Putri Mega, M.Psi.,Psikolog
"Begitu kulihat wajahnya untuk pertama kali, cinta itu langsung menyentuh kalbuku dengan sentuhan sihir. Aku berpikir, belum pernah kulihat cahaya seterang ini, kemudian kulihat ia tertawa ringan yang merekah begitu indah, seakan ia hadir di sisiku sebagai obat penawar laraku selama ini. Aku selalu terbayang-bayang wajahnya seakan-akan jiwaku melayang-layang jauh ke awang-awang."
Begitulah kiranya secuplik gambaran seseorang yang sedang dimabuk cinta pada pandangan pertama.
Saya pribadi sebenarnya agak bingung dengan gambaran kondisi tersebut, bukannya meremehkan atau tidak memvalidasi perasaan orang lain, hanya saja saya terkadang terheran-heran pada seseorang yang mengatakan ia mencintai (seseorang) setelah melihatnya pertama kali.
Timbul spekulasi beberapa pertanyaan dalam benak saya bahwa itu cinta ataukah nafsu belaka?
Itukah cinta yang sesungguhnya ataukah hanya suatu bentuk kekaguman saja?
Saya pribadi tidak pernah mencintai seorang pun kecuali setelah melewati masa yang cukup lama, dimana ia telah berinteraksi akrab dengan saya dan saya telah menyertainya baik dalam keseriusan maupun guyonan, dalam keadaan lara maupun ceria.
Lalu bagaimana perspketif cinta pada pandangan pertama dalam kacamata psikologi?
Disini saya akan memaparkan pendapat dari Robert J. Sternberg yang menjelaskan terkait bab tersebut.
Sternberg adalah seorang Professor Psikologi dari Universitas Heidelberg, Jerman yang mengembangkan teori segitiga cinta pada tahun 1986.