah kepentingan an motif kekuasaan serta kekayaan. Literatur sejarah masyarakat Indonesia terutama pada zaman kerrajaan-kerajaan kuno seperti Mataram, Majapahit, Singosari, Demak, Banten dan lain-lain. Mengajarkan kepada kita bahwa konflik kekuasaan yang disertai dengan motif untuk memperkaya diri(sebagian kecil karena wanita), telah menjadi faktor utama kehancuran kerajaan-kerajaan tersebut.

Yang Kedua yaitu faze zaman penjajahan. Pada masa zaman penjajahan ini, praktek korupsi telah mulai mmasuk dan meluas ke dalam sistem budaya sosial—politik bangsa Indonesia. Budaya korupsi telah dibangun oleh para penajah kolonial (terutama oleh Belanda) selama 350 tahun. Budaya korupsi ini berkembang di kalangan tokoh-tokoh lokal yang sengaja dijadikan badut politik oleh penjjajah, untuk menjalankan daerah administratif tertentu, semisal demang (lurah), tumenggung (setingkat kabupaten tau provinsi), dan pejabat-pejabat lainnya yang notabene merupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk menjaga dan mengawasi daerah teritorial tertentu.

Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk memanen upeti atau pajak dari rakyat, digunakan oleh penjajah Belanda untuk memperkaya diri dengan menghisap hak dan kehidupan rakyat Indonesia. Sepintas vcerita-cerita film semisal Si Pitung, Jaka Sembung, Samson & Dahlia, dan lain-lain, sangat cocok untuk menggambarkan situasi masyarakat Indonesia ketika saat itu. Para cukong-cukong suruhan penjajah Belanda (atau lebih akrab dengan “Kompeni”) tersebut dengan tanpa mengenal saudara serumpun sendiri telah menghisap dan menindas bangsa sendiri hanya untuk memuaskan kepentingan si penjajah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline